Download Makalah Cara Merumuskan Perbuatan Pidana, Jenis-Jenis Dan Subjek Tindak Pidana

1. Dilihat dari sudut cara pencantuman unsur-unsur kualifikasi tindak pidana. Dari sudut ini sanggup dilihat bahwa setidak-tidaknya ada tiga cara perumusan perbuatan pidana yaitu:
a. Mencantumkan unsur pokok, kualifikasi dan bahaya pidana. Cara yang pertama ini ialah merupakan cara yang paling sempurna. Cara ini dipakai terutama dalam hal merumuskan tindak pidana dalam bentuk pokok atau standar, dengan mencantumkan unsur-unsur objektif maupun subjektif, contohnya pasal 338 (pembunuhan), 362 (pencurian), 368 (pengancaman), 369 (pemerasan), 372 (penggelapan), 378 (penipuan), 406 (pengrusakan).
b. Mencantumkan semua unsur pokok tanpa kualifikasi dan mencantumkan bahaya pidana. Cara inilah yang paling banyak dipakai dalam merumuskan tindak pidana dalam KUHP. Tindak pidana yang menyebutkan unsur-unsur pokok tanpa menyebut kualifikasi, dalam praktek adakala terhadap suatu rumusan diberi kualifikasi tertentu, contohnya terhadap tindak pidana pada pasal 242 diberi kualifikasi sumpah palsu, stellionaat (385), penghasutan (!60), laporan palsu (220), membuang anak (305), pembunuhan anak (341), penggelapan oleh pegawai negeri (415).
c. Mencantumkan kualifikasi dan bahaya pidana. Tindak pidana yang dirumuskan dengan cara ini ialah yang paling sedikit. Model perumusan ini sanggup dianggap sebagai perkecualian. Tindak pidana yang dirumuskan dengan cara yang sangat singkat ini dilator belakangi oleh rasio tertentu, contohnya pada kejahatan penganiayaan (351), yang dirumuskan dengan sangat singkat yakni: “ penganiayaan (mis hundeling) diancam dengan pdana penjara paling usang dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak 4500 rupiah”.
2. Dilihat dari sudut titik beratnya larangan, dari sudut ini maka ada dua cara merumuskan tindak pidana yaitu:
a. Cara formil
Disebut dengan cara formil alasannya ialah dalam rumusan dicantumkan secara tegas perihal melaksanakan larangan perbuatan tertentu. Kaprikornus yang menjadi pokok larangan dalam rumusan itu ialah melaksanakan perbuatan tertentu. Tindak pidana yang dirumuskan secara formil ini disebut dengan tindak pidana formil (Formeel Delict). Contoh tindakan pidana formal adalah:
1. Pencurian yang dalam pasal 362 kitab undang-undang hukum pidana dirumuskan sebagai perbuatan yang berwujud “mengambil barang” tanpa disebutkan jawaban tertentu dari pengambilan barang itu.
2. Memalsukan surat yang dalam pasal 263 kitab undang-undang hukum pidana dirumuskan sebagai perbuatan yang berwujud menciptakan surat palsu, tanpa disebutkan jawaban penentu dari penulisan surat palsu itu.
b. Cara materiil
Disebut dengan rumusan materiil alasannya ialah yang menjadi pokok larangan tindak pidana ialah pada menimbulkan jawaban tertentu. Titik beratnya larangan ialah para menimbulkan akibat, sedang wujud erbuatan yang menimbulkan jawaban itu tidak menjadi persoalan. Tindak pidana yang dirumuskan dengan cara materiil disebut dengan tindak pidana materiil (Materiil Delict). Contoh tindakan pidana material ialah :
1. Pembunuhan dalam pasal 338 kitab undang-undang hukum pidana dirumuskan sebagai perbuatan yang menimbulkan matinya orang lain, tanpa disebutkan wujud dari perbuatan itu.
2. Pembakaran rumah dengan segaja dalam pasal 187 kitab undang-undang hukum pidana dirumuskan sebagai menimbulkan kebakaran dengan segaja tanpa disebut wujud dari perbuatan itu.
3. Dilihat dari sudut pembedaan tindak pidana antara bentuk pokok, bentuk yang lebih berat dan yang lebih ringan.
a. Perumusan dalam bentuk pokok
Dalam hal bentuk pokok pembentuk Undang-undang selalu merumuskan secara sempurna, yaitu dengan mencantumkan semua unsur-unsurnya dengan secara lengkap. Dengan demikian rumsuan bentuk pokok ini merupakan pengertian yuridis dari tindak pidana itu, contohnya pasal 338, 362, 372, 378, 269, dan 406.
Pasal 338:
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam alasannya ialah pembunuhan dengan pidana penjara paling usang lima belas tahun.
Pasal 362:
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam alasannya ialah pencurian, dengan pidana penjara paling usang lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Pasal 378:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menggunakan nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau semoga memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam alasannya ialah penipuan dengan pidana penjara paling usang empat tahun.
b. Perumusan dalam bentuk yang diperingankan dan yang diperberat
Rumusan dalam bentuk yang lebih berat dan atau yang lebih ringan dari tindak pidana yang bersangkutan, unsur-unsur bentuk pokoknya tidak diulang kembali atau dirumuskan kembali, melainkan menyebut pasal bentuk pokok saja (misalnya : 364, 373, 379).
Pasal 364:
Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitupun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, kalau harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam alasannya ialah pencurian ringan dengan pidana penjara paling usang tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.
Atau kualifikasi bentuk pokok (misalnya : 339, 363, 365). Kemudian menyebut unsur-unsur yang mengakibatkan diperingan dan diperberatkan tindak pidana itu.
Pasal 339:
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun akseptor lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling usang dua puluh tahun.
Perumusan tindak pidana sanggup dilakukan secara formal dan materil, berbeda dengan pembedaan tindak pidana-tindak pidana dimana dalam kenyataanya sifatnya masing-masing memang berbeda.[2]
Kerena semua norma yang disertai bahaya pidana bermaksud melindungi kepentingan, yaitu kepentingan oknum (Hukum Perdata) atau kepentingan negara (Hukum Tata Negara) atau kepentingan umum lainnya (Hukum Tata Usaha Negara), maka pelanggaran norma itu selalu menyebutkan kerugian pada kepentingan itu. Maka, sanggup dikatakan bahwa semua tindakan pidana selalu menimbulkan suatu hal yang tidak baik. Jadi, bagaimanapun cara perumusannya dalam ketentuan aturan pidana, setiap tindak pidana menimbulkan kerugian pada suatu kepentingan. Dalam hal pencurian, contohnya jawaban yang merupakan alasan pencurian tidak diperbolehkan ialah bahwa pemilik dari barang yang dicuri itu dirugikan dalam harta bendanya. Dengan demikian, lebih tepatnya apabila penggolongan ini dinamakan penggolongan “tindakan pidana dengan perumusan secara material” dan “tindakan pidana dengan perumusan secara formal”. Materi berarti “isi” dan form berarti “wujud”, maka dalam tindak pidana material dirumuskan isi berupa jawaban yang dilarang, sedangkan dalam tindak pidana formal dirumuskanwujud berupa perbuatan tertentu.[3]
B. Jenis Delik (Tindak Pidana):
Berberatus-ratus perbuatan diancam dengan hukuman, untuk mendapat suatu ikhtisar perihal segala perbuatan itu, maka perlu delik-delik atau tindak pidana tersebut dibagi menjadi beberapa jenis yang setiap jenisnya mengandung beberapa delik yang bersamaan perihal satu sifat. Adapun pembagian jenis-jenis tindak pidana yaitu:[4]
1. Menurut System KUHP, dibedakan antara Kejahatan (dimuat dalam Buku II) dan Pelanggaran (dimuat dalam Buku III).
Disebut dengan rechtsdelicten atau tindak pidana hukum, yang artinya sifat tercelanya itu tidak semata-mata pada dimuatnya dalam UU melainkan memang intinya telah menempel sifat terlarang sebelum memuatnya dalam rumusan tindak pidana dalam UU. Walaupun sebelum dimuat dala UU pada kejahatan telah mengandung sifat tercela (melawan hukum), yakni pada masyarakat, jadi berupa melawan aturan materiil. Sebaliknya, wetsdelicten sifat tercelanya suatu perbuatan itu terletak pada setelah dimuatnya sebagai demikian dalam UU. Sumber tercelanya wetsdelicten adalah UU.
Dasar pembeda itu mempunyai titik lemah karna tidak menjamin bahwa seluruh kejahatan dalam buku II itu bersifat demikian, atau seluruh pelanggaran dalam buku III mengandung sifat terlarang alasannya ialah dimuatnya dalam UU.[5]
Contoh-contohnya:
a. Kejahatan (buku II): penghinaan, kejahatan terhadap nyawa, penganiayaan, pencurian.
b. Pelanggaran (buku III): pelanggaran jabatan, pelanggaran pelayaran, pelanggaran kesusilaan, pelanggaran ketertiban umum.
Berikut beberapa perbedaan antara buku II dan buku III.:
No. | Perbedaan | Kejahatan | Pelanggaran |
1 | Percobaan | Dipidana | Tidak dipidana |
2 | Membantu | Dipidana | Tidak dipidana |
3 | Daluwarsa | Lebih Panjang | Lebih Pendek |
4 | Delik Aduan | Ada | Tidak Ada |
Didalam ilmu pengetahuan aturan pidana selanjutnya masih terdapat sejumlah pembagian-pembagiannya dari tindak pidana diantaranya:[6]
2. Berdasarkan Perumusannya yaitu: Delik formil dan delik materiil (delik dengan perumusan secara formil dan delik dengan perumusan secara materiil)
a. Delik formil itu ialah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang. Delik tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan ibarat tercantum dalam rumusan delik. Misal : penghasutan (pasal 160 KUHP), di muka umum menyatakan perasaan kebencian, permusuhan atau penghinaan kepada salah satu atau lebih golongan rakyat di Indonesia (pasal 156 KUHP); penyuapan (pasal 209, 210 KUHP); sumpah palsu (pasal 242 KUHP); pemalsuan surat (pasal 263 KUHP); pencurian (pasal 362 KUHP).
b. Delik materiil ialah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada jawaban yang tidak dikehendaki (dilarang). Delik ini gres selesai apabila jawaban yang tidak dikehendaki itu telah terjadi. Kalau belum maka paling banyak hanya ada percobaan. Misal : pembakaran (pasal 187 KUHP), penipuan (pasal 378 KUHP), pembunuhan (pasal 338 KUHP). Batas antara delik formil dan materiil tidak tajam contohnya pasal 362.
3. Tindak Pidana Berdasarkan Cara Melakukannya, Delik commisionis, delik ommisionis dan delik commisionis per ommisionen commissa
a. Delik commisionis : delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, ialah berbuat sesuatu yang dilarang, pencurian, penggelapan, penipuan. Ini termasuk tindak pidana aktif.
b. Delik ommisionis : delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah, ialah tidak melaksanakan sesuatu yang diperintahkan / yang diharuskan, misal : tidak menghadap sebagai saksi di muka pengadilan (pasal 522 KUHP), tidak menolong orang yang memerlukan pertolongan (pasal 531 KUHP). Termasuk dalam tindak pidana pasif yang murni.
c. Delik commisionis per ommisionen commissa : delik yang berupa pelanggaran larangan (dus delik commissionis), akan tetapi sanggup dilakukan dengan cara tidak berbuat. Misal : seorang ibu yang membunuh anaknya dengan tidak memberi air susu (pasal 338, 340 KUHP), seorang penjaga wissel yang mengakibatkan kecelakaan kereta api dengan sengaja tidak memindahkan wissel (pasal 194 KUHP). Jenis tindak pidana yang pasif tidak murni.
4. Tindak Pidana Berdasarkan Kesalahan berupa Delik dolus dan delik culpa (doleuse en culpose delicten)
a. Delik dolus : delik yang memuat unsur kesengajaan, misal : pasal-pasal 187, 197, 245, 263, 310, 338 KUHP
b. Delik culpa : delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur, misal : pasal 195, 197, 201, 203, 231 ayat 4 dan pasal 359, 360 KUHP.
5. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan dibedakan antara Delik tunggal dan delik berantai (enkelvoudige en samenge-stelde delicten)
a. Delik tunggal : delik yang cukup dilakukan dengan perbuatan satu kali.
b. Delik berangkai : delik yang gres merupakan delik, apabila dilakukan beberapa kali perbuatan, misal : pasal 481 (penadahan sebagai kebiasaan)
6. Berdasarkan ketika dan jangka waktu terjadinya, dibedakan menjadi Delik yang berlangsung terus dan delik selesai (voordurende en aflopende delicten)
Delik yang berlangsung terus : delik yang mempunyai ciri bahwa keadaan terlarang itu berlangsung terus, mengandung sesuatu hal yang diancam hukuman. Selama hal itu tidak berakhir selama itu delik berlaku terus. misal pasal 221: dengan sengaja menyembunyikan seseorang sedangkan ia mengetahui yang disembunyikan tersebut dituntut dan dicari alasannya ialah sesuatu pidana. Sedangkan delik selesai ialah perbuatan-perbuatan yang selesai setelah perbuatan yang dihentikan habis dikerjakan atau setelah jawaban yang dihentikan timbul. Kebanyakan delik bersifat berakhir atau selesai terus.
7. Delik aduan dan delik biasa (klachtdelicten en gewone delicten)
Tindak pidana biasa ialah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan pidana tidak disyaratkan adanya aduan dari yang berhak. Sedangkan delik aduan ialah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan pidana disyaratkan adanya aduan dari yang berhak.
Delik aduan dibedakan berdasarkan sifatnya, sebagai :
a. Delik aduan yang absolut, ialah misal: pasal 284, 310, 332. Delik-delik ini berdasarkan sifatnya hanya sanggup dituntut berdasarkan pengaduan.
b. Delik aduan yang relative ialah misal: pasal 367, disebut relatif alasannya ialah dalam delik-delik ini ada relasi istimewa antara si pembuat dan orang yang terkena.
Contoh-contohnya:
a. Delik biasa: pembunuhan (338) dan lain-lain.
b. Delik aduan: pencemaran (310), fitnah (311), dan lain-lain.
8. Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan dibedakan antara Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya / peringannya (eenvoudige dan gequalificeerde / geprevisilierde delicten)
Delik yang ada pemberatannya, misal : penganiayaan yang mengakibatkan luka berat atau matinya orang (pasal 351 ayat 2, 3 KUHP), pencurian pada waktu malam hari dsb. (pasal 363). Ada delik yang bahaya pidananya diperingan alasannya ialah dilakukan dalam keadaan tertentu, misal : pembunuhan kanak-kanak (pasal 341 KUHP). Delik ini disebut “geprivelegeerd delict”. Delik sederhana; misal : penganiayaan (pasal 351 KUHP), pencurian (pasal 362 KUHP).
9. Jenis tindak pidana dari subjek hukumnya terdiri dari Delik Communia dan delik propria
Jika dilihat dari sudut subjek hukumnya, tindak pidana itu sanggup dibedakan antara tindak pidana yang sanggup dilakukan oleh semua orang (delictacommunia ) dan tindak pidana yang hanya sanggup dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu (delicta propria).
Pada umumnya, itu dibuat untuk berlaku kepada semua orang. Akan tetapi, ada perbuatan-perbuatan tertentu yang hanya sanggup dilakukan oleh orang-orang yang berkualitas tertentu saja.
Contoh-contohnya:
Delik communia: pembunuhan (338), penganiayaan (351) dan lain-lain.
Delik propria: pegawai negri (pada kejahatan jabatan), nakhoda (pada kejahatan pelayaran).
10. Tindak pidana berdasarkan sumbernya terdiri dari Delik Umum dan Delik Khusus
Tindak pidana umum ialah semua tindak pidana yang dimuat dalam KHUP sebagai kodifikasi aturan ppdn materiil. Sementara itu tindak pidana khusus ialah semua tindak pidana yang terdapat dalam kodifikasi tersebut.
Walaupun telah ada kodifikasi (KUHP), tetapi adanya tindak pidana diluar KHUP merupakan suatu keharusan yang tidak sanggup dihindari. Perbuatan-perbuatan tertentu yang dinilai merugikan masyarakat dan patut diancam dengan pidana itu terus berkembang, sesuai dengan perkembangan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan, yang tidak cukup efektif dengan hanya menambahkannya pada kodifikasi (KUHP). Tindak pidana diluar kitab undang-undang hukum pidana tersebar didalam banyak sekali peraturan perundang-undangan yang ada. Peraturan perundang-undangan itu berupa peraturan perundang-undangan pidana.
Contoh-contohnya:
a. Delik umum: KUHP.
b. Delik khusus: UU No. 31 Tahun 1999 perihal tindak pidana korupsi, UU No. 5 Tahun 1997 perihal psikotropika.
11. Berdasarkan kepentingan aturan yang dilindungi maka tindak pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan aturan yang dilindungi.
Seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagianya.
C. Subyek Tindak Pidana
Terkait dengan subjek tindak pidana perlu dijelaskan, pertanggungjawaban pidana bersifat pribadi. Artinya, barangsiapa melaksanakan tindak pidana, maka ia harus bertanggung jawab, sepanjang pada diri orang tersebut tidak ditemukan dasar penghapus pidana.[7] Selanjutnya, dalam pidana dikenal juga adanya konsep penyertaan (deelneming). Konsep penyertaan ini berarti ada dua orang atau lebih mengambil pecahan untuk mewujudkan atau melaksanakan tindak pidana. Menjadi persoalan, siapa dan bagaimana konsep pertanggung jawaban pidana, dalam aturan pidana kualifikasi pelaku (subjek) tindak pidana diatur dalam Pasal 55-56 KUHP.
Dalam kitab undang-undang hukum pidana terdapat terdapat lima bentuk, yaitu sebagai berikut.[8]
a. Mereka yang melaksanakan (dader). Satu orang atau lebih yang melaksanakan tindak pidana.
b. Menyuruh melaksanakan (doen plegen). Dalam bentuk menyuruh-melakukan, penyuruh tidak melaksanakan sendiri secara eksklusif suatu tindak pidana, melainkan (menyuruh) orang lain.
c. Mereka yang turut serta (medeplegen). Adalah seseorang yang mempunyai niat sama dengan niat orang lain, sehingga mereka sama-sama mempunyai kepentingan dan turut melaksanakan tindak pidana yang diinginkan.
d. Penggerakan (uitlokking). Penggerakan atau dikenal juga sebagai Uitlokking unsur perbuatan orang lain melaksanakan perbuatan dengan cara menunjukkan atau menjanjikan sesuatu, dengan bahaya kekerasan, penyesatan, menyalahgunakan martabat dan kekuasaan beserta pemberian kesempatan, sebagiamana diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana Pasal 55 ayat 1 angka 2.
e. Pembantuan (medeplichtigheid). Pada pembantuan pihak yang melaksanakan membantu mengetahui akan jenis kejahatan yang akan ia bantu.
Kesimpulan
Dari pemaparan bahan diatas, maka sanggup diambil kesimpulan sebagai berikut:
Cara perumusan perbuatan pidana yaitu:
1. Dilihat dari sudut cara pencantuman unsur-unsur kualifikasi tindak pidana yaitu:
a. Mencantumkan unsur pokok, kualifikasi dan bahaya pidana.
b. Mencantumkan semua unsur pokok tanpa kualifikasi dan mencantumkan bahaya pidana.
c. Mencantumkan kualifikasi dan bahaya pidana.
2. Dilihat dari sudut titik beratnya larangan, dari sudut ini maka ada dua cara merumuskan tindak pidana yaitu:
a. Cara formil dan materiil
3. Dilihat dari sudut pembedaan tindak pidana antara bentuk pokok, bentuk yang lebih berat dan yang lebih ringan.
a. Perumusan dalam bentuk pokok
b. Perumusan dalam bentuk yang diperingankan dan yang diperberat
Jenis-jenis tindak pidana:
1. Menurut System KUHP, dibedakan antara Kejahatan (dimuat dalam Buku II) dan Pelanggaran (dimuat dalam Buku III).
2. Berdasarkan Perumusannya yaitu: Delik formil dan delik materiil (delik dengan perumusan secara formil dan delik dengan perumusan secara materiil)
3. Tindak Pidana Berdasarkan Cara Melakukannya, Delik commisionis, delik ommisionis dan delik commisionis per ommisionen commissa.
4. Tindak Pidana Berdasarkan Kesalahan berupa Delik dolus dan delik culpa (doleuse en culpose delicten)
5. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan dibedakan antara Delik tunggal dan delik berantai (enkelvoudige en samenge-stelde delicten)
Subjek hukum:
Dalam kitab undang-undang hukum pidana terdapat terdapat lima bentuk, yaitu sebagai berikut.
a. Mereka yang melaksanakan (dader). Satu orang atau lebih yang melaksanakan tindak pidana.
b. Menyuruh melaksanakan (doen plegen). Dalam bentuk menyuruh-melakukan, penyuruh tidak melaksanakan sendiri secara eksklusif suatu tindak pidana, melainkan (menyuruh) orang lain.
c. Mereka yang turut serta (medeplegen). Adalah seseorang yang mempunyai niat sama dengan niat orang lain, sehingga mereka sama-sama mempunyai kepentingan dan turut melaksanakan tindak pidana yang diinginkan.
d. Penggerakan (uitlokking). Penggerakan atau dikenal juga sebagai Uitlokking unsur perbuatan orang lain melaksanakan perbuatan dengan cara menunjukkan atau menjanjikan sesuatu, dengan bahaya kekerasan, penyesatan, menyalahgunakan martabat dan kekuasaan beserta pemberian kesempatan, sebagiamana diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana Pasal 55 ayat 1 angka 2.
e. Pembantuan (medeplichtigheid). Pada pembantuan pihak yang melaksanakan membantu mengetahui akan jenis kejahatan yang akan ia bantu
Contoh Kasus:
Liputan6.com, Solo: Seorang perjaka asal Sumber, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Rabu (7/7), dibekuk polisi karena diduga kerap memeras di rumah keluarga artis dan komedian Nunung “Srimulat”. Pemuda berjulukan Andi Rismanto alias Ambon yang dikenal sebagai preman kampung meminta jatah Rp 150 ribu per ahad dengan alasan iuran keamanan.
Saat dimintai keterangan, ia hanya sanggup tertunduk lesu. Pemuda bertato ini ditangkap abdnegara Kepolisian Sektor Banjarsari, menyusul laporan salah seorang kerabat Nunung. Dari keterangan saksi, tersangka sering memeras di rumah keluarga tersebut. Jika tidak dituruti, maka pelaku tidak segan melaksanakan kekerasan.
Perilaku tersangka pun dianggap meresahkan. Tidak hanya keluarga Nunung “Srimulat” yang menjadi korban, tapi juga warga lain di daerah tersebut. Dari akreditasi tersangka, uang yang diperoleh dipakai untuk membeli rokok dan minuman keras.
Selain menangkap tersangka, polisi menyita barang bukti uang sebesar Rp 20 ribu dan kartu tanda penduduk milik tersangka. Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal pemerasan dengan bahaya eksekusi maksimal sembilan tahun penjara.(BJK/ANS)
Analisis
A. Cara Merumuskan Perbuatan Pidana
Dalam cara merumuskan perbuatan pidana untuk perkara diatas, apabila dilihat sudut cara pencantuman unsur-unsur kualifikasi tindak pidana, maka dalam perkara ini merupakan pecahan dari cara merumuskan perbuatan pidana yang mencantumkan unsur pokok, kualifikasi dan bahaya pidana. Cara yang pertama ini ialah merupakan cara yang paling sempurna. Cara ini dipakai terutama dalam hal merumuskan tindak pidana dalam bentuk pokok atau standar, dengan mencantumkan unsur-unsur objektif maupun subjektif. Karena dalam perkara tersebut diatas merupakan pecahan perkara pemerasan yang didalam KUHPidana terdapat dalam pasal 368. Dalam ketentuan Pasal 368 kitab undang-undang hukum pidana tindak pidana pemerasan dirumuskan dengan rumusan sebagai berikut :
1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau bahaya kekerasan, untuk menunjukkan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian ialah milik orang lain, atau semoga menunjukkan hutang maupun menghapus piutang, diancam, alasannya ialah pemerasan, dengan pidana penjara paling usang sembilan tahun.
2. Ketentuan Pasal 365 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) berlaku dalam tindak pidana ini.
Dilihat dari sudut titik beratnya larangan, maka dalam perkara diatas dalam cara merumuskan perbuatan pidana menggunakan cara formil. Disebut demikian alasannya ialah dalam rumusan dicantumkan secara tegas perihal melaksanakan larangan perbuatan tertentu. Kaprikornus yang menjadi pokok larangan dalam rumusan itu ialah melaksanakan perbuatan tertentu. Tindak pidana yang dirumuskan secara formil ini disebut dengan tindak pidana formil (Formeel Delict).dalam perkara pemerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban merupakan perkara pemerasan yang dalam pasal 368 kitab undang-undang hukum pidana dirumuskan sebagai perbuatan yang berwujud “menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau bahaya kekerasan, untuk menunjukkan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian ialah milik orang lain, atau semoga menunjukkan hutang maupun menghapus piutang” yang tidak disebutkan jawaban tertentu dari pemaksaan tersebut.
Dan kalau dilihat dari sudut pembedaan tindak pidana antara bentuk pokok, bentuk yang lebih berat dan yang lebih ringan. Maka dalam perkara ini merupakan perumusan dalam bentuk pokok. Dimana dalam hal bentuk pokok pembentuk Undang-undang selalu merumuskan secara sempurna, yaitu dengan mencantumkan semua unsur-unsurnya dengan secara lengkap. Dengan demikian rumusuan bentuk pokok ini merupakan pengertian yuridis dari tindak pidana itu. Dan dalam kitab undang-undang hukum pidana sendiri perkara mengenai pemerasan ini dicantumkan semua unsur-unsurnya dengan secara tepat (mencantumkan semua unsur-unsurnya).
B. Jenis Dan Subyek Tindak Pidana
1. Menurut sistem KUHP, maka tindak pidana tersebut di atas termasuk dalam jenis tindak pidana kejahatan alasannya ialah di dalamnya mengandung sifat tercela (melawan hukum) yaitu merugikan korban dengan memeras harta korban dan meresahkan masyarakat.
2. Berdasarkan perumusannya, tindak pidana pemerasan yang mana termasuk dalam Pasal 368 kitab undang-undang hukum pidana itu termasuk dalam delik formil alasannya ialah perumusannya dititikberatkan pada perbuatan yang dihentikan yang tercantum dalam rumusan delik tersebut, yaitu “memaksa orang lain dengan kekerasan atau bahaya kekerasan, untuk menunjukkan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian ialah milik orang lain, atau semoga menunjukkan hutang maupun menghapus piutang”.
3. Jika berdasarkan cara melakukannya, tindak pidana dalam perkara tersebut termasuk dalam kategori delik commisionis yaitu berbuat sesuatu yang dilarang, yaitu pemerasan yang mana disebut juga tindak pidana aktif alasannya ialah dilakukan oleh pelaku sendiri.
4. Jika dilihat dari segi kesalahan, maka tindak pidana pemerasan tersebut termasuk dalam delik dolus atau memuat unsur kesengajaan alasannya ialah ada niatan dari pelaku untuk memeras harta korban.
5. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatau larangan, maka jenis tindak pidana tersebut termasuk dalam delik tunggal alasannya ialah dilakukan dengan perbuatan satu kali.
6. Berdasarkan ketika dan jangka waktu terjadinya, tindak pidana pemerasan yang dilakukan pelaku ini termasuk dalam jenis delik selesai alasannya ialah perbuatannya selesai setelah perbuatan yang dihentikan itu usai dikerjakan.
7. Dilihat dari jenis delik aduan atau delik biasa, maka pemerasan tersebut termasu dalam delik aduan alasannya ialah tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku itu telah diadukan kepada pihak kepolisian.
8. Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, tindak pidana pemerasan termasuk dalam jenis delik sederhana.
9. Dalam jenis tindak pidana kalau dilihat dari segi subjek hukumnya, maka tindak pidana pemerasan termasuk dalam jenis delik communia alasannya ialah tindak pidana tersebut sanggup dilakukan oleh semua orang, tidak hanya dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu.
10. Jika berdasarkan sumbernya, tindak pidana pemerasa termasuk dalam jenis delik umum alasannya ialah tindak pidana tersebut dimuat dalam kitab undang-undang hukum pidana yaitu dalam Pasal 368 KUHP.
11. Terkait dengan subjek tindak pidana dalam perkara pemerasan tersebut ialah dader (mereka yang melakukan), alasannya ialah pelaku dalam tindak pidana pemerasan ini hanya dilakukan oleh satu orang tanpa ada pertolongan atau tugas pelaku yang lainnya.
[3] Wirjono Prodjodikoro, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama), hlm 36-38
[4] C.S.T. Kansil, dan Christine S.T. Kansil, Hukum Pidana, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 166
[6] Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian II Fenafsiran Hukum Pidana,Dasar Peniaadaan,pemberat dan peringan,kejahatan aduan,perbarengan dan anutan kausalitas, ( Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 117-119
[8] R. Soesilo, KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) Serta Komentar Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor : Politea, 1991), hlm. 73-75.
Belum ada Komentar untuk "Download Makalah Cara Merumuskan Perbuatan Pidana, Jenis-Jenis Dan Subjek Tindak Pidana"
Posting Komentar