Download Makalah Kedudukan Perempuan Dalam Ranah Politik Dalam Presfektif Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Kedudukan Perempuan Dalam Politik
Gerakan perempuan di Indonesia mempunyai keterlibatan aktif di bidang politik namun masih ada kesenjangan dalam hal partisipasi dan keterwakilan perempuan di struktur politik formal. Mereka belum terwakili secara setara di forum legislatif tingkat nasional semenjak tahun 1955, ketika perempuan menduduki 5,9 persen dingklik di parlemen. Meskipun telah ada kecenderungan meningkat dalam hal keterwakilan perempuan semenjak tahun 1971, ada beberapa pengecualian, termasuk pada Pemilu 1977 ketika jumlah perempuan terpilih melorot dari 7,8 persen menjadi 6,3 persen kalau dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya (1971) dan kembali mengalami penurunan lagi pada pemilu 1999 menjadi 9 persen kalau dibandingkan dengan pemilu sebelumnya sebesar 10,8 persen pada tahun 1997. Meskipun demikian peningkatan keterwakilan perempuan di DPR RI pada dua pemilu terakhir, 11,8 persen pada tahun 2004, dan 18 persen pada pemilu 2009 cukup substantif. Kecenderungan meningkat dalam hal keterwakilan perempuan di DPD RI dari 22,6 persen pada 2004 menjadi 26,5 persen pada pemilu 2009 juga cukup menggembirakan.
Transisi yang dialami Indonesia menuju demokrasi pada periode pasca Orde Baru mengalami banyak sekali prakarsa perubahan yang berupaya untuk memastikan partisipasi masyarakat dan pengikutsertaan bunyi mereka dalam tata pemerintahan. Untuk memperbaiki ketidakseimbangan gender di forum legislatif tingkat nasional, sub-nasional dan lokal, sebuah kuota yang tidak wajib sifatnya diperkenalkan melalui UU No.12/2003 mengenai Pemilihan Umum. Pasal 65 dari UU tersebut mengatur bahwa setiap partai politik harus setidaknya mempunyai 30 persen calon anggota perempuan di tingkat nasional, provinsi dan lokal di masing-masing tempat pemilihan umum. Pada pemilihan umum tahun 2004, selain adanya peraturan aturan untuk kuota gender, tidak ada peningkatan signifikan dalam keterwakilan perempuan yang terlihat. Hanya 11,8 persen perempuan terpilih untuk menduduki dingklik di DPR RI lantaran undangundang yang ada tidak mewajibkan partai politik mencalonkan 30 persen perempuan dalam daftar calon legislatif.
Kondisi ini memunculkan kebutuhan akan adanya gerakan perempuan untuk perubahan lebih jauh supaya menjadikan alokasi kuota 30 persen bagi perempuan dalam daftar calon legislatif menjadi kewajiban bagi partai politik mereka. Hal ini akan sejalan dengan kalimat yang ada dalam UU Pemilu No.10/2008. Pasal 53 dari UU ini mensyaratkan partai politik untuk menominasikan setidaknya 30 persen perempuan dalam daftar calon legislatif terbuka dalam Pemilu 2009. Kekurangan dalam UU ini yaitu tidak adanya sangsi bagi partai politik yang tidak mematuhinya. Sebagai hasil, enam dari tiga puluh delapan partai yang ikut serta dalam pemilu 2009 gagal menominasikan 30 persen calon legislative perempuan dalam daftar calon anggota legislatif yang mereka usulkan.
Saat ini keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) meningkat dari 11,8 persen di pemilu yang diselenggarakan pada tahun 2004, menjadi 18 persen pada pemilu 2009. Ini yaitu angka tertinggi keterwakilan perempuan di sejarah politik Indonesia. Meskipun demikian, ada variasi persentase perwakilan perempuan di DPR RI dari banyak sekali partai politik. Perwakilan perempuan terendah di DPR RI yaitu Partai Keadilan Sejahtera yang jumlahnya 5,3 persen, sementara Partai Demokrat mempunyai keterwakilan tertinggi sebesar 24,3 persen.[1]
Melihat kontek sekrang para pihak perempuan telah banyak memasuki ruang-ruang dalam politik dalam pemerintahan. Pemerintahan telah mengupayakan banyak sekali hal untuk memenuhi hak-hak kaum perempuan dalam bidang politik dengan menyediakan dan membebasi kepada kaum perempuan mendapatkan kursi-kursi di DPR dan pemberian pekerjaan dalam pemerintahan baik kementerian dan lain sebagainya.
Bersama dengan institusi-institusi lain, MPR mempunyai tanggungjawab untuk membuat dan memperbarui Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) untuk pedoman pelaksanaan pemerintahan dan banyak sekali kebijakan nasional. Sejak tahun 1988, GBHN telah mengandung ketetapan-ketetapan mengenai peranan perempuan, selain keberadaan Menteri Muda Urusan Perempuan dalam kabinet. Posisi ini terus dipertahankan, sekalipun dengan nama serta visi dan misi yang berubah. Isu-isu perempuan dan, yang berkembang menjadi, warta gender tertuang dalam GBHN tahun 1993, 1998 dan 1999.
Dalam GBHN tahun 1999, dinyatakan bahwa pemberdayaan perempuan dilaksanakan melalui upaya: pertama, peningkatan kedudukan dan kiprah perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh forum yang bisa memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender, kedua meningkatkan kualitas kiprah dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta nilai historis usaha kaum perempuan dalam melanjutkan usaha pemberdayaan perempuan serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat.Keterwakilan perempuan di dalam DPR menjadi sebuah hal yang patut diwujudkan.
Berbeda dengan GBHN pada umumnya yang ditujukan bagi pihak eksekutif, GBHN tahun 1999 merupakan pedoman untuk diberlakukan dan mengikat bagi seluruh institusi kenegaraan menyerupai eksekutif (Presiden) yudikatif (Mahkamah Agung), legislatif (DPR/MPR), dan forum pemeriksa keuangan (BPK), khususnya pernyataan perihal peningkatan kedudukan dan kiprah peran perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Affirmative action ini telah mulai dilaksanakan di Indonesia semenjak Pemilu 2004, melalui Undang-undang Partai Politik No. 31 tahun 2002 yang mengatur keterlibatan perempuan dalam kepengurusan partai politik dan kuota pencalonan legislatif perempuan sebanyak 30%. Meski upaya penerapan kuota telah dilakukan, namun pada Pemilu 2009 belum memperlihatkan angka keberhasilan yang signifi kan lantaran gres mencapai 18.04% (101 orang dari 560 orang anggota) keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). sementara keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mencapai 26.52% (35 orang dari 132 orang anggota).
Selama satu dekade terakhir ada kecenderungan peningkatan kiprah dan partisipasi perempuan. Di satu sisi kaum perempuan tidak memilik cukup kepercayaan diri untuk terlibat dalam politik sementara kaum pemilih merasa hukuman akan kemampuan mereka. pada sisi lain, terdapat banyak kaum perempuan yang tidak aktif di dunia politik namum gigih berjuang di garis depan dalam memecahkan persoalan-persoalan publik yang penting.Terbukanya peluang memperbaiki representasi perempuan seharusnya tidak terlalu ditekankan pada sisi kuantitasnya saja. Tentu akan percuma bila kesempatan itu tidak diikuti oleh penyiapan kader yang baik. sesungguhnya, yang paling penting yaitu meningkatkan kapasitas dalam aktualisasi politik kaum perempuan, dan lebih jauh lagi mendorong keterlibatan perempuan untuk duduk di posisi-posisi penentu kebijakan publik.
Kesempatan dalam kiprah politik dan kiprah kepemimpinan bagi perempuan,penting untuk terus ditingkatkan tidak hanya untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik, tetapi juga semoga perempuan sanggup membangun sistem dan etika politik yang semakin baik. Ini terkait dengan kapasitas perempuan sebagai pemilih, pemimpin partai politik, legislator atau pejabat pemerintah supaya semakin banyak kebijakan publik yang merefleksikan kekhawatiran dan perspektif perempuan serta diiiringi derajat sensitifitas yang makin tinggi pada banyak sekali kasus di tanah air. Hasil penelitian di beberapa negara di dunia memperlihatkan bahwa efektifitas kiprah perempuan dalam mendorong kesejahteraan lebih berpengaruh pengaruhnya melalui kiprah dalam legislatif ketimbang eksekutif.
Merujuk pada kondisi ketika ini, dominan DPR di dunia masih didominasi oleh anggota laki-laki. Representasi perempuan di DPR rata-rata masih rendah, belum mencapai 30%. Kondisi ini mengindikasikan bahwa aturan main atau regulasi atau norma, bangunan struktur, proses kerja maupun evaluasi atas kinerja anggota DPR masih ditentukan melalui ukuran-ukuran dan kriteria yang dibentuk para bintang film pembuat kebijakan yang sebagian besar terdiri dari laki-laki. Ketika kaum perempuan mulai ikut berpartisipasi di forum perwakilan ini, dengan representasi yang terus meningkat, dirasakan bahwa aturan main, regulasi, bangunan struktur kelembagaan di parlemen, norma,proses kerja maupun evaluasi atas kinerja dan produk yang dihasilkan belum bisa mengakomodasi kepentingan mereka dan bahkan cenderung bias serta diskriminatif.
B. Kedudukan Wanita Dalam Politik Menurut Islam
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُوْلاَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمُُ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At-TAubah [9]:71)
Dalam ayat ini, Allah memposisikan sebuah kemunitas (masyarakat) sabagai amanah yang harus diemban setiap mukmin dan mukminah yang mendambakan “cahaya”, dan Allah telah memutuskan bahwa masing-masing dari mereka sebagai penanggung-jawab atas amanah tersebut, tidak ada yang dikecualikan dari mereka, baik pria maupun wanita.
Maka Allah menjelaskan bahwa setiap insane baik pria maupun wanita, mempunyai tanggung jawab terhadap seluruh komponen masyarakat, baik dalam bidang politik, ekonomi, manajerial, pemikiran, maupun social kemasyarakatan. Karenanya, bagi kaum wanita- dan ini yang hendak kita bicarakan di sini- tuganya yaitu melaksanakanya baik melalui Dewan Perwakilan Rakyat (parlemen) atau oraganisasi-organisasi social kemasyarakatan. Namun semua itu harus dilakukan dengan syarat masih berada dalam koridor yang sesuai dengan fitrah dan tingkat keilmuan perempuan sehingga memudahkan mereka untuk memahami banyak sekali persoalan, dan sesuai pula dengan kemampuan mereka untuk sanggup memberikan kritik (Amar Ma’ruf Nahi Munkar).[2]
Islam mengakui pentingnya kiprah kaum perempuan dalam kehidupan masyarakat dan dampaknya pada kehidupan politik kita. Sebaian dari hak-hak perepuan tersebuat yaitu sebagai berikut:
1. Kebebasan untuk memberikan pendapat
Metodelogi yang disusun oleh islam untuk membuat sebuah bangsa yang berhasil ini mengajak setiap anggota masyaraknya untuk saling menasehati dan bermusyawarah baik untuk pria ataupun perempuan. Allah swt berfirman:
“Dan bagi orang yang mendapatkan undangan tuhannya dan mendirikan solat sedang urusan mereka
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
Dan (bagi) orang-orang yang mendapatkan (mematuhi) undangan Rabbnya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (QS.Asy-Syuura [42]:38)
Ibnu katsier menyebutkan dalam penjelasannya sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah diantara mereka berarti bahwa mereka tidak mengeluarkan komitmen apapun perihal persoalan-persoalan menyerupai perang atau kasus yang sama-sama penting kalau tidak melalui musyawarah dulu antar mereka dan saling member nasehat satu sama lain.
2. Hak untuk mendapatkan proteksi dan perawatan
Bagi perempuan beriman yang berhijrah dari negeri kafir kemudian memeluk islam, islam telah menjain proteksi dan perawatan, dngan demikian menambahkan manfaat lainnya pada daftar hak-hak kaum perempuan. Allah swt telah memerintahkan kaum beriman untuk menolong kaum perempuan meninggalkan kampung halaman mereka lantaran melepaskan diri dari penganiayaan kaum kafir.
Kita sanggup tarik kesimpulan berikut ini:
-wajib melindungi dan menegakkan hak-hak perempuan
-wajib menjaga perempuan yang beriman dari bahaya orang kafir
-wajib membayar ganti rugi kepada suami dari perempuan yang berhijrah kalau mereka memintanya.[3]
C. Kedudukan Perempuan Sebagai Wanita Karir
1. Pandangan Islam terhadap Wanita Karier
Allah Ta’ala membuat pria dan perempuan dengan karakteristik yang berbeda. Secara alami (sunnatullah), pria mempunyai otot-otot yang kekar, kemampuan untuk melaksanakan pekerja-an yang berat, pantang menyerah, sabar dan lain-lain. Cocok dengan pekerjaan yang melelahkan dan sesuai dengan tugasnya yaitu menghidupi keluarga secara layak.
Sedangkan bentuk kesulitan yang dialami perempuan yaitu: Mengandung, melahirkan, menyusui, mengasuh dan mendidik anak, serta menstruasi yang menimbulkan kondisinya labil, selera makan berkurang, pusing-pusing, rasa sakit di perut serta melemahnya daya pikir, sebagaimana disindir di dalam Al-Qur’an ,
وَوَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَىَّ الْمَصِيرُ
Dan Kami perintahkan kepada insan (berbuat baik) kepada dua orang ibubapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman [31]:14)
Ketika dia melahirkan bayinya, dia harus beristirahat, menunggu hingga 40 hari atau 60 hari dalam kondisi sakit dan mencicipi keluhan yang demikian banyak, tetapi harus dia tanggung juga. Ditambah lagi masa menyusui dan mengasuh yang menghabiskan waktu selama dua tahun. Selama masa tersebut, si bayi menikmati makanan dan gizi yang dimakan oleh sang ibu, sehingga mengurangi staminanya.
Oleh lantaran itu, Dienul Islam menghendaki semoga perempuan melaksanakan pekerjaan/karir yang tidak bertentangan dengan kodrat kewanitaannya dan tidak mengungkung haknya di dalam bekerja, kecuali pada aspek-aspek yang sanggup menjaga kehormatan dirinya, kemuliaannya dan ketenangannya serta menjaganya dari pelecehan dan pencampakan.
Dienul Islam telah menjamin kehidupan yang senang dan tenang bagi perempuan dan tidak membuatnya perlu untuk bekerja di luar rumah dalam kondisi normal. Islam membe-bankan ke atas bahu pria untuk bekerja dengan ulet dan bersusah payah demi menghidupi keluarganya.
Maka, selagi si perempuan tidak atau belum bersuami dan tidak di dalam masa menunggu (‘iddah) lantaran diceraikan oleh suami atau ditinggal mati, maka nafkahnya dibebankan ke atas bahu orangtuanya atau anak-anaknya yang lain, menurut perincian yang disebutkan oleh para ulama fiqih kita.
Bila si perempuan ini menikah, maka sang suamilah yang mengambil alih beban dan tanggung jawab terhadap semua urusannya. Dan bila dia diceraikan, maka selama masa ‘iddah (menunggu) sang suami masih berkewajiban memperlihatkan nafkah, membayar mahar yang tertunda, memperlihatkan nafkah anak-anaknya serta membayar biaya pengasuhan dan penyusuan mereka, sedangkan si perempuan tadi tidak sedikit pun dituntut dari hal tersebut.
Selain itu, bila si perempuan tidak mempunyai orang yang bertanggung jawab terhadap kebutuhannya, maka negara Islam yang berkewajiban atas nafkahnya dari Baitul Mal kaum Muslimin.
2. Syarat Seorang Wanita Diperbolehkan Berkarier
Ada kondisi yang teramat mendesak yang mengakibatkan seorang perempuan terpaksa bekerja ke luar rumah dengan persyaratan sebagai berikut:
1. Disetujui oleh kedua orangtuanya atau wakilnya atau suaminya, alasannya yaitu persetujuannya yaitu wajib secara agama dan qadla’ (hukum).
2. Pekerjaan tersebut terhindar dari ikhtilath (berbaur dengan bukan mahram), khalwat (bersunyi-sunyi, menyendiri) dengan pria asing; Sebab ada dampak negatif yang besar. Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seo-rang pria ber-khalwat (bersunyi-sunyi, menyendiri) dengan seorang wanita, kecuali bila bersama pria (yang me-rupakan) 2mahramnya”. (HR. Bukhari).
3. Menutupi seluruh tubuhnya di hadapan pria abnormal dan menjauhi semua hal yang berindikasi fitnah, baik didalam berpakaian, berhias atau pun berwangi-wangian (menggunakan parfum).
4. Komitmen dengan akhlaq Islami dan hendaknya menampakkan keseriusan dan sungguh-sungguh di dalam berbicara, alias tidak dibuat-buat dan sengaja melunak-lunakkan suara. Firman Allah,
يَانِسَآءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَآءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَّعْرُوفًا
Hai isteri-isteri Nabi, kau sekalian tidaklah menyerupai perempuan yang lain, kalau kau bertaqwa.Maka janganlah kau tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik, (QS.Al-Ahzab [33]:32)
Hendaknya pekerjaan tersebut sesuai dengan tabi’at dan kodratnya menyerupai dalam bidang pengajaran, kebidanan, menjahit dan lain-lain.
D. Perempuan Karir Dalam Islam
Menurut Yusuf Qaradhawi ketika ditanya bolehkan bagi perempuan untuk berkarir, ia menjawab bahwa perempuan yaitu sebagaimana laki-laki. Sebagaimana firman Allah swt
(Ali-Imran : 195)… بَعْضُكُم مِّن بَعْضٍ ...
“sebagian kau yaitu turunan dari sebagian yang lain”(Ali-Imran:195)
manusia hidup pada tabiatnya berfikir dan bekerja. Jika tidak maka mereka bukan disebut sebagai manusia.
Allah membuat insan untuk bekerja, bahkan hanya untuk mengetahui siapakah yang mempunyai kerja yang terbaik. Wanita sebagaimana pria terbebani untuk bekerja(beramal). Sebagaimana firmannya
…فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّى لآَأُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى
“Tuhan mereka memperkenankan permohonannya, dengan berfirman: sesengguhnya saya tidak menyia-nyiakan amal orang-orang beriman yang beraramal diantara kamu, baik pria maupun perempuan.”(Ali-Imran:195).
Wanita merupakan separuh dari komunitas manusia. Tidak bisa dibayangkan bagaiman islam kehilangan dari separuh komunitasnya, kemudian ditanyakan sebagai agama yang jumud dan stagnan, yang hanya mengambil dari kehidupan dan yang memperlihatkan kepada kehidupannya, hanya mengkomsumsi akan tetapi tidak pernah berproduksi.
Pekerjaan perempuan yang pertama dan utama yang tidak diperdebatkan yaitu mendidik para generasi. Namun tidak mengharamkan bagi perempuan untuk bekerja diluar rumah. Sebagaiman diketahui bahwa kaidah dasar setiap acara itu hukumnya boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Jika kita memperbolehkan perempuan berkarir, maka haruslah dengan beberapa syarat sebagai berikut:
1. Pekerjaan tersebut memang disyariatkan. Artinya bukan pekerjaan haram atau membawa kepada masalah haram, menyerupai penari, pelayan bar, sekretaris langsung administrator yang mengharuskan duduk seruangan dengannya.
2. Menjaga budbahasa perempuan muslimah ketika keluar dari rumahnya, dengan menjaga cara berpakaian, berjalan, berbicara, bahkan bergerak. Allah berfirman,
…وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَيُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّمَاظَهَرَ مِنْهَا “katakanlah kepada perempuan yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya.”(An-Nur:31)
3. Pekerjaan tersebut tidak hingga melalaikan kewajiban utamanya, menyerupai kewajiban mengurus suami dan anak-anaknya. Sebab itulah pekerjaan dan kewajiban yang paling utama bagi seorang wanita.
Pemerintah hendaknya menyiapkan perangkat-perangkat berupa undang-undang tenaga kerja dan sarana pekerjaan bagi para perempuan ketika kebutuhan mendesaknya bekerja untuk kepentingan dirinya, keluarganya, atau masyarakatnya.
Diantara perangkat dan sarana yang harus disiapkan pemerintah yaitu sekolah Agama, sekolah mum, dan universitas khusus untuk kaum wanita, sehingga kaum perempuan mempunyai sarana untuk olahraga dan kesehatan fisik yang menyehatkan jiwa dan raganya. Diantaranya juga menyiapkan kepingan dan tempat khusus bagi perempuan yang bekerja dipemerintahan, yayasan atau bank sehingga menghindarkan terjadinya fitnah, serta fasilitas lainnya yang diperlukan. [4]
Pandangan Para Istri Nabi perihal Hak-Hak Politik Wanita Dan Hasrat Mereka Terhadap Kenikmatan Duniawi:
“Sesungguhnya fitrah penciptaan perempuan secara fisik dan mental berperan penting bagi urusan rumah tangga dan perkembangannya, terutama pendidikan anak. Unsur perasaan sentimental yang berlebihan membuat kiprah tersebut sesuai untuk mereka. Perasaan sentimental tersebut, sebagaimana yang terjadi cenderung mengalahkan logika dan kebijaksaan seorang manusia.”
Para istri Nabi sesudah melihat dunia dan kesenangannya, meminta kepada Nabi semoga member mereka kepingan dari harta rampasan perang, sehingga mereka bisa hidup sebagaimana istri-istri raja dengan segala kenikmatan duniawi yang diperolehnya. Tetapi Al-Quran membimbing para istri Nabi tersebut semoga kembali kepada logika dan hikmah yang terkandung didalamnya, sebagiman Allah berfirman dalam Q.S Al-Ahzab:28-29
يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلاً {} وَإِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ اْلأَخِرَةَ فَإِنَّ اللهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا
“ Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, kalau kau sekalian menginginkan kehidupan duniawi dan perhiasanya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan saya ceraikan kau dengan cara yang baik. Dan kalau kau sekalian menghendaki keridhaan Allah dan Rasulnya serta kesenangan dinegeri akhirat, maka bersama-sama Allah menyediakan bagi siapa saja yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar.” (Al-Ahzab; 28-29)
Inilah yang disebut dengan kondisi kewanitaan. Mereka cenderung dikalahkan oleh perasaan dan melemahkan logika sehat mereka. Para istri Nabi tersebut tumbuh dan berkemabng dalam bimbingan Rasulullah dan kebanyakan wahyu pun turun dirumah mereka. Namun hakikatnya istri Nabi lebih menentukan kepada kehidupan akhirat.
Kelemahan yang bersifat manusiawi bisa manimpa kaum pria dan perempuan secara bersamaan. Mengapa mereka tidak menyebutkan pendapat cemerlang yang dikeluarkan Ummu Salamah pada hari Hudaibiyah?
Bahkan mereka yang mengecap kelemahan wanita, tidakkah mereka mengutip cerita Al-Quran perihal seorang perempuan cerdas dan bijak yang berhasil membawa kaumnya kepada kebaikan dunia dan akhirat? Wanita tersebut yaitu ratu Saba’. Lihatlah kemampuannya menaklukan para penakluknya yang tiba dengan tradisi jahatnya terhadap negeri yang dimasukinya.
Mereka yang melarang perempuan duduk di parelemen mengambil dalih Al-Quran “ dan hendaklah kau tetap dirumahmu..”. Kaprikornus dimaklumi, tidak seorangpun yang membantah bahwa dalil tersebut ditunjukan kepada istri-istri Nabi yang diberikan hukumsecara khusus, lantaran beban ganjaran dosa dan pahala yang mereka dapatkan dua kali lipat daripada wanita-wanita lain., namun tetap saja ayat tersebut tidak membuat Ummu mukminin siti Aisyah sebagai perempuan yang paham sekali aturan Islam, enggan keluar dari rumahnay. Bahkan dia keluar dari kota Madinah mengadakan perjalanan menuju bashrah memimpin sebuha pasukan perang yang dikenal dengan perang jamal. Sebab, tidak mengapa bagi wanita berkarir diluar rumahnya untuk memperlihatkan faedah yang banyak bagi umat dengan tidak menghilangkan adab/ syarat islami yang telah dijelaskan sebelumnya.
E. Sejarah Pada Masa Kerasulan Tentang Wanita Karir
Sejak awal Islam telah memutuskan bahwa perempuan sama dengan pria dalam kasus kemampuan dan kedudukannya. Islam tidak mengurangi sedikitpun selamanya hak tersebut. Sebagimana bentuknya sebagi pperempuan. Karena itu, Rasulullah SAW. Meletakkan dasar kaedah penting, “Sesungguhnya perempuan pendamping atau belahan jiwa laki-laki.”[5] Sebagaimana juga ditetapkan Beliau dalam wasiatnya kepada wanita, “Aku mewasiatkan kepada kalian semoga berbuat baik kepada wanita.”[6] Betapa nasehat itu diulang-ulang dalam haji wada’. Ketika itu dia berbicara di depan umatnya.[7]
Sebagai pembuka, kita merujuk ke kitab Tahzib al-Tahzib, buku biografi periwayat hadis dalam kutub sittah. Ibnu hajar menyebutkan 240 nama perempuan periawayat hadis. Tertulis dalam buku ni abjad dan kualitas para periwayat hadis.
Seorang lulusan Al-Azhar, Rifa’ah Al-Thahtawi selepas menuntaskan jenjang pendidikan di Prancis menyeru kepada para pemudi negaranya untuk menggali ilmu. Ia berkeyaninan bahwa perempuan mempunyai hak berguru sebagaimana laki-laki.
Sejak masa nabi muhammad saw. Kaum perempuan telah berpartisipasi dalam membuatkan ilmu. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam kitabnya Al-Ishabah fi Tamyiz Ash-Shabahah menulis biografi 1.543 shahabiyah (sahabat perempuan), diantara mereka ada andal fiqh, hadis,dan sastra. Beberapa shahbiyah tercatat sebagai guru bagi para sahabar maupun tabi’in, menyerupai Aisyah, Ummu Salamah, Maimunah, Ummu Habibah dan sebagainya.
Aisyah yaitu seorang perempuan andal fiqh hingga Ibnu Hajar Al-‘asqalani mengatakan, “seperempat hukumsyar’i diambil darinya “. Wanita dari kalangan tabi’in yang populer keilmuan dan kewara’annya contohnya Fatimah binti Al-Husain bin Ali. Dalam melaksanakan kodifikasi terhadap Sirrah Nabawiyyah, Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam banyak bersandar pada riwayat darinya.
Sementara itu diwilayah islam kepingan barat, Fatimah Al-Fihriyyah Ummul Banin membangun universitas Al-Qurawiyyin di Fez pada kala ke III H. Unuversitas ini menjadi universitas pertama didunia islam, bahkan diseluruh dunia.
Selain nama-nama di atas masih banyak perempuan lainnya yang terlibat dalam membangun tradisi keilmuwan islam. Dari paparan singkat di atas kita bisa menyimpulkan bahwa pria muslim dan wanita muslimah sepanjang sejarah selalu bekerja sama dalam membangun keilmuwan dan peradaban islam.tidak ada kontradiksi mereka dalam masalah-masalah prinsip dan tidak ada diskriminasi pria terhadap wanita.
1. Para perempuan yang menjadi narasumber dan guru besar
Di masa kemudian para perempuan mempunyai murid-murud yang berdatangan dari berbgai penjuru islam ketika itu. Semua itu tidak akan terjadi kalau para perempuan tersebut tidak mempunyai kemampuan yang tidak memadai dan cukup terkenal.
Tercatat dalam buku sejarah sebagai pola kecil yaitu Aisyah Binti Muhammad (lahir pada 723 H) dan Fatimah Binti Muhammad. Kedua syikhah ini yaitu abang berdik yang merupakan guru besar Ibnu Hajar.
2. Para mufti wanita
Mufti yaitu pakar fiqh yang menjelaskan aturan syar’i dalam sebuah permasalahan. secara umum seorang mufti harus jujur dan berilmu.
Ternyata perempuan dimasa kemudian sangat bermutu dan menjadirujukan umat. Penyambung pengecap Rasulullah dan sahabt, serta orang-orang soleh. Sebagai pola dalam sejarah islam antara lain, Amatulwahid binti Husain, Ummu Isa, dan Aisyah binti Yusuf.
3. Para perempuan yang mempunyai karya tulis
Di anatra beberapa perempuan yang sempat menulis buku dengan tangannya sendiri, diterangi cahaya api seadanya dan setiap sela kesibukan membina rumah tangganya adalah:
a. Maryam binti Muhammad (719-805H/1319-1402M)
Guru besar dari Ibnu Hajar, berasal dari syiria, menulis buku dalam hadis berjudul Al-Mu’jam, 1 jilid.
b. Dahma’ binti Yahya (wafat 837H/1434M)
Seorang andal ilmu fiqh, ilmu waris, dan penyair handal. Berasal dari yaman, menulis buku dalam fiqh mazhab zaidiyah, ilmu waris dan syair. Hasil karyanya Syarh li Al-Azhar (4 jilid), syarh Mandzumah Al-Kufi dan lainnya.
c. Hamidah binti Muhammad (wafat 1087H/1676M)
Seorang pakar dalam ilmu hadis, menulis kritik perihal beberapa buku hadis, diantaranyan Al-Istibshar li Al-Syaikh Al-Thusi.
Peran aktif muslimah dalam khazanah keilmuanterukir indah sepanjang sejarah. Tidak jarang wafatnya seorang muslimah membawa dampa yang sangat besar yang tidak sanggup diabaikan.
4. Para perempuan yang berperan aktif dalam poltik
Didunia islam masa lalu, peranan perempuan dalam pengaturan negara juga tidak dalam bentuk jabatan resmi kepemimpinan, tetapi pengaruhnya sangat dirasakan oleh masyarakat ketika itu, semua mengisyaratkan bahwa dalam kondisi darurat, perempuan harus mengambil tindakan dan berpangku tangan.
a. Al-Adir Al-Karimah (wafat 762H/1361M)
Ia yaitu ibu dari Sulthan Al-Mujtahid (penguasa yaman), berotak cemerlang, berjiwa kepemimpinan,dermawan dan berkemauan kuat. Saat putra dia dipenjarakan di Mesir, Yaman kacau dan hampir timbul pemberontakan, dengan sigap dia mengambil alih kepemimpinan, hingga Sulthan kembali ke yaman.
5. Para perempuan senang memberi yang bergerak dalam bidang sosial dan kesejahteraan umat.
Pribadi-pribadi senang memberi yang aktif berkorban, memperlihatkan perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat yaitu wanita-wanita istimewa yang berjiwa besar, diantaranya adalah: Zainab binti AliBerasal dari Mesir, seorang perempuan berwibawa, disegani oleh pembesar kerajaan, ditaati perintahnya. Memiliki kekayaan yang berlimpah dan sebagian hartnya dipakai untuk membangun panti-panti untuk janda.[8]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Melihat kontek sekrang para pihak perempuan telah banyak memasuki ruang-ruang dalam politik dalam pemerintahan. Pemerintahan telah mengupayakan banyak sekali hal untuk memenuhi hak-hak kaum perempuan dalam bidang politik dengan menyediakan dan membebasi kepada kaum perempuan mendapatkan kursi-kursi di DPR dan pemberian pekerjaan dalam pemerintahan baik kementerian dan lain sebagainya.
2. Perempuan dalam Islam dibolehkan untuk berkecimbung di bidang politik asalkan dilakukan dengan syarat masih berada dalam koridor yang sesuai dengan fitrah dan tingkat keilmuan perempuan sehingga memudahkan mereka untuk memahami banyak sekali persoalan, dan sesuai pula dengan kemampuan mereka untuk sanggup memberikan kritik.
3. Allah Ta’ala membuat pria dan perempuan dengan karakteristik yang berbeda. Secara alami (sunnatullah), pria mempunyai otot-otot yang kekar, kemampuan untuk melaksanakan pekerja-an yang berat, pantang menyerah, sabar dan lain-lain.
4. Allah membuat insan untuk bekerja, bahkan hanya untuk mengetahui siapakah yang mempunyai kerja yang terbaik. Wanita sebagaimana pria terbebani untuk bekerja(beramal).
5. Sejak awal Islam telah memutuskan bahwa perempuan sama dengan pria dalam kasus kemampuan dan kedudukannya. Islam tidak mengurangi sedikitpun selamanya hak tersebut. Sebagimana bentuknya sebagai perempuan.
B. Saran
1. Dengan selesainya makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut andil dalam penulisan makalah ini, semoga makalah ini sanggup bermanfaat. Dan tidak lupa kami menyadari bahwa dari penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan, dari itu saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan perhatikan
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahan
Al-Bukhari, Muhammad Bin Ismail Abu Abdullah Al-Ja’fi: Al-Jami’ Ash-Shahih Al-Mukhtashar, Tahqiq oleh Mustafa Dib Al-Bugha, Dar Ibnu Al-Katsir, Yamamah, Beirut, Cet. III, 1407 H/1987 M.
Al-Iman Al-Hafiz Imamuddin Abu Al-Fida Ismail Ibnu Katsier, Tafsir Alquran Al Adzim, jil.4, Mekkah Al-Munawaarah, Beirut, Daar Al Baaz, Abbas Ahmad AL-Bax, Daar Al-Marifah, 1388 H/1969.
At-Tirmizi, Muhammad Bin Isa Abu Isa As-Salami: Al-Jami’ Ash-Shahih, Tahqiq oleh Ahmad Muhammad Syakir dan yang lain, Dar Ihya’ At-Turats Al-A’rabi, Beirut.
Dr.Amru Abdul Karim Sa’dawi, Wanita Dalam Fiqh Al-Qaradhawi,Qathrunwada, Mesir, 2009
Muhammad Ustman Al-Khasty, Kitab Fikih Wanita Empat 4 Mazhab Untuk Seluruh Muslimah, Jakarta: Kunci Iman, 2014
Raghib As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015.
Thoborani.M Cendekiawan Muslim dan Penemuan-Penemuan Paling Brilian, Jogyakarta:Titan, 2000
UNDP Indonesia, Partisipasi Perempuan Dalam Politik Dan Pemerintah, Jakarta: UNDP Indonesia 2010.
[1] UNDP Indonesia, Partisipasi Perempuan Dalam Politik Dan Pemerintah, (Jakarta: UNDP Indonesia 2010), hal. 3-4.
[2] Muhammad Ustman Al-Khasty, Kitab Fikih Wanita Empat 4 Mazhab Untuk Seluruh Muslimah, (Jakarta: Kunci Iman, 2014), hal. 523-524.
[3] Al-Iman Al-Hafiz Imamuddin Abu Al-Fida Ismail Ibnu Katsier, Tafsir Alquran Al Adzim, jil.4, Mekkah Al-Munawaarah, Beirut, Daar Al Baaz, Abbas Ahmad AL-Bax, Daar Al-Marifah, 1388 H/1969, hal 118
[4]Dr.Amru Abdul Karim Sa’dawi, Wanita Dalam Fiqh Al-Qaradhawi,(Qathrunwada, Mesir, 2009)hal:269-272.
[5] HR. At-Tirmizi, Abwab Ath-Thaharah, Bab Maa Jaa fiman yastaiqithu Fayara Balalan (113)
[6] HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Kitab An-Nikah, Bab Al-Washaya bin Nisa (4890).
[7] Raghib As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015), hal. 74.
[8] Thoborani.M Cendekiawan Muslim dan Penemuan-Penemuan Paling (Brilian, Jogyakarta:Titan, 2000) hal. 68-89
Belum ada Komentar untuk "Download Makalah Kedudukan Perempuan Dalam Ranah Politik Dalam Presfektif Islam"
Posting Komentar