Download Makalah Aturan Pidana (Pemidanaan)


A.    Pengertian Pidana (Sanksi Pidana)
Pidana yaitu istilah yuridis sebagai terjemahan dari bahasa Belanda straf, dan dalam bahasa Inggris disebut sentence,  serta dalam bahasa latin sanctio. Digunakannya istilah pidana di sini dan  bukan hukuman  yaitu bertujuan untuk memfokuskan makna yang terkandung dari istilah pidana tersebut. Selain itu, eksekusi merupakan istilah konvesional  yang memiliki arti yang luas. Karena sanggup berkaitan dengan bidang-bidang lainnya.[1]
Menurut  Pradjodikoro pidana berarti hal yang dipidanakan olen istansi yang berkuasa dan dilimpahkan kepada seseorang sebagai hal yang tidak lezat dirasakan. Sedangkan Soesilo mendefinisikan pidana sebagai suatu perasaan tidak lezat (sengsara) yang dijatuhkan oleh aturan dwngan vonis kepada orang yang telah  melanggar undang-undang aturan pidana.[2]
Selain itu berdasarkan Soedarto bahwa pidana yaitu nestapa yang diberikan oleh negara kepada seseorang yang melaksanakan pelanggaran terhadap  ketentuan Undang-undang (hukum pidana), sengaja biar dirasakan sebagai nestapa.[3]
Dari banyak sekali pengertian pidana tersebut sanggup disimpulkan bahwa pidana mengandung unsur-unsur sebagai berikut :[4]
a.       Penggunaan atau dukungan penderitaan atau norma yang tidak lezat dirasakan atau yang tidak menyenangkan.
b.      Diberikan dengan sengaja oleh penguasa atau instansi yang berkuasa.
c.       Dibebankan atau dilimpahkan kepada seseorang yang dipersalahkan melaksanakan tindak pidana berdasarkan ketentuan undang-undang.
Sebagaimana klarifikasi dari definisi pidana tersebut, bekerjsama tujuan pemidanaan ini berkaitan dengan aliran-aliran dalam aturan pidana yang mana aliran-aliran ini berusaha untuk memperoleh suatu sistem aturan pidana positif  yang prektis yang bermanfaat sesuai dengan perkembangan persepsi insan wacana hak-hak asasi manusia. Aliran tersebut antara lain.
a.       Aliran Klasik
Aliran ini menghendaki aturan pidana tersusun secara sistematis serta menitikberatkan kepada kepastian hukum.  Dengan pandangan yang identerminis mengenai kebebasan kehendak manusia, aliran ini juga menitikberatkan kepada perbuatan, tidak kepada orang yang melaksanakan tindak pidana.[5]
Aliran ini juga bersifat retributif dan represif terhadap tindak pidana lantaran tema aliran klasik ini, sebagaimana dinyatakan oleh Beccarian yaitu keyakinan pidana harus sesuai dengan kejahatan.Sebagai konsekuensinya, aturan harus dirumuskan dengan terang dan tidak menawarkan kemungkinan bagi hakim untuk melaksanakan penafsiran.[6]
Pada masa permulaan timbulnya aliran klasik pembentukan undang-undang sangat ketat sekali dalam memilih hukuman pidananya. Hakim sama skali tidak memiliki kebebasan untuk tetapkan sendiri jenis pidana dan ukuran pidananya. Artinya hakim diikat oleh sistem pidana yang ketat dan dihentikan berubah, hal ini sebagaimana pendapat Cesare Beccaria. Jika seseorang melaksanakan salah satu perbuatan yang oleh undang-undang pidana diancam dengan pidana, maka pidana harus dijatuhkan tanpa menghiraukan watak dan sifat si pelaku.
Salah satu tokoh aliran klasik Jeremy Bentham menyatakan bahwa pidana berat harus sanggup difahami dan harus diterima oleh rakyat sebelum diterapkan. Hukum pidana jangan dijadikan sebagai sarana pembalasan terhadap kejahatan, tetapi tetap harus dipergunakan untuk tujuan mencegah kejahatan. [7]
Indonesia masih memakai aliran ini dalam Hukum Pidana Adat menyerupai yang terdapat di derah Papua pedalaman yang masih kental dengan aturan adatnya. Sanksi watak yang dijatuhkan terhadap pelaku pembunuhan bagi masyarakat watak yaitu pihak dari korban yang meninggal dunia harus membalas membunuh pihak dari pelaku pembunuhan sesuai dengan jumlah korban yang telah meninggal dunia, jadi antara parah pihak korbannya harus sama / seimbang atau dengan istilah “ Nyawa ganti dengan nyawa” sehingga dengan adanya jumlah korban yang telah disebut di atas maka kasus atau peperanagn akan berakhir (usai).

b.      Aliran Modern/Aliran Positif
Aliran ini menitikberatkan perhatiannya kepada orang yang melaksanakan tindak pidana. Para pengnut paham ini beropini bahwa  kejahatan yaitu sebagai fenomena alam. Menurut aliran ini dukungan pidana atau tindakan dimaksudkan untuk melindungi masyarakat terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh pelaku tindak pidana.
Manusia dipandang tidak memiliki kebebasan berkehendak, tetapi dipengaruhi oleh watak lingkungannya, sehingga ia tidak sanggup dipersalahkan atau dipertanggungjawabkan dan dipidana. Aliran ini menolak pandangan pembalasan berdasarkan kesalahan yang subyektif.
Disamping itu aliran ini juga lebih memperhatikan kepada pelaku dan sebab-sebab yang mendorong pelaku melaksanakan kejahatan dan jenis pidana yang sanggup dijatuhkan kepada pelaku kejahatan, sehingga pidana tersebut bermanfaat bagi pelaku dan supaya tindakan pidana tersebut tidak terulang agi.
Aliran ini menyatakan bahwa sistem aturan pidana, tindak pidana sebagai perbuatan yang diancam pidana oleh undang-undang, evaluasi hakim yang didasarkan pada konteks aturan yang murni atau hukuman pidana itu sendiri harus tetap dipertahankan. Hanya saja dalam memakai aturan pidana, aliran ini menolak penggunaan fiksi-fiksi yuridis dan teknik-teknik yuridis yang terlepas dari kenyataan sosial.[8]
Salah satu tokoh aliran modern Cesare Lombroso mengemukakan bekerjsama pidana yang kejam pada masa lampau tidak memerikan pemecahan terhadap pencegahan kejahatan. Sebab setiap penjahat memiliki kebutuhan yang berbeda, sehingga pidana tersebut merupakan suatu kebudakan bagi setiap orang yang telah melaksanakan tindak pidana.[9]
Penganut Lomoroso, yaitu Enrico frri, dalam bukunya Chriminal Sosiologymemberikan suatu rumusan wacana kejahatan, bahwa setiap kejahatan yaitu resultante dari keadaan individu, fsik dan sosial.[10]


c.       Aliran Neo klasik/ Aliran Sosiologis
Aliran ini sebagai kompromis antara aliran klasik dan aliran modern. Dari aliran klasik diterima sistem pidana dan aturan pidana didasarkan atas kesalahan (schudstrafrecht). Dari aliran modern diterima suatu sistem tindakan-tindakan (maatregelen) yang melindungi masyarakat terhadap beberapa golongan penjahat tertentu.[11]
Sistem pidana dan aturan pidana yang dikemukakan oleh andal aturan pidana yang tergolong dalam aliran ke 3 ini  pada garis besarnya didasarkan atas rumusan Ferri. Aliran ini memperhatikan watak dan sifat langsung pelaku, lingkungan maupun kawasan pelaku hidup dan melaksanakan perbuatannya sebagai faktor-faktor terjadinya kejahatan. Indonesia menganut aliran ini  yang mana sesuai dengan putusan hakim pengadilan.
B.     Teori Dan Tujuan Pidana
Diantara tujuan pidana yang dipandang kuno yaitu pembalasan (revenge), yaitu pidana yang bertujuan untuk memuaskan pihak yang dendam baik masyarakat maupun pihak yang menjadi korban tindak pidana, dan retribusi  yang bertujuan untuk melepaskan pelanggar aturan dari perbuatan tindak pidana atau membuat  balance yaitu memperbaiki keseimbangan moral yang dirusak oleh kejahatan.
Adapun tujuan pidana atau pemidanaa yang berlaku kini yaitu :[12]
a.       Penjeraan  yang ditujukan  kepada pelanggar aturan sendiri maupun kepada mereka yang memiliki potensi menjadi penjahat.
b.      Perlindungan masyarakat dari perbuatan tindak pidana.
c.       Perbaikan terhadap pelaku tindak pidana.
Sedangkan tujuan pidana atau pemidanaan yang palin modern sampaumur ini yaitu memperbaiki kondisi pemanjaraan dan mencari alterntif lain yang bukan bersifat pidana dalam membina pelanggar hukum.
KUHP Baru (baca ; RUU) merumuskan secara tegas tujuan pidana sebagaimana tercantum dalam pasal 47 yang berbunyi :[13]
1.      Pemidanaa bertujuan :
a.       Mencegah dilakukannya pidana dengan menegakkan norma aturan demi pengayoman masyarakat.
b.      Memasasyarakatan terpidana dengan mengadakan training dengan menjadi orang baik dan berguna.
c.       Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa tenang dalam masyarakat.
d.      Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
2.      Pemidanaan tidak dmaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat insan dengan alasan bahwa:
a.       Tujuan pemidanaan yaitu sebagai sarana proteksi masyarakat, pemenuan pandangan aturan watak serta aspek untuk menghilagkan rasa bersalah bagi yang bersangkutan.
b.      Pada dasarnya pidana merupakan suatu nestapa. Namun pemidanaan tidak dimaksudkan  untuk menderitakan dan tidak merendahkan martabat manusia.
Tujuan pemidanaan tersebut pada hakekatnya sebagai pembagian terstruktur mengenai perpaduan teori  campuran (perpaduan teori pembebasan dan teori tujuan). Sedangkan teori pembinaan  yaitu mencakup provesi, konfeksi, perdamaian dalam masyarakat, memperbaiki dan membebaskan rasa bersalah pada diri tepidana.
Dalam sejarah aturan pidana, tujuan pemidanaan sanggup dilacak dengan  empat teori yan berkaitan dengan tujuan pidana dan keempat teori itu membenarkan adanya penjatuhan pidana, teori-teori tersebut yaitu sebagai berikut :[14]
1.      Teori Absolut (Teori Pembalasan)
Teori ini membenarkan pemidanaan terhadap seseorang yang telah melaksanakan suatu tindakan pidana terhadap pelaku tindak pidana. Hal ini  mutlak harus diadakan pembalasan yang berupa pidana (nestapa, penderitaan).  Teori pembalasan ini tidak mempunya tujuan praktis.
Tindakan pembalasan di dalam penjatuhan pidana memiliki 2 arah, yaitu :[15]
a.       Ditujukan pada penjahat (sudut subyektif dari pembalasannya).
b.      Ditujukan untuk memenuhi kepuasan dari perasaan dendam dikaangan masyarakat (sudut obyektif dari pembalasan).
Penganjur teori ini yaitu Immanuel Kant yang mengatakan, walaupun besok dunia kiamat, namun penjahat terakhir harus menjalankan pidananya. Kant mendasarkan teorinya pada etika. Penganjur lain yaitu Hegel yang menyampaikan bahwa aturan yaitu perwujudan kemerdekaan, sedangkan kejahatan yaitu tantangan kepada aturan dan keadilan.
Jadi menurutnya penjahat itu harus dilenyapkan. Menurut Thomas Aquinas pembalasan sesuai dengan pedoman tuhan  lantaran itu harus dilakukan pembalasan terhadap penjahat.[16]
Dari uraian tersebut sanggup disimpulkan bahwa teori pembalasan penjatuhan pidana bertitik pangkal pada pembalasan yang diberikan oleh negara kepada penjahat. Siapa saja yang berbuat jahat harus dibalas dengan menawarkan pidana dan tidak melihat akibat-akibat apa saja yang timbul dari dijatuhkannya pidana. Teori pembalasan ini secara  praktik tidak mepunyai relevasi, namun secara teoritik  akademik masih ada relevasinya.
2.      Teori Tujuan (Teori Relative)
Teori ini membenarkan pemidanaan berdasarkan kepada tujuan pemidanaan yaitu untuk melindungi masyarakat atau pencegahan terjadinya kejahatan. Untuk mencapai tujuan tersebut harus ada ancaman pidana dan pemidanaan (penjatuhan) pidana kepada si pelaku kejahatan atau tindak pidana. Adapun kedua hal tersebut dimaksudkan :
a.       Menakut-nakuti calon penjahat atau penjahat sendiri serta mencegah dilakukannya tindak pidana.
b.      Memperbaiki atau reclasering terpidana.
c.       Membinasakan atau menyingkirkan terpidana.
Sedangkan sifat pencegahan dari teori ini adalah:[17]
a.       Pencegahan umum
Diantara teori-teori penceahan umum ini, teori pidana yang bersifat menakut-nakuti yaitu teori yang paling usang dianut orang. Menurut teori pencegahan umum ini ialah pidana yang dijatuhkan pada penjahat ditujukan biar orang-orang menjadi takut untuk berbuat kejahatan dan penjahat yang dijatuhi pidana dijadikan sebaai pola biar masyarakat tidak meniru.
b.      Pencegahan khusus
Menurut teori ini, tujuan pidana yaitu mencegah pelaku kejahatan yang telah dipidana biar ia tidak mengulangi lagi melaksanakan kejahatan, dan mencegah biar orang yang telah berniat buruk untuk mewujudkan niatnya itu kedalam kedalam bentuk perbuatan nyata.
Penganjur teori ini yaitu Paul Anselm van Feurbach yang mengemukakan hanya dengan mengadakan ancaman pidana saja  tidak akan memadai, melainkan diharapkan penjatuhan pidana kepada si penjahat.[18]
Pembalasanitusendiritidakmempunyainilaitetapisebagaisaranauntukmelindungikepentinganmasyarakat ,makateoriinidisebutteoriperlindunganmasyarakat.
Penjatuhan pidana yang dimaksudkan biar tidak ada perbuatan jahat sebenarnya tidak begitu sanggup dipertanggung jawabkan , lantaran terbukti semangkin hari kualitas dan kuantitas kejahatan semangkin bertambah, jadi penjatuhan pidana tidak menjamin berkurangnya kejahatan.
Teori ini lebih mempersoalkan akibat-akibat dari pemidanaan kepada terpidana atau kepada kepentingan masyarakat juga dipertimbangkan  pencegahannya untuk masa mendatang.[19]
3.      Teori Gabungan (Teori Absolut dan teori Relative)
Teori ini mendasarkan pidana atas azas pembalasan  dan azas pertahanan tata tertib aturan masyarakat. Teori campuran ini dibagi menjadi 3 golombang yaitu :[20]
a.       Teori campuran yang menitikberatkan pada pembalasan, tetapi pembalasan tersebut dihentikan melampaui batas dan cukup untuk sanggup mempertahankan tata tertib.Grotius mengembangkanteorigabungan yang menitikberatkankeadilanmutlak yang diwujudkandalampembalasan, tetapi yang bergunabagimasyarakat. Dasartiap- tiappidanaialahpenderitaan yang beratnyasesuaidenganberatnyaperbuatan yang dilakukanolehterpidana, tetapisampaibatasmanaberatnyapidanadanberatnyaperbuatan yang dilakukanolehterpidanadapatdiukur, ditentukanolehapa yang bergunabagimasyarakat.
b.      Teori campuran yang menitikberatkan pada pertahanan tata tertib masyarakat, namun penderitaan  atas pidana yang dijatuhkan dihentikan lebih berat dari pada yang dilakukan oleh terpidana.
c.       `Teori campuran yang menganggap bahwa pidana memenuhi keharusan pembala an keharusan melindungi masyarakat. Tujuan pidana berdasarkan teori ini yaitu mencerminkan jiwa pandangan hidup serta stuktur sosial budaya bangsa yang bersangkutan.
Menurut teori ini pelaku tindak pidana mutlak harus dibalas atau dilakukan pembalasan kepadanya berupa pidana. Dan pidana di sini merupakan pembalasan lantaran dilakukan tindak pidana. Oleh lantaran itu pembalasan merupakan sifat pidana bukan merupakan tujuan pidana. Penganut teori ini yaitu Binding.[21]
4.      Teori Pembinaan
Menurut teori pembinaan, tujuan pemidanaan yaitu untuk merubah tingkah laris atau prilaku terpidana biar ia meninggalkan kebiasaan buruk yang bertentangan atau melawan norma-norma hukum, dan biar supaya ia lebih cenderung menaati norma-norma yang berlaku. Dengan singkat tujuan pidana atau pemidanaan berdasarkan teori ini yaitu memperbaiki diri terpidana. [22]







                                                  KESIMPULAN
1.      Pengertian Pidana (Sanksi Pidana)
Pidana yaitu istilah yuridis sebagai terjemahan dari bahasa Belanda straf, dan dalam bahasa Inggris disebut sentence,  serta dalam bahasa latin sanctio. Digunakannya istilah pidana di sini dan  bukan hukuman  yaitu bertujuan untuk memfokuskan makna yang terkandung dari istilah pidana tersebut.
Dari  penjelasan  definisi pidana tersebut, tujuan pemidanaan ini berkaitan dengan aliran-aliran dalam aturan pidana yang mana aliran-aliran ini berusaha untuk memperoleh suatu sistem aturan pidana positif  yang prektis yang bermanfaat sesuai dengan perkembangan persepsi insan wacana hak-hak asasi manusia. Aliran tersebut antara lain:
a.       Aliran Klasik
b.      Aliran Modern/Aliran Positif
c.       Aliran Neo klasik/ Aliran Sosiologis
2.      Teori Dan Tujuan Pidana
Tujuan pidana atau pemidanaa yang berlaku kini yaitu :
a.       Penjeraan  yang ditujukan  kepada pelanggar aturan sendiri maupun kepada mereka yang memiliki potensi menjadi penjahat.
b.      Perlindungan masyarakat dari perbuatan tindak pidana.
c.       Perbaikan terhadap pelaku tindak pidana.
Dalam sejarah aturan pidana, tujuan pemidanaan sanggup dilacak dengan  empat teori yan berkaitan dengan tujuan pidana dan keempat teori itu membenarkan adanya penjatuhan pidana, teori-teori tersebut yaitu sebagai berikut :
1.      Teori Absolut (Teori Pembalasan)
2.      Teori Tujuan (Teori Relative)
3.      Teori Gabungan (Teori Absolut dan teori Relative)
4.      Teori Pembinaan




                                          DAFTAR PUSTAKA
Chazawi Adami,Pelajaran Hukum PidanaBagian 1, Jakarta,PT Raja Grafindo Persada: 2002.
Effendi Erdianto, Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT Refika Aditama : 2011.
Maramis Frans, Hukum Pidana Umum dan tertulis di Indonesia, Pt Raja Grafindo Persada, jakarta:2012
Saifullah, Buku Ajar Konsep Dasar Hukum Pidana.2004
Suparni Ninik, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta : 2007























                      














[1]Dr. Saifullah, Sh,M.Hum, Buku Ajar Konsep Dasar Hukum Pidana, Hal 35
[2]ibid
[3] Ninik Suparni, S.H. Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika (Jakarta : 2007) hal 11
[4]Dr. Saifullah, Sh,M.Hum, Buku Ajar Konsep Dasar Hukum Pidana, Hal 35
[5]Dr. Saifullah, Sh,M.Hum, Buku Ajar Konsep Dasar Hukum Pidana, Hal 36
[6]https://rodaduniailmu.blogspot.com//search?q=teori-teori-pemidanaan-dan-tujuan
[7] Dr. Saifullah, Sh,M.Hum, Buku Ajar Konsep Dasar Hukum Pidana, Hal 37
[8]https://rodaduniailmu.blogspot.com//search?q=teori-teori-pemidanaan-dan-tujuan
[9] Dr, Saifullah,SH, M.Hum, Hal:37
[10]Frans Maramis, S.H.,M.H. Hukum Pidana Umum dan tertulis di Indonesia, Pt Raja Grafindo Persada, (jakarta:2012)
[11]ibid
[12] Erdianto Effendi, SH.,Hum. Hukum Pidana Indonesia, Bandung ( PT Refika Aditama : 2011)
[13] Dr, Saifullah,SH, M.Hum, Hal:39
[14] Ibid, hal:40
[15] Drs, Adami Chazawi,S.H. Pelajaran Hukum PidanaBagian 1, Jakarta (PT Raja Grafindo Persada: 2002), hal 154
[16] Erdianto Effendi, SH.,Hum. Hukum Pidana Indonesia, Bandung ( PT Refika Aditama : 2011), Hal 141
[17] Drs, Adami Chazawi,S.H, hal:158
[18] ibid
[19]Frans Maramis, S.H.,M.H. Hukum Pidana Umum dan tertulis di Indonesia, Pt Raja Grafindo Persada, (jakarta:2012)
[20]Dr, Saifullah,SH, M.Hum, Hal:41
[21] Erdianto Effendi, SH.,Hum, hal 143
[22] Dr, Saifullah,SH, M.Hum, Hal:42

Belum ada Komentar untuk "Download Makalah Aturan Pidana (Pemidanaan)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel