Arah Dan Pembagian Filsafat Al-Kindi

Menurut Al-Kindi, filsafat diterima sebagai bab dari kebudayaan Islam. Para sejarawan Arab awal menyebutnya “Filsuf Arab”. Gagasan-gagasannya berasal dari Aristotelianisme Neo-Platonis, tetapi ia meletakan gagasan-gagasan itu dalam konteks baru. Dengan mendamaikan warisan-warisan Hellenistis dengan Islam, ia meletakan asas-asas sebuah filsafat baru. Kemudian, Al-Kindi, yang mengkhususkan diri dalam semua ilmu pengetahuan yang dikenal pada masanya tentangnya, tulisan-tulisannya menunjukkan cukup bukti—menjadikan filsafat sebagai studi menyeluruh yang meliputi seluruh ilmu. Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd awalnya ilmuwan, kemudian menjadi filsuf. Oleh alasannya itu, An-Nadim menempatkan Al-Kindi dalam kelompok filsuf alami. Ia menyatakan, “Al-Kindi yakni insan terbaik pada masanya, unik pengetahuannya perihal seluruh ilmu pengetahuan kuno. Ia disebut filsuf Arab. Buku-bukunya mengandung banyak sekali ilmu pengetahuan, menyerupai logika, filsafat, geometri, ilmu hitung, astronomi, dan sebagainya. Kami menyebutnya filsuf awal alasannya ia menonjol dalam ilmu pengetahuan”.

Batasan filsafat, dalam risalah Al-Kindi perihal Filsafat Awal, menyebutkan,”Filsafat yakni pengetahuan perihal hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan insan alasannya tujuan para filsuf dalam berteori yakni mencapai kebenaran, dan dalam berpraktik, yakni menyesuaikan dengan kebenaran”.

Ruang lingkup filsafat dalam pandangan Al-Kindi terbagi menjadi dua bab utama. Pertama, studi-studi teoretis, yaitu fisika, matematika, dan metafisika. Kedua, studi-studi praktis, yaitu etika, ekonomi, dan politik. Al-Kindi mengklasifikasikannya sebagai berikut: teori dan praktik merupakan awal kebajikan. Teori dibagi menjadi fisika, matematika, dan teologi. Praktik dibagi menjadi bimbingan diri, keluarga, dan masyarakat.

Al-Kindi mengarahkan filsafat Muslim ke arah kesesuaian antara filsafat dan agama. Filsafat berdasarkan kecerdikan pikiran, sedangkan agama berdasarkan wahyu. Logika merupakan metode filsafat, sedangkan iman, yang merupakan kepercayaan pada hakikat-hakikat yang disebutkan dalam Al-Qur’an sebagaimana diwahyukan Allah kepada Nabi-Nya, merupakan jalan agama. Sejak awal, para hebat agama tidak mempercayai filsafat dan filsuf. Para filsuf diserang sebagai pembuat bid’ah. al-Kindi membela diri dari tuduhan mereka bahwa “mengetahui hakikat segala sesuatu yakni kufur”. Sebaliknya, Al-Kindi menjelaskan bahwa filsafat merupakan pengetahuan perihal hakikat segala sesuatu, dan ini mengandung teologi (al-rububiyyah), ilmu tauhid, etika, dan seluruh ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Apalagi para nabi telah memerintahkan untuk mencari kebenaran dan berbuat kebajikan.

Menurut Al-Kindi, dasar filsafat Islam didasarkan pada Al-Qur’an yang lebih niscaya dan meyakinkan daripada dalih-dalih filosofis manusia. Al-Qur’an menunjukkan pemecahan atas duduk masalah yang sangat hakiki, contohnya penciptaan dunia dari ketakadaan dan kebangkitannya kembali. Hujjah-hujjah Al-Qur’an “sangat meyakinkan, jelas, dan menyeluruh” sehingga menimbulkan kepastian dan keyakinan. Oleh alasannya itu, Al-Qur’an jauh mengungguli dalih-dalih para filsuf. Sebuah pola perihal hujjah berpengaruh semacam itu terdapat dalam tanggapan terhadap pertanyaan kaum kafir,”Siapakah yang bisa menghidupkan kembali tulang-tulang yang sudah menjadi debu?” Jawabannya, “Dialah, yang membuat mereka, yang akan menghidupkan mereka”. Dengan demikian, Al-Kindi telah membuka pintu bagi penafsiran filosofis terhadap Al-Qur’an sehingga membuat persesuaian antara agama dan filsafat.

Dari uraian tersebut, sanggup dipahami bahwa Al-Kindi yakni filsuf pertama dalam Islam, yang menyelaraskan antara agama dan filsafat. Ia melicinkan jalan bagi Al-Farabi*, Ibnu Sina*, dan Ibnu Rusd*. Ia menunjukkan dua pandangan yang berbeda. Pertama, mengikuti jalur hebat kecerdikan dan memfilsafatkan agama. Kedua, memandang agama sebagai ilmu ilahiah dan menempatkannya di atas filsafat. Ilmu ilahiah ini diketahui melalui jalur para nabi, tetapi melalui penafsiran filosofis, agama menjadi selaras dengan filsafat.

Meskipun demikian, aliran filsafat Al-Kindi dipengaruhi oleh Aristoteles* yang secara lengkap sebagai berikut: “Kecenderungan Al-Kindi pada filsafat Aristoteles*, yang tampak dalam risalahnya, Risalah Fi Hudud Al-Asyya, juga sangat terasa dalam Fi Al-Falsafah Al-Ula-nya. Dalam menulis risalah ini, Al-Kindi banyak mengutip dari Metaphysics Aristoteles*. Akan tetapi, pokok bahasan yang dipakai Al-Kindi berbeda dari teks yang kini umumnya diakui. Buku Alpha Elatton, yang berdasarkan dugaan orang ditulis oleh Pasicles dari Rhodes, keponakan Eudemus, telah hilang, tetapi muncul dalam komentar ‘Abd Al-Lathif ibn Yusuf Al-Baghdadr atas Methaphysics Aristoteles* meskipun dalam susunan terbalik, yaitu mendahului buku Alpha. Meskipun Al-Kindi mengelaborasi banyak gagasan yang berasal dari Metaphysics Aristoteles*, karyanya, Fi Al-Falsafah Al-Ula, bukan sekedar klarifikasi terhadap buku tersebut alasannya ia juga menyandarkan secara luas pada karya-karya Aristoteles* lainnya. Oleh alasannya itu, banyak konsepsi Al-Kindi mencerminkan gagasan-gagasan yang diungkapkan oleh Aristoteles* dalam karya-karyanya Physics, De Anima, dan Categoriae, untuk menyebut karya-karya yang paling banyak dikutip. Di samping menunjukkan ringkasan Metaphysics Aristoteles, ia melengkapi Fi Al-Falsafah Al-Ula dengan memanfaatkan materi dari karya-karya Aristoteles lainnya.

Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
 

Download

Baca Juga
1. Al-Kindi. Riwayat Hidup
2. Al-Kindi. Karya Filsafat
3. Al-Kindi. Pemikiran Filsafat
4. Al-Kindi. Filsafat Ketuhanan
5. Al-Kindi. Filsafat Jiwa
6. Al-Kindi. Tentang Alam 
7. Al-Kindi. Tentang Roh dan Akal
8. Al-Kindi. Tuhan Yang Maha Esa Menjadi Topik Utama

Belum ada Komentar untuk "Arah Dan Pembagian Filsafat Al-Kindi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel