Ar-Razi. Filsafat Lima Kekal
Pemikiran Filsafat Ar-Razi
Dasar filsafatnya terlihat dari pandangan Ar-Razi yang mengklaim bahwa praktik kedokteran bersandar pada filsafat—praktik yang baik sangat bergantung pada pemikiran yang bebas (filsafat). Ia menganggap bahwa filsafat bukan sekedar sarana bagi karya kedokteran, melainkan juga sebagai tujuan dalam dirinya sendiri. Karyanya, At-Thibb Al-Ruhani, yang ditulis untuk Al-Manshur sebagai embel-embel Manshuri, mengikuti preseden Al-Kindi* dalam memperlakukan adab sebagai sejenis pengobatan psikis atau psikologi klinis, pendekatan yang dipakai oleh Gabirol dan Maimonides. Oleh lantaran itu, judulnya, Spiritual Physics, menyerupai yang secara artifisial dipakai kembali oleh Arberry, Pengobatan Spiritual atau Psikologis.
Filsafat Lima Kekal
Secara umum, filsafat Ar-Razi dikenal dengan pemikiran “Lima Kekal. Al-Biruni mengatakan, “Muhammad ibn Zakaria Ar-Razi telah melaporkan kekekalan lima hal dari Yunani kuno, yaitu: Tuhan, roh universal, materi pertama, ruang mutlak, dan waktu mutlak. Kelima hal ini menjadi landasan ajarannya. Akan tetapi, dia membedakan antara waktu dan keberlangsungan dengan menyampaikan bahwa angka berlaku bagi satu dan bukan yang lain lantaran keterbatasan berkaitan dengan keangkaan. Oleh lantaran itu, para filsuf mendefinisikan waktu sebagai keberlangsungan yang berawal dan berakhir, sedangkan keberlangsungan (dahr) tidak berawal dan tidak berakhir. Dia juga menyampaikan bahwa dalam kemaujudan kelima hal tersebut diharapkan kesadaran bahwa materi terbentuk oleh susunan; dia berkaitan dengan ruang sehingga harus ada ruang (tempat); pergantian bentuknya merupakan kekhasan waktu lantaran ada yang dahulu dan ada yang berikut, dan lantaran waktu, ada kekinian dan kebaruan, ada kelebihtuaan dan kelebihmudaan maka waktu itu perlu. Dalam ke-maujud-an, terdapat kehidupan, lantaran itu mesti ada roh, dan hal ini harus dimengerti dan aturan yang mengaturnya haruslah sempurna. Oleh lantaran itu, dalam kenyataan ini, harus ada pencipta, yang bijaksana, mahatahu, melaksanakan segala sesuatu sesempurna mungkin, dan menawarkan logika sebagai bekal mencari keselamatan.
Sistematika filsafat lima abadi Ar-Razi sanggup dijelaskan sebagai berikut.
1) Al-Bari Ta’ala (Allah): hidup dan aktif (dengan sifat independent)
2) An-Nafs al-Kulliyyah (jiwa universal): hidup dan aktif dan menjadi al-mabda’ al-qadim al-tsani (sumber abadi kedua). Hidup dan aktif bersifat dependen. An-Nafs al-Kulliyyah tidak berbentuk, tetapi lantaran punya naluri untuk bersatu dengan al-Hayula al-Ula, an-Nafs al-Kulliyyah mempunyai zat yang berbentuk (form) sehingga sanggup menerima, sekaligus menjadi sumber penciptaan benda-benda alam semesta, termasuk tubuh manusia. Ketika masuk pada benda-benda itulah, Allah membuat roh untuk menempati benda-benda alam dan tubuh insan daerah jiwa (parsial) melampiaskan kesenangannya. Karena semakin usang jiwa sanggup terlena pada kejahatan. Allah membuat logika untuk menyadarkan jiwa yang terlena dalam fisik tersebut.
3) Al-Hayula al-Ula (materi pertama): tidak hidup dan pasif. Al-Hayula al-Ula yakni substansi (jauhar) yang abadi yang terdiri atas dzarrah, dzarat (atom-atom). Di setiap atom terdiri atas volume. Jika dunia hancur, volume juga akan terpecah dalam bentuk atom-atom. Materi yang sangat padat ini menjadi substansi bumi, yang agak renggang menjadi substansi air, yang renggang menjadi substansi udara, dan yang lebih renggang menjadi api. Al-hayula al-Ula: abadi lantaran mustahil berasal dari ketiadaan. Buktinya, semua ciptaan Tuhan melalui susunan-susunan (yang berproses) dan tidak dalam sekejap yang sangat sederhana dan mudah. Dengan kata lain, Tuhan mustahil membuat sesuatu tanpa materi sebelumnya yang abadi lantaran mendapat (semacam emanasi, pancaran) dari Yang Mahakekal.
4) Al-Makan al-Muthlaq (ruang absolut): tidak aktif dan tidak pasif. Materi yang abadi membutuhkan ruang yang abadi pula sebagai “tempat” yang sesuai. Ada dua macam ruang: ruang partikular (relatif) dan ruang universal. Yang partikular terbatas sesuai keterbatasan maujud yang menempatinya. Sementara ruang universal tidak terbatas dan tidak terikat pada maujud lantaran sanggup saja sanggup terjadi kehampaan tanpa maujud.
5) Az-Zaman al-Muthlaq (zaman absolut): tidak aktif dan tidak pasif. Zaman atau masa ada dua, yaitu relatif/terbatas yang biasa disebut al-waqt dan zaman universal yang biasa disebut ad-dahr. Ad-dahr tidak terikat pada gerakan alam semesta dan falak atau benda-benda angkasa raya.
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Baca Juga
1. Ar-Razi. Riwayat Hidup
2. Ar-Razi. Karya Filsafat
3. Ar-Razi. Filsafat Rasionalis
4. Ar-Razi. Filsafat Moral
Dasar filsafatnya terlihat dari pandangan Ar-Razi yang mengklaim bahwa praktik kedokteran bersandar pada filsafat—praktik yang baik sangat bergantung pada pemikiran yang bebas (filsafat). Ia menganggap bahwa filsafat bukan sekedar sarana bagi karya kedokteran, melainkan juga sebagai tujuan dalam dirinya sendiri. Karyanya, At-Thibb Al-Ruhani, yang ditulis untuk Al-Manshur sebagai embel-embel Manshuri, mengikuti preseden Al-Kindi* dalam memperlakukan adab sebagai sejenis pengobatan psikis atau psikologi klinis, pendekatan yang dipakai oleh Gabirol dan Maimonides. Oleh lantaran itu, judulnya, Spiritual Physics, menyerupai yang secara artifisial dipakai kembali oleh Arberry, Pengobatan Spiritual atau Psikologis.
Filsafat Lima Kekal
Secara umum, filsafat Ar-Razi dikenal dengan pemikiran “Lima Kekal. Al-Biruni mengatakan, “Muhammad ibn Zakaria Ar-Razi telah melaporkan kekekalan lima hal dari Yunani kuno, yaitu: Tuhan, roh universal, materi pertama, ruang mutlak, dan waktu mutlak. Kelima hal ini menjadi landasan ajarannya. Akan tetapi, dia membedakan antara waktu dan keberlangsungan dengan menyampaikan bahwa angka berlaku bagi satu dan bukan yang lain lantaran keterbatasan berkaitan dengan keangkaan. Oleh lantaran itu, para filsuf mendefinisikan waktu sebagai keberlangsungan yang berawal dan berakhir, sedangkan keberlangsungan (dahr) tidak berawal dan tidak berakhir. Dia juga menyampaikan bahwa dalam kemaujudan kelima hal tersebut diharapkan kesadaran bahwa materi terbentuk oleh susunan; dia berkaitan dengan ruang sehingga harus ada ruang (tempat); pergantian bentuknya merupakan kekhasan waktu lantaran ada yang dahulu dan ada yang berikut, dan lantaran waktu, ada kekinian dan kebaruan, ada kelebihtuaan dan kelebihmudaan maka waktu itu perlu. Dalam ke-maujud-an, terdapat kehidupan, lantaran itu mesti ada roh, dan hal ini harus dimengerti dan aturan yang mengaturnya haruslah sempurna. Oleh lantaran itu, dalam kenyataan ini, harus ada pencipta, yang bijaksana, mahatahu, melaksanakan segala sesuatu sesempurna mungkin, dan menawarkan logika sebagai bekal mencari keselamatan.
Sistematika filsafat lima abadi Ar-Razi sanggup dijelaskan sebagai berikut.
1) Al-Bari Ta’ala (Allah): hidup dan aktif (dengan sifat independent)
2) An-Nafs al-Kulliyyah (jiwa universal): hidup dan aktif dan menjadi al-mabda’ al-qadim al-tsani (sumber abadi kedua). Hidup dan aktif bersifat dependen. An-Nafs al-Kulliyyah tidak berbentuk, tetapi lantaran punya naluri untuk bersatu dengan al-Hayula al-Ula, an-Nafs al-Kulliyyah mempunyai zat yang berbentuk (form) sehingga sanggup menerima, sekaligus menjadi sumber penciptaan benda-benda alam semesta, termasuk tubuh manusia. Ketika masuk pada benda-benda itulah, Allah membuat roh untuk menempati benda-benda alam dan tubuh insan daerah jiwa (parsial) melampiaskan kesenangannya. Karena semakin usang jiwa sanggup terlena pada kejahatan. Allah membuat logika untuk menyadarkan jiwa yang terlena dalam fisik tersebut.
3) Al-Hayula al-Ula (materi pertama): tidak hidup dan pasif. Al-Hayula al-Ula yakni substansi (jauhar) yang abadi yang terdiri atas dzarrah, dzarat (atom-atom). Di setiap atom terdiri atas volume. Jika dunia hancur, volume juga akan terpecah dalam bentuk atom-atom. Materi yang sangat padat ini menjadi substansi bumi, yang agak renggang menjadi substansi air, yang renggang menjadi substansi udara, dan yang lebih renggang menjadi api. Al-hayula al-Ula: abadi lantaran mustahil berasal dari ketiadaan. Buktinya, semua ciptaan Tuhan melalui susunan-susunan (yang berproses) dan tidak dalam sekejap yang sangat sederhana dan mudah. Dengan kata lain, Tuhan mustahil membuat sesuatu tanpa materi sebelumnya yang abadi lantaran mendapat (semacam emanasi, pancaran) dari Yang Mahakekal.
4) Al-Makan al-Muthlaq (ruang absolut): tidak aktif dan tidak pasif. Materi yang abadi membutuhkan ruang yang abadi pula sebagai “tempat” yang sesuai. Ada dua macam ruang: ruang partikular (relatif) dan ruang universal. Yang partikular terbatas sesuai keterbatasan maujud yang menempatinya. Sementara ruang universal tidak terbatas dan tidak terikat pada maujud lantaran sanggup saja sanggup terjadi kehampaan tanpa maujud.
5) Az-Zaman al-Muthlaq (zaman absolut): tidak aktif dan tidak pasif. Zaman atau masa ada dua, yaitu relatif/terbatas yang biasa disebut al-waqt dan zaman universal yang biasa disebut ad-dahr. Ad-dahr tidak terikat pada gerakan alam semesta dan falak atau benda-benda angkasa raya.
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Baca Juga
1. Ar-Razi. Riwayat Hidup
2. Ar-Razi. Karya Filsafat
3. Ar-Razi. Filsafat Rasionalis
4. Ar-Razi. Filsafat Moral
Belum ada Komentar untuk "Ar-Razi. Filsafat Lima Kekal"
Posting Komentar