Arti Keberadaan Insan Dalam Islam

Paling tidak ada empat kata yang dipakai dalam al-Qur’an yang mendefinisikan manusia. Bashar memerhatikan perihal aspek fisiknya yang dipahami sebagai makhluk yang tidak mempunyai keunggulan dibanding makhluk lain. Menurut pandangan orang kafir, seorang insan tidak bisa menjadi utusan Tuhan; hanyalah makhluk spiritual yang sanggup menjadi pembawa pesan Tuhan. Al-Qur’an menceritakan perihal kaum Nuh, ‘Ad dan Thamud yang menolak memercayai para nabi dalam surat Ibrahim ayat 9-12. Dua ayat terakhir berbunyi: “Berkata rasul-rasul mereka: “Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kau untuk memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan (siksaan)-mu hingga masa yang ditentukan?” Mereka berkata: “Kamu tidak lain hanyalah insan ibarat kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami, alasannya ialah itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata. Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka: “Kami tidak lain hanyalah insan ibarat kamu, tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kau melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal”.

Kata nas menyinggung perihal ras dalam arti luas. “Hai manusia, sesungguhnya Kami membuat kau dari seorang pria dan seorang wanita dan menimbulkan kau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kau saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kau di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. Al-Hujurat: 13).

Dalam cuilan yang lain disebutkan: “Manusia itu ialah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar besar hati dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara insan perihal kasus yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih perihal kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka kitab, yaitu sehabis tiba kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, alasannya ialah dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran perihal hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus” (QS. Al-Baqarah: 213).

Kata ins biasanya dipakai berpasangan dengan al-jinn untuk mengatakan sebagai makhluk yang tidak bersifat kejam, sebaliknya, golongan kedua ialah sesuatu yang berafiliasi dengan kejahatan. Salah satu cuilan yang memakai pasangan kata ini berbunyi: “Dan bergotong-royong ada beberapa orang pria di antara insan meminta tunjangan kepada beberapa pria di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” (QS. Al-Jinn: 6). Namun kata ini juga mengindikasikan arti yang mewakili suatu pilihan yang bebas antara kepatuhan dan pembangkangan terhadap perintah dan larangan Tuhan, sebagaimana kata “insan” yang selanjutnya akan dibahas. Pengabdian kepada Tuhan ialah satu-satunya tujuan diciptakannya insan dan jin, yang berarti bahwa kedua makhluk ini mempunyai kewajiban untuk melaksanakan kebaikan. Hal ini menimbulkan mereka menjalani hidup yang secara alami hanya menuruti insting dan nafsu mereka.

Kata insan dipakai sehubungan dengan tanggung jawab dan ‘vicegerency’ terhadap Tuhan. Memang benar bahwa insan diciptakan dari bahan yang tidak berharga, namun Tuhan ingin mengujinya dan membuatnya bisa mendengar dan melihat. “Sesungguhnya Kami telah membuat insan dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), alasannya ialah itu Kami jadikan ia mendengar dan melihat” (QS. Al-Insaan: 2). Ujian ini dinamakan keyakinan bahwa Tuhan telah menjanjikan nirwana dan dunia yang menimbulkan ketidaktaatannya dalam mengemban amanat tersebut dan insan (al-insan) sanggup menerimanya. Tuhan berfirman dalam al-Qur’an, “Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya insan itu amat lalim dan amat bodoh” (QS. Al-Ahzaab: 72).

Tawakkal berarti bahwa insan mempunyai kemampuan untuk menentukan dan melaksanakan kehendaknya, tidak ibarat makhluk lain yang hanya mengikuti insting dan kehendak alamiah mereka. Dia mempunyai kemampuan untuk membuat sesuatu dan kehendak di samping untuk mewujudkan apa yang mereka inginkan. Wakil dari perbuatan yang bersifat sukarela ini kemudian harus bertanggungjawab terhadap apa yang telah ia lakukan. Oleh alasannya ialah itu, cobaan mempunyai arti bahwa Tuhan akan melihat apakah wakil-Nya ini memakai kepercayaan itu (kebebasan untuk menentukan dan kemampuan untuk mewujudkan kehendaknya) di jalan yang benar atau tidak. Jika ia menggunakannya dengan benar, ia akan mendapatkan pahala, tetapi kalau tidak ia akan mendapatkan siksa.

Sumber
Machasin. 2007. Islam dan Humanisme; Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme Universal. Pustaka Pelajar. Yogyakarta


Download

Belum ada Komentar untuk "Arti Keberadaan Insan Dalam Islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel