Download Makalah Asas Aturan Pidana Dan Jenis-Jenis Aturan Pidana Beserta Tindakannya
A. JENIS-JENIS PIDANA
kitab undang-undang hukum pidana sebagai induk atau sumber utama aturan pidana telah merinci jenis-jenis pidana, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 10 KUHP. Pidana dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Pidana Pokok Terdiri dari:
a. Pidana Penjara
Dalam pasal 10 KUHP, ada dua jenis pidana hilang kemerdekaan bergerak, yakni pidana penjara dan pidana kurungan. Dari sifatnya menghilangkan dan atau membatasi kemerdekaan bergerak, dalam arti menempatkan terpidana dalam suatu tempat (Lembaga Permasyarakatan) di mana terpidana tidak bebas untuk keluar masuk dan di dalamnya wajib untuk tunduk, menaati dan menjalankan semua peraturan tata tertib yang berlaku, maka kedua jenis pidana itu sepertinya sama. Akan tetapi, dua jenis pidana itu bahwasanya berbeda jauh
Perbedaan antara pidana penjara dengan pidana kurungan yaitu dalam segala hal pidana kurungan lebih ringan dari pada pidana penjara.[4]
Bentuk dari pidana penjara ini merupakan jenis pidana di mana terpidana harus dimasukkan dalam Lembaga Permasyarakatan (LP) yang sudah disediakan ibarat halnya dengan kitab undang-undang hukum pidana (RUU) juga menganut teladan pidana penjara seumur hidup dan penjara untuk waktu tertentu.
Sedangkan pidana penjara dalam waktu tertentu polanya terbagi menjadi dua yaitu teladan minimum dan maksimum. Dalam konsep kitab undang-undang hukum pidana (RUU) teladan minimum yang bersifat umum yaitu berupa penjara satu hari dan untuk teladan minimum yang bersifat khusus bervariasi antara satu hingga lima tahun. Sedangkan untuk teladan maksimum khusus bervariasi dengan konsep kitab undang-undang hukum pidana (RUU) yaitu dalam teladan minmum khusus diman didalamnya tidak dijelaskan secara tepat.
Adapun hukuman pidan penjara ini tertulis di dalam kitab undang-undang hukum pidana (WvS) pasal 12 hingga dengan pasal 20. Sedangkan dalam konsep kitab undang-undang hukum pidana (RUU) tercantum dalam pasal 64 hingga 70. [5]
b. Pidana Tutupan
Berlainan dengan pidana penjara, pada pidana tutupan hanya sanggup dijatuhkan apabila (Rancangan RUU) :
1) Orang yang melaksanakan tindak pidana yang di ancam dengan pidana penjara, mengingat keadaan pribadi dan perbuatannya sanggup dijatuhi pidana tutupan;
2) Terdakwa yang melaksanakan tindak pidana lantaran terdorong oleh maksud yang patut dihormati.
Pengecualian terhadap ketentuan di atas yaitu jikalau cara melaksanakan atau akhir dari perbuatan tersebut sedemikian rupa sehingga terdakwa lebih sempurna untuk dijatuhi pidana penjara.[6]
Pidana tutupan ini ditambahkan ke dalam Pasal 10 kitab undang-undang hukum pidana melalui UU No. 20 Tahun 1946, yang maksudnya sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat 1 yang menyatakan bahwa dalam mengadili orang yang melaksanakan kejahatan, yang diancam dengan pidana penjara lantaran terdorong oleh maksud yang patut dihormati, hakim boleh menjatuhkan pidana tutupan. Pasal ayat 2 dinyatakan bahwa pidana tutupan tidak dijatuhkan apabila perbuatan yang merupakan kejahatan itu, cara melaksanakan perbuatan itu atau akhir dari perbuatan itu yaitu sedemikian rupa sehingga hakim beropini bahwa pidana penjara lebih tepat.
Dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam PP Nomor 8 Tahun 1948, sanggup diketahui bahwa narapidana tutupan itu lebih banyak mendapat kemudahan dari pada narapidana penjara. Hal ini disebabkan lantaran orang yang dipidana tutupan itu tidak sama dengan orang-orang yang dipidana penjara. Tindak pidana yang dilakukannya itu merupakan tindak pidana yang didorong oleh maksud yang patut dihormati.
Berdasarkan suara Pasal 2 ayat 1 PP ini, tempatnya pidana tutupan bukan jenis pidana yang berdiri sendiri, melainkan pidana penjara juga. Perbedaannya hanyalah terletak pada orang yang sanggup dipidana tutupan hanya bagi orang yang melaksanakan tindak pidana lantaran didorong oleh maksud yang patut dihormati. Sayangnya dalam UU itu maupun PP pelaksanaannya itu tidak dijelaskan perihal unsur maksud yang patut dihormati itu. Karena penilaiannya, kriterianya diserahkan sepenuhnya kepada hakim.
Dalam praktik aturan selama ini, hampir tidak pernah ada putusan hakim yang menjatuhkan pidana tutupan. Sepanjang sejarah praktik aturan di Indonesia, pernah terjadi hanya satu kali hakim menjatuhkan pidana tutupan, yaitu putusan Mahkamah Tentara Agung RI pada tanggal 27 Mei 1948 dalam hal mengadili para pelaku kejahatan yang dikenal dengan sebutan insiden 3 Juli 1946.[7]
c. Pidana Kurungan
Pidana ini biasanya dikenakan pada kejahatan perihal politik untuk tidak keluar rumah, kota dan keluar wilayah negara RI. Pidana kurungan ini juga dikenal dengan tahanan rumah, kota dan negara. Hal ini sesuai dengan pasal 21 KUHP, bahwa pidana kurungan harus dijalani dalam tempat dimana terpidana berdiam. Ketika putusan hakim dijalankan atau jikalau tidak mempunyai tempat kediaman di dalam tempat dimana ia berada. Kecuali kalau Menteri Kehakiman atas undangan terpidana, maka terpidana diperbolehkan menjalani pidananya di tempat lain.
Adapun hukuman pidana penjara ini tertulis di dalam kitab undang-undang hukum pidana (WvS) pasal 12 hingga dengan pasal pasal 20, sedangkan dalam konsep kitab undang-undang hukum pidana (RUU) tercantum dalam pasal 64 hingga 70.
d. Pidana Denda
Pola pidana denda dalam kitab undang-undang hukum pidana hanya mengenal minimum umum dan maksimum khusus. Minimum umum pidana denda sebesar 25 sen (pasal 30 ayat 1) yang berdasarkan perubahan berdasarkan UU No. 18 Rp.1960 dilipat gandakan menjadi 15 kali sehingga menjadi Rp.375. Sedangkan maksimum khususnya bervariasi baik untuk tindak kejahatan maupun tindak pelanggaran.
Adapun konsep kitab undang-undang hukum pidana (RUU) pasal 75-78 mengenal minimum umum, minimum khusus dan maksimum khusus. Pidana denda minimum umumnya sebesar Rp.1500,-. Ancaman maksimum khusus dibagi menjadi enam kategori dimana kategori terendah yaitu Rp.150.000,-. Sedangkan untuk kategori tertinggi yaitu Rp.300.000.000,-. Dan untuk ancaman maksimum khusus denda bervariasi berdasarkan bobot deliknya.
Pidana denda diancamkan pada banyak jenis pelanggaran (Buku III) baik sebagai alternatif dari pidana kurungan maupun berdiri sendiri. Begitu juga terhadap jenis kejahatan-kejahatan ringan maupun kejahatan Culpa, pidana denda sering diancamkan sebagai alternatif dari pidana kurungan. Sementara itu, bagi kejahatan-kejahatan selebihnya jarang sekali diancam dengan pidana denda baik sebagai alternatif dari pidana penjara maupun berdiri sendiri.
Apabila denda tidak dibayar, maka harus menjalani kurungan pengganti denda. Pidana kurungan pengganti denda ini sanggup ditetapkan yang lamanya berkisar antara satu hari hingga enam bulan. Dalam keadaan-keadaan tertentu yang memberatkan, batas waktu maksimum enam bulan ini sanggup dilampui hingga paling tinggi menjadi delapan bulan (pasal 30 ayat 5, 6).
Terpidana yang dijatuhi pidana denda boleh segera menjalani kurungan pengganti denda dengan tidak perlu menunggu hingga habis waktu untuk membayar denda. Akan tetapi, bila kemudian ia membayar denda, ketika itu demi aturan ia harus dilepaskan dari kurungan penggantinya.
e. Pidana Kerja Sosial
Dalam konsep kitab undang-undang hukum pidana (RUU) khususnya pasal 78-79, pasal ini memuat adanya pidana kerja sosial akan tetapi rumusan deliknya tidak dicantumkan. Begitu juga di dalam kitab undang-undang hukum pidana (WvS), pidana kerja sosial ini tidak dicantumkan secara khusus di dalam pasal-pasalnya.
Dalam penjatuhan pidana selain dipenuhi syaratnya, juga perlu pertimbangan dan syarat-syarat tertentu, contohnya pidana relatif pendek atau dendanya ringan. Garis besar yang perlu dicermati sehubungan pidana kerja sosial yaitu sebagai berikut (Rancangan KUHP) :
1) Apabila pidana penjara yang dijatuhkan tidak lebih dari enam bulan atau pidana denda yang tidak lebih dari denda kategori I maka pidana penjara atau pidana denda tersebutdapat diganti dengan pidana kerja sosial.
2) Hal-hal yang harus dipertimbangkan:
a) Pengakuan terpidana terhadap tindak pidana yang dilakukan;
b) Usia yang layak kerja terpidana berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c) Persetujuan terpidana setelah dijelaskan mengenai tujuan dan segala hal yang bekerjasama dengan pidana kerja sosial;
d) Riwayat sosial terpidana;
e) Perlindungan keselamatan kerja terpidana.
3) Pidana kerja sosial dilarang dikomersilkan dan bertentang dengan keyakinan agama dan politik terpidana.
4) Jika pidan kerja sosial sebagai pengganti denda maka sebelumnya harus ada permohonan terpidana dengan alasan tidak bisa membayar denda tersebut. Pidana kerja sosial paling singkat tujuh jam.
5) Waktu pidana kerja sosial dijatuhkan paling lama:
a) 240 jam bagi terpidana yang telah berusia 18 tahun ke atas;
b) 120 jam bagi terpidana yang berusia dibawah 18 tahun.
6) Pelaksanaan pidan kerja sosial sanggup diangsur paling usang 12 bulan
dengan dengan tetap diperhatikan :
a) Kegiatan terpidana dalam menjalankan mata pencahariannya dan atau
b) Kegiatan lain yang bermanfaat.
7) Apabila terpidana gagal memenuhi seluruh atau sebagian kewajiban untuk menjalankan pidana kerja sosial tanpa alasan masuk akal maka terpidana sanggup diperintahkan:
a) Mengulangi seluruh atau sebagian pidana kerja sosial tersebur;
b) Menjalani seluruh atau sebagian pidana penjara diganti dengan pidana kerja sosial tersebut; atau
c) Membayar seluruh atau sebagian pidana dengan tidak dibayar yang diganti dengan pidana kerja sosial tersebut atau menjalani pidan penjara sebagai pengganti denda yang tidak dibayar.
2. Pidana Tambahan Terdiri dari:
a. Pencabutan Hak-hak Tertentu
Menurut hukum, pencabutan seluruh hak yang dimiliki seseorang yang sanggup menjadikan janjkematian perdata (Burgerlijke Daad) tidak diperkenankan (Pasal 3 BW). UU hanya menunjukkan kepada negara wewenang (melalui alat/lembaganya) melaksanakan pencabutan hal tertentu saja, yang berdasarkan Pasal 35 ayat 1 KUHP, hak-hak yang sanggup dicabut tersebut adalah:
1) Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu;
2) Hak menjalankan jabatan dalam Angkatan Bersenjata/TNI;
3) Hak menentukan dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum;
4) Hak menjadi penasihat aturan atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas anak yang bukan anak sendiri;
5) Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri;
6) Hak menjalankan mata pencaharian.
Sifat hak-hak tertentu yang sanggup dicabut oleh hakim, tidak untuk selama-lamanya melainkan dalam waktu tertentu saja, kecuali bila yang bersangkutan dijatuhi pidana penjara seumur hidup atau pidana mati.
Perlu diperhatikan bahwa hakim gres boleh menjatuhkan pidana pencabutan hak-hak tertentu sebagaimana diterangkan di atas apabila secara tegas diberi wewenang oleh UU yang diancamkan pada rumusan tindak pidana yang bersangkutan. Tindak pidana yang diancam dengan pidana pencabutan hak-hak tertentu antara lain tindak pidana yang dirumuskan dalam Pasal-pasal: 317, 318, 334, 347, 348,350, 362, 363, 365, 372, 374, 375.
b. Perampasan Barang-barang Tertentu dan Tagihan
Salah satu ketentuan yang sangat menarik yaitu sanggup dijatuhkannya pidana perhiasan ini tanpa dijatuhkannya pidana pokok. Pidana ini sanggup dijatuhkan apabila ancaman pidana penjara tidak lebih dari tujuh tahun atau jikalau terpidana hanya dikenakan tindakan. Adapun barang-barang yang sanggup dirampas adalah :
1) Barang milik terpidana atau orang lain yang seluruhnya atau sebagian besar diperoleh dari tindak pidana;
2) Barang yang ada hubungannya dengan terwujudnya tindak pidana;
3) Barang yang dipakai untuk mewujudkan atau mempersiapkan tindak pidana;
4) Barang yang dipakai untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; atau
5) Barang yang dibentuk atau diperuntukkan bagi terwujudnya tindak pidana.
Apabila penjatuhan pidana perampasan atas barang yang tidak disita maka sanggup ditentukan barang tersebut harus diserahkan atau diganti dengan sejumlah uang berdasarkan penafsiran Hakim. Jika terpidana tidak mau menyerahkan barang yang disita maka Hakim sanggup memutuskan harga lawanya. Akhirnya, jikalau terpidana tidak bisa membayar seluruh atau sebagian harga lawan tersebut maka berlaku ketentuan pidana penjara pengganti untuk pidana denda (vide Pasal 99 Rancangan KUHP).
c. Pengunguman Putusan Hakim
Dalam hal diperintahkan supaya putusan diumumkan maka harus ditetapkan cara melaksanakan perintah tersebut dan jumlah biaya pengunguman yang harus ditanggung oleh terpidana. Namun, apabila biaya pengunguman itu tidak dibayar oleh terpidana maka berlaku ketentuan pidana pengganti untuk pidana denda.
Setiap putusan hakim memang harus diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum (Pasal 195 KUHAP, dulu Pasal 317 HIR). Bila tidak, putusan itu batal demi hukum.
Hakim bebas menentukan perihal cara melaksanakan pengunguman. Hal tersebut sanggup dilakukan melalui surat kabar, plakat yang ditempelkan pada papan pengunguman, melalui media radio maupun televisi, yang pembiayaanya dibebankan pada terpidana.
Maksud dari pengunguman putusan hakim yang demikian ini, yaitu sebagai perjuangan Preventif, mencegah bagi orang-orang tertentu semoga tidak melaksanakan tindak pidana yang sering dilakukan orang. Maksud yang lain yaitu memberitahukan kepada masyarakat umum semoga berhati-hati dalam bergaul dan bekerjasama dengan orang-orang yang sanggup disangka tidak jujur sehingga tidak menjadi korban dari kejahatan (tindak pidana).
d. Pemenuhan Kewajiban Adat.
Beberapa hal sanggup dikemukakan berkaitan dengan pidana perhiasan ini (Pasal 102 jo. Pasal 5 Ayat (2) Rancangan KUHP) yaitu sebagai berikut:
1) Dalam putusan sanggup ditetapkan pemenuhan watak setempat, utamanya jikalau tindak pidana yang dilakukan berdasarkan watak setempat seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan.
2) Kewajiban watak tersebut dianggap sebanding dengan pidana denda kategori I dan sanggup dikenakan pidana pengganti jikalau kewajiban watak itu tidak dipenuhi atau tidak dijalani oleh terpidana yang sanggup berupa pidana ganti kerugian.
3. Pidana Khusus
a. Pidana Mati
Dalam Rancangan kitab undang-undang hukum pidana gres disebut bersifat khusus, penerapan pidana mati dalam praktek sering menimbulkan perdebatan di antara yang oke dan yang tidak setuju. Bagaimanapun pendapat yang tidak oke adanya pidana mati, namun kenyataan yuridis formal pidana mati memang dibenarkan. Ada beberapa pasal di dalam kitab undang-undang hukum pidana yang berisi ancaman pidana mati, ibarat makar pembunuhan terhadap Presiden (Pasal 104), pembunuhan berencana (Pasal 340), dan sebagainya.[8]
Pidana mati merupakan bentuk pidana yang mana terpidana ditembak oleh satu peleton brimob dengan mata tertutup. Di Prancis terpidana dipotong lehernya (Quilotine). Di negara Arab dikenakan hukuman qishash. Dalam konsep kitab undang-undang hukum pidana (RUU) pidana mati yang termasuk pidana khusus ini dicantumkan dalam pidana mati Pasal 61, Pasal 80 hingga Pasal 83. Sedangkan dalam kitab undang-undang hukum pidana (WvS) termasuk belahan pidana pokok.[9]
B. TINDAKAN
1. Tindakan Bagi Orang Dewasa
Dalam pengenaan tindakan, pelaku tindak pidana dibagi dua kelompok yaitu tidak sanggup dan kurang sanggup dipertanggung jawabkan. Terhadap yang tidak sanggup dipertanggung jawabkan maka tidak sanggup dijatuhi pidana. Terhadap yang kurang sanggup dipertanggung jawabkan, pidananya sanggup dikurangi atau dikenakan tindakan. Adapun penyebab tidak sanggup dan kurang sanggup dipertanggung jawabkan tersebut yaitu sama yaitu menderita gangguan jiwa, penyakit jiwa atau retardisi mental (vide Pasal 41, 42 Rancangan KUHP).[10]
Bagi orang yang tidak atau kurang bisa bertanggung jawab tindakan dijatuhkan tanpa pidana. Diantara bentuk-bentuk tindakan yang tercantum dalam konsep kitab undang-undang hukum pidana (RUU) adalah:
1. Perawatan di rumah sakit jiwa (Pasal 96)
2. Penyerahan kepada pemerintah (Pasal 97)
3. Penyerahan kepada seseorang (Pasal 98)
Adapun bentuk-bentuk tindakan bagi orang pada umumnya yang bisa bertanggung jawab maka dijatuhkan gotong royong dengan pidana sesuai dengan konsep kitab undang-undang hukum pidana (RUU) ayat (2) Pasal 103 yang menyebutkan:
1. Pencabutan surat izin mengemudi
2. Perampasan laba yang diperoleh dari tindak pidana
3. Perbaikan akibat-akibat tindak pidana
4. Latihan kerja
5. Rehabilitas
6. Perawatan disuatu lembaga[11]
Dari rumusan Pasal 105-112 Rancangan kitab undang-undang hukum pidana sanggup diketengahkan hal-hal pokok sebagai berikut:
1. Tindakan Perawatan di Rumah Sakit Jiwa
a. Dijatuhkan setelah pembuat tindak pidana dilepaskan dari segala tuntutan aturan dan yang bersangkutan masih dianggap berbahaya berdasarkan surat keterangan dari dokter ahli.
b. Pembebasan dari tindakan perawatan di rumah sakit jiwa dikenakan, jikalau yang bersangkutan dianggap tidak berbahaya lagi dan tidak memerlukan perawatan lebih lanjut berdasarkan surat keterangan dokter ahli.
2. Tindakan Penyerahan Kepada Pemerintah atau Seseorang
a. Tindakan penyerahan ini sanggup dikenakan, baik kepada pembuat tindak pidana berilmu balig cukup akal atau anak-anak.
b. Tindakan penyerahan ini, bagi orang berilmu balig cukup akal dilakukan demi kepentingan masyarakat. Bagi anak dilakukan demi kepentingan anak yang bersangkutan.
c. Tindakan Pencabutan Surat Izin Mengemudi
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam tindakan pencabutan surat izin mengemudi:
a. Keadaan yang menyertai tindak pidana yang dilakukan,
b. Keadaanyang menyertai pembuatan tindak pidana, ayau
c. Kaitan pemilikan surat izin mengemudi dengan perjuangan mencari nafkah di wilayah negara Indonesia.
Apabila surat izin mengemudi dikeluarkan oleh negara lain maka pencabutan sanggup diganti dengan larangan memakai surat izin tersebut di wilayah negara Indonesia.
Jangka waktu pencabutan surat izin mengemudi berlaku antara satu hingga lima tahun.
3. Tindakan Perampasan Keuntungan
a. Segala laba yang diperoleh dari tindak pidana, baik berupa uang, barang, atau laba lain dirampas.
b. Jika laba tersebut tidak berupa uang maka pembuat tindak pidana sanggup mengganti dengan yang jumlahnya ditentukan oleh hakim.
4. Tindakan Perbaikan
Tindakan perbaikan akhir tindak tindak pidana sanggup berupa perbaikan, penggantian, atau pembayaran harga kerusakan sebagai akhir tindak pidana tersebut.
5. Tindakan Latihan Kerja
a. Dalam penanganan tindakan latihan kerja, yang wajib dipertimbangkan adalah :
1. Kemanfaatan bagi pembuat tindak pidana
2. Kemampuan pembuat tindak pidana, dan
3. Jenis latihan kerja.
b. Hal yang wajib diperhatikan dalam penanganan tindakan latihan kerja yaitu pengalaman kerja yang pernah dilakukan dan tempat tinggal pembuatan tindak pidana.
6. Tindakan Rehabilitasi
a. Pengenaan tindakan rehabilitasi dijatuhkan kepada pembuat tindak pidana yang kecanduan alkohol, obat bius, obat keras, narkotika, yang mengidap kelainan seksual, atau yang mengidap kelainan jiwa.
b. Rahabilitasi dilaksanakan di dalam suatu forum pengobatan dan pembinaan, baik swasta maupun pemerintah.
7. Tindaka Perawatan
a. Perawatan di dalam suatu forum sanggup dikenakan terhadap pembuat tindak pidana berilmu balig cukup akal atau anak-anak.
b. Tindakan perawatan kepada pembuat tindak pidana orang berilmu balig cukup akal harus didasarkan atas sifat berbahayanya perbuatan melaksanakan tindak pidana tersebut sebagai suatu kebiasaan. Tindak perawatan kepada pembuat tindak pidana terhadap anak dimaksudkan untuk membantu orang renta dalam mendidik anak yang bersangkutan.
2. Tindakan Bagi Anak Nakal
Beberapa tindaka yang sanggup dijatuhkan kepada anak pembangkang (Pasal 24 ayat (1) ialah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997) adalah:
1. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang renta asu
2. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja, atau
3. Menyerahkan kepada departemen sosial, atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
Selain tindakan tersebut, Hakim sanggup memberi teguran dan memutuskan syarat tambahan. Teguran yaitu peringatan dari Hakim baik secara eksklusif terhadap anak yang dijatuhi tindakan maupun secara tidak eksklusif melalui orang tua, wali, atau orang renta asuhnya semoga anak tersebut tidak mengulangi perbuatan. Syarat perhiasan itu contohnya kewajiban untuk melapor secara periodik kepada pembimbiing kemasyarakatan. (vide klarifikasi Pasal 24 ayat (2).
Penjatuhan tindakan oleh Hakim dilakukan kepada kepada anak yang melaksanakan pembuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik berdasarkan perundang-undangan maupun berdasarkan peraturan aturan lain. Namun terhadap anak yang melaksanakan tindak pidana, Hakim menjatuhkan pidana pokok dan atau pidana perhiasan atau tindakan.
Dalam segi usia, pengenaan tindakan terutama bagi anak yang masih berumur 8 (delapan) tahun samapi 12 (dua belas) tahun. Terhadap anak yang telah melampaui umur 12 (dua belas) hingga 18 (delapan belas) tahun dijatuhkan pidana. Hal itu dilakukan mengingat pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial anak.
Jenis tindakan yang sanggup dijatuhkan kepda anak berdasar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 24 ayat (1) ternyata lebih sempit (sedikit) apabila dibandingkan dengan rumusan Rancangan kitab undang-undang hukum pidana baru. Rumusan pengenaan tindakan terhadap anak (Pasal 132 Rancangan KUHP) adalah:
a. Pengembalian kepada orang tua, wali atau pengasuhnya
b. Penyerahan kepada pemerintah atau seseorang
c. Keharusan menngikuti suatu latihan yang diadakan oleh pemerintah atau tubuh swasta
d. Pencabutan surat izin mengemudi
e. Perampasan laba yang diperoleh dari tindak pidana
f. Perbaikan akhir tindak pidana
g. Rehabilitasi dan atau,
h. Perawatan di dalam suatu lembaga[12]
KASUS PEMBUNUHAN DI PASAR BINTAN CENTRE
Tersangka : A Hiang/ Kie Hai/ Apek koboy
Korban : A bak/ Tjia Mei
Waktu : 4 Oktober 2010 sekitar pukul 04.00 WIB.
Tempat : Pasar Bestari Bintan Center
Modus : cek-cok lisan dan rasa kesal yang berkepanjangan
- Kronologi Kasus
Kejadian diawali dengan cekcok lisan ketika dagangan mulai dipersiapkan. Ketika itu, A Hiang sedang duduk di kedai kopi. Dari kejauhan A Hiang melihat Tjiang Ming alias A Bak sedang memindahkan kayu untuk menggantung kantong plastik miliknya.
A Hiang mendatangi A Bak dan menanyakan perihal pemindahan gantungan kantong plastik tersebut, A Bak mengungkapkan bahwa gantungan kantong plastik itu mengenai gantungan plastik miliknya. Cekcok lisan pun terjadi hingga A Bak mengeluarkan bahasa kotor dalam bahasa Cina.
Mendengar bahasa kotor tersebut, A Hiang naik darah dan mengambil bendo yang berada di dekatnya dan mendaratkan ke batang leher sebelah kiri A Bak hingga mengeluarkan darah segar.
A Bak berusaha melarikan diri dengan membalikkan badannya. Tapi tebasan kedua kalinya hinggap di kepalanya dan kemudian tersungkur di lantai. Setelah menebas leher A Bak dan meninggalkannya dalam kondisi bersimbah darah, A Hiang mendatangi Polsek Tanjungpinang Timur yang berada di depan Pasar Bestari.
A Hiang menyampaikan ke petugas jaga bahwa ia gres saja membunuh orang dengan bendo yang masih berada di tangannya.
- Analisa Kasus
Berdasarkan masalah di atas kami menganalisis bahwa tersangka A Hiang/ Kie Hai/ Apek koboy, melaksanakan pembacokan sebanayk dua kali terhadap korban A bak/ Tjia Mei, tusukan pertama tidak mengakibatkan janjkematian lantaran hanya mengenai leher dari korban sedangkan tusukan kedua yang dilayangkan oleh tersangka terhadap korban telah mengakibatkan korban meninggal di tempat insiden masalah (TKP) lantaran mengenai kepala dari si korban.
Pembunuhan yang dilakukan oleh tersangka masuk dalam Pasal 338 kitab undang-undang hukum pidana perihal Pembunuhan.
“Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam lantaran pembunuhan dengan pidana penjara paling usang lima belas tahun”
Dari Pasal di atas jikalau dikaitkan dengan kasus, maka sudah terang bahwa tersangka memang dengan sengaja ingin menghilangkan nyawa korban (membunuh) korban, lantaran pada ketika korban sudah terkena tusukan yang pertama yaitu di lehernya, korban masih bisa berdiri dan melarikan diri dari tersangka tetapi tersangka malah mengejar korban dan kembali membacok korban di kepalanya sehingga korban jatuh ke lantai dan bersimbah darah dan korban seketika itu meninggal di sempurna insiden perkara.
Setelah melaksanakan pembunuhan tersebut tersangka eksklusif pergi ke kantor polisi terdekat untuk menyerahkan dirinya ke pihak yang berwajib dengan menceritakan semua yang telah tersangka lakukan yaitu tersnagka telah melaksanakan pembunuhan. Dari tindakan yang dilakukan oleh tersangka yaitu beliau eksklusif menyerahkan diri kepada pihak yang berwajib sanggup dikatagorikan sebagai tindakan yang sempurna dan sanggup meringankan hukuman yang akan dijatuhkan terhadap tersangka, tetapi dalam UU hal tersebut memang tidak diatur.
Dengan tindakan yang dilakukan oleh tersangka yang telah menghilangkan nyawa seseorang maka hal ini sanggup di kategorikan sebagai jenis pidana pokok, jenis pidana pokok di sini ada lima, tetapi dalam masalah di atas maka jenis pidana yang sanggup di jatuhkan kepada tersangka yaitu pidana penjara.
Bentuk dari pidana penjara ini merupakan jenis pidana di mana terpidana harus dimasukkan dalam Lembaga Permasyarakatan (LP) yang sudah disediakan ibarat halnya dengan kitab undang-undang hukum pidana juga menganut teladan pidana penjara seumur hidup dan penjara untuk waktu tertentu.
Dalam hal ini tersangka memang harus di masukkan ke dalam LP dikarenakan telah melaksanakan pembunuhan dan harus dieksekusi penjara kurang lebih lima belas tahun (15 tahun) dan sanggup berubah sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh Hakim yang mengadili.
BAB III
PENUTUP
Hukum merupakan suatu pedoman yang mengatur teladan hidup insan yang mempunyai peranan penting dalam mencapai tujuan ketentraman hidup bagi masyarakat. Oleh lantaran itulah, aturan mengenal adanya adagium ibi societes ibi ius.
Dalam hal pemidanaan, KUHPidana telah mengklasifikasikan beberapa jenis Pidana yang terdapat pada Pasal 10, yang berupa :
A. Pidana pokok terdiri dari:
1. Pidana Mati
2. Pidana Penjara
3. Pidana Kurungan
4. Pidana Denda
B. Pidana Tambahan terdiri dari:
1. Pencabutan Hak-hak Tertentu
2. Perampasan Barang-barang Tertentu
3. Pengunguman Putusan Hakim
Sebuah pro dan kontra atau kontradiksi pendapat yang masih terus berlangsung dalam domain aturan pidana sebagaimana tersebut di atas ialah mengenai eksistensi forum pidana mati baik dalam kedudukan sebagai aturan positif maupun dalam upaya pembaharuan aturan pidana sebagai belahan dari hukuman (pidana). Sebagaimana diketahui eksistensi forum pidana pidana mati
DAFTAR PUSTAKA
Chamzawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana 1, Jakarta: Grafindo Persada, 2005
Darmodiharjo, Darji, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama, , 1995.
Moeljatno, Kitab Undang Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, 2005
Sahetapy, J.E., Pidana Mati dalam Negara Pancasila, Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti, 2007.
Syaifullah, Buku Ajar Konsep Dasar Hukum Pidana. 2004.
Waluyo, Bambang, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
[1] Darji Darmodiharjo & Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995, hlm. 73.
[3] J.E. Sahetapy, Pidana Mati dalam Negara Pancasila,( Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti, 2007), h. 5-6.
[4] Adami Chamzawi, Pelajaran Hukum Pidana 1 (Jakarta: Grafindo Persada, 2005), h. 32.
[5] Syaifullah, Buku Ajar Konsep Dasar Hukum Pidana. 2004, h. 42-43
[6] Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan (jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 18-19.
[7] Adami Chamzawi, Pelajaran Hukum Pidana , h. 43-44.
[8] Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, h. 12-13.
[9] Syaifullah, Buku Ajar Konsep Dasar Hukum Pidana. 2004, h. 45.
[10] Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar grafika, 2004) h. 23
[11] Saifullah, Buku Ajar Konsep Dasar Hukum Pidana, (Malang, 2004) h. 45
Belum ada Komentar untuk "Download Makalah Asas Aturan Pidana Dan Jenis-Jenis Aturan Pidana Beserta Tindakannya"
Posting Komentar