Al-Kindi. Falsafat Ketuhanan
Sebagaimana halnya filsuf Yunani dan filsuf Islam lainnya, Al-Kindi juga andal ilmu pengetahuan. Menurutnya, pengetahuan terbagi ke dalam dua belahan berikut.
1. Pengetahuan Ilahi (Divine Science), sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an, yaitu pengetahuan eksklusif yang diperoleh Nabi dari Tuhan. Dasar pengetahuan ini yaitu keyakinan.
2. Pengetahuan manusiawi (human science) atau falsafat. Dasarnya yaitu anutan (rasio-reason).
Menurut Al-Kindi, filsafat yaitu pengetahuan perihal yang benar (knowledge of truth). Di sini tampak persamaan falsafat dan agama. Tujuan agama yaitu membuktikan hal yang benar dan hal yang baik. Demikian pula, tujuan filsafat. Di samping wahyu, agama mempergunakan akal. Filsafat juga memakai akal. Yang Benar Pertama (the First Truth) bagi Al-Kindi yaitu Tuhan. Falsafatnya membahas problem Tuhan dan agama menjadi dasar filsafatnya. Intisari filsafatnya yaitu falsafat yang paling tinggi yaitu falsafat perihal Tuhan sebagaimana ungkapannya, “Filsafat yang termulia dan tertinggi derajatnya yaitu filsafat utama, yaitu ilmu perihal Yang Benar Pertama, yang menjadi lantaran bagi segala yang benar”. Kebenaran yaitu kesesuaian yang ada dalam nalar dengan apa yang ada di luar akal. Dalam alam terdapat benda-benda yang sanggup ditangkap dengan pancaindra. Benda-benda ini merupakan juz’iat (particular). Yang paling penting bagi filsafat bukan juz’iat yang tidak terhingga banyaknya itu, melainkan hakikat yang terdapat dalam juz’iat itu, yaitu kulliat (universal, definisi). Setiap benda mempunyai dua hakikat. Pertama, hakikat juz’i dan ini disebut aniah dan kedua, hakikat kulli dan ini disebut mahiah, yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus dan species.
Tuhan dalam falsafat Al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah atau mahiah. Tidak aniah lantaran Tuhan tidak termasuk dalam benda-benda yang ada dalam alam, bahkan Dia yaitu Pencipta alam. Dia tidak tersusun dari bahan dan bentuk. Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam bentuk mahiah lantaran Dia bukan genus atau species. Tuhan hanya satu, dan tidak ada yang serupa dengan Tuhan. Tuhan yaitu unik. Dia yaitu Yang Benar Pertama dan Yang Benar Tunggal. Dia semata-mata satu. Hanya dialah yang satu, selain dari Tuhan semuanya mengandung arti banyak.
Dalam goresan pena dan analisis Harun Nasution, Tuhan bagi Al-Kindi yaitu Pencipta dan bukan Penggerak Pertama sebagaimana pendapat Aristoteles*. Alam tidak baka pada zaman lampau, tetapi mempunyai permulaan. Oleh lantaran itu, ia lebih akrab pada falsafat Plotinus yang menyampaikan bahwa Yang Maha Satu yaitu sumber dari alam ini dan sumber dari segala yang ada di alam ini yaitu emanasi dari Yang Maha Satu. Harun Nasution menambahkan bahwa paham emanasi ini tidak dijelaskan dalam falsafat Al-Kindi, dan yang dengan terang menulis perihal hal itu yaitu Al-Farabi*.
Berbeda dengan goresan pena Felik yang menjelaskan filsafat ketuhanan (emanasi) –sebagaimana terdapat dalam teks Al-Kindi Fi Al-Falsafah Al-Ula—adalah nama lain metafisika. Aristoteles* menyebut metafisika sebagai “filsafat pertama”. Al-Kindi menjelaskan sebagai berikut: “Pengetahuan perihal lantaran pertama sebenarnya disebut “Filsafat Pertama” lantaran filsafat-filsafat lainnya terkandung dalam pengetahuannya. Oleh lantaran itu, lantaran pertama yaitu pertama dalam kemuliaan, pertama dalam genus, pertama dalam derajat berkenaan dengan pengetahuan yang paling pasti; dan pertama dalam waktu lantaran ia yaitu lantaran dalam waktu”.
Menurut Al-Kindi, lantaran pertama sanggup dieksplorasi dan nalar pertama mentransmisikan “Pengetahuan yang paling pasti” tentangnya. Tujuan risalah ini yaitu menetapkan “bukti perihal ketuhanan-Nya dan klarifikasi perihal keesaan-Nya”. Walaupun kepastian intelektual perihal Tuhan dan ketuhanan sanggup dicapai, Al-Kindi mengakui pada final risalahnya bahwa intelek hanya bisa menggambarkan Tuhan dalam terma-terma negatif.
“Filsafat Pertama” berarti pengetahuan perihal Al-Haqq. Walaupun segala sesuatu merupakan akhir dari apa yang mendahuluinya dan lantaran dari yang berikutnya, Al-Haqq yaitu satu-satunya sebab. Alam, yang awalnya beremanasi dari lantaran pertama, bergantung pada, dan berkaitan dengan, Al-Haqq, tetapi terpisah dari-Nya lantaran alam terbatas dalam ruang dan waktu. Keesaan sebab-pertama dikontraskan dengan kemajemukan (pluralitas) dunia yang diciptakan: setiap sesuatu mempunyai lima predikat: genus, spesies, diferensia, sifat, dan aksiden. Modus-modus eksistensi dijelaskan dengan kategori ini. Al-Kindi benar-benar selaras dengan Islam saat menyatakan bahwa dunia diciptakan dari ketiadaan dan diciptakan dalam waktu, menjadi ada sehabis tiada. Hal ini bukan hanya keyakinan agamanya, melainkan juga pendiriannya sebagai filsuf.
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Baca Juga
1. Al-Kindi. Riwayat Hidup
2. Al-Kindi. Karya Filsafat
3. Al-Kindi. Pemikiran Filsafat
4. Al-Kindi. Filsafat Jiwa
5. Arah dan Pembagian Filsafat Al-Kindi
6. Al-Kindi. Tentang Alam
7. Al-Kindi. Tentang Roh dan Akal
8. Al-Kindi. Tuhan Yang Maha Esa Menjadi Topik Utama
1. Pengetahuan Ilahi (Divine Science), sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an, yaitu pengetahuan eksklusif yang diperoleh Nabi dari Tuhan. Dasar pengetahuan ini yaitu keyakinan.
2. Pengetahuan manusiawi (human science) atau falsafat. Dasarnya yaitu anutan (rasio-reason).
Menurut Al-Kindi, filsafat yaitu pengetahuan perihal yang benar (knowledge of truth). Di sini tampak persamaan falsafat dan agama. Tujuan agama yaitu membuktikan hal yang benar dan hal yang baik. Demikian pula, tujuan filsafat. Di samping wahyu, agama mempergunakan akal. Filsafat juga memakai akal. Yang Benar Pertama (the First Truth) bagi Al-Kindi yaitu Tuhan. Falsafatnya membahas problem Tuhan dan agama menjadi dasar filsafatnya. Intisari filsafatnya yaitu falsafat yang paling tinggi yaitu falsafat perihal Tuhan sebagaimana ungkapannya, “Filsafat yang termulia dan tertinggi derajatnya yaitu filsafat utama, yaitu ilmu perihal Yang Benar Pertama, yang menjadi lantaran bagi segala yang benar”. Kebenaran yaitu kesesuaian yang ada dalam nalar dengan apa yang ada di luar akal. Dalam alam terdapat benda-benda yang sanggup ditangkap dengan pancaindra. Benda-benda ini merupakan juz’iat (particular). Yang paling penting bagi filsafat bukan juz’iat yang tidak terhingga banyaknya itu, melainkan hakikat yang terdapat dalam juz’iat itu, yaitu kulliat (universal, definisi). Setiap benda mempunyai dua hakikat. Pertama, hakikat juz’i dan ini disebut aniah dan kedua, hakikat kulli dan ini disebut mahiah, yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus dan species.
Tuhan dalam falsafat Al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah atau mahiah. Tidak aniah lantaran Tuhan tidak termasuk dalam benda-benda yang ada dalam alam, bahkan Dia yaitu Pencipta alam. Dia tidak tersusun dari bahan dan bentuk. Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam bentuk mahiah lantaran Dia bukan genus atau species. Tuhan hanya satu, dan tidak ada yang serupa dengan Tuhan. Tuhan yaitu unik. Dia yaitu Yang Benar Pertama dan Yang Benar Tunggal. Dia semata-mata satu. Hanya dialah yang satu, selain dari Tuhan semuanya mengandung arti banyak.
Dalam goresan pena dan analisis Harun Nasution, Tuhan bagi Al-Kindi yaitu Pencipta dan bukan Penggerak Pertama sebagaimana pendapat Aristoteles*. Alam tidak baka pada zaman lampau, tetapi mempunyai permulaan. Oleh lantaran itu, ia lebih akrab pada falsafat Plotinus yang menyampaikan bahwa Yang Maha Satu yaitu sumber dari alam ini dan sumber dari segala yang ada di alam ini yaitu emanasi dari Yang Maha Satu. Harun Nasution menambahkan bahwa paham emanasi ini tidak dijelaskan dalam falsafat Al-Kindi, dan yang dengan terang menulis perihal hal itu yaitu Al-Farabi*.
Berbeda dengan goresan pena Felik yang menjelaskan filsafat ketuhanan (emanasi) –sebagaimana terdapat dalam teks Al-Kindi Fi Al-Falsafah Al-Ula—adalah nama lain metafisika. Aristoteles* menyebut metafisika sebagai “filsafat pertama”. Al-Kindi menjelaskan sebagai berikut: “Pengetahuan perihal lantaran pertama sebenarnya disebut “Filsafat Pertama” lantaran filsafat-filsafat lainnya terkandung dalam pengetahuannya. Oleh lantaran itu, lantaran pertama yaitu pertama dalam kemuliaan, pertama dalam genus, pertama dalam derajat berkenaan dengan pengetahuan yang paling pasti; dan pertama dalam waktu lantaran ia yaitu lantaran dalam waktu”.
Menurut Al-Kindi, lantaran pertama sanggup dieksplorasi dan nalar pertama mentransmisikan “Pengetahuan yang paling pasti” tentangnya. Tujuan risalah ini yaitu menetapkan “bukti perihal ketuhanan-Nya dan klarifikasi perihal keesaan-Nya”. Walaupun kepastian intelektual perihal Tuhan dan ketuhanan sanggup dicapai, Al-Kindi mengakui pada final risalahnya bahwa intelek hanya bisa menggambarkan Tuhan dalam terma-terma negatif.
“Filsafat Pertama” berarti pengetahuan perihal Al-Haqq. Walaupun segala sesuatu merupakan akhir dari apa yang mendahuluinya dan lantaran dari yang berikutnya, Al-Haqq yaitu satu-satunya sebab. Alam, yang awalnya beremanasi dari lantaran pertama, bergantung pada, dan berkaitan dengan, Al-Haqq, tetapi terpisah dari-Nya lantaran alam terbatas dalam ruang dan waktu. Keesaan sebab-pertama dikontraskan dengan kemajemukan (pluralitas) dunia yang diciptakan: setiap sesuatu mempunyai lima predikat: genus, spesies, diferensia, sifat, dan aksiden. Modus-modus eksistensi dijelaskan dengan kategori ini. Al-Kindi benar-benar selaras dengan Islam saat menyatakan bahwa dunia diciptakan dari ketiadaan dan diciptakan dalam waktu, menjadi ada sehabis tiada. Hal ini bukan hanya keyakinan agamanya, melainkan juga pendiriannya sebagai filsuf.
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Baca Juga
1. Al-Kindi. Riwayat Hidup
2. Al-Kindi. Karya Filsafat
3. Al-Kindi. Pemikiran Filsafat
4. Al-Kindi. Filsafat Jiwa
5. Arah dan Pembagian Filsafat Al-Kindi
6. Al-Kindi. Tentang Alam
7. Al-Kindi. Tentang Roh dan Akal
8. Al-Kindi. Tuhan Yang Maha Esa Menjadi Topik Utama
Belum ada Komentar untuk "Al-Kindi. Falsafat Ketuhanan"
Posting Komentar