Abraham Maslow. Teori Aktualisasi Diri Humanistik
Psikologi humanistik menganggap setiap orang mempunyai harapan yang berpengaruh untuk mewujudkan potensinya secara penuh guna mencapai tingkat aktualisasi diri. Fokus gerakan psikologi gres yang mencapai puncaknya pada tahun 1960 ini ialah menekankan potensi positif manusia. Maslow memosisikan karyanya sebagai komplemen dari studi Freud*. Berkaitan dengan hal ini, Maslow berkata, “Freud menunjukkan kepada kita psikologi setengah sakit. Kini, kita harus mengisinya dengan psikologi setengah sehat”. Meskipun begitu, Maslow sangat kritis terhadap Freud* alasannya ialah psikologi humanistik tidak mengakui spiritualitas sebagai navigator sikap manusia.
Menurut Maslow, insan tidak bereaksi terhadap situasi secara membabi buta, tetapi senantiasa berusaha mencapai sesuatu yang lebih besar. Untuk membuktikannya, Maslow mempelajari mental individu yang sehat, bukan orang-orang dengan masalah psikologis yang serius. Ia fokus pada aktualisasi diri insan sebagai petunjuk sindrom kepribadian koheren serta mewakili kesehatan psikologis yang berfungsi secara optimal.
Dengan mengaktualisasikan diri, seseorang bisa menikmati pengalaman puncak, yaitu titik tertinggi dalam hidup dikala individu selaras dengan diri sendiri dan lingkungannya. Dalam pandangan Maslow seseorang yang bisa mengaktualisasikan dirinya sanggup mempunyai banyak pengalaman puncak sepanjang hari. Sebaliknya, orang yang tidak bisa mengaktualisasikan diri jarang mempunyai pengalaman tersebut.
1. Kualitas aktualisasi diri
Maslow menyadari bahwa semua individu mempunyai ciri-ciri kepribadian yang hampir sama. Jika ciri-ciri itu dijadikan sebagai “pusat realitas”, maka setiap orang bisa membedakan antara orisinil dengan palsu. Ciri-ciri itu dijadikan sebagai “masalah pusat” sehingga seseorang yang memerlukan solusi terhadap masalah psikisnya bisa diidentifikasi dan ditangani. Semua individu ingin berada dalam perasaan nyaman serta mempunyai korelasi eksklusif yang sehat. Hampir semua individu lebih menentukan mempunyai keluarga dan teman dekat daripada sejumlah besar korelasi bersifat dangkal (tidak akrab).
Orang yang berupaya mengaktualisasikan diri cenderung berfokus pada masalah di luar, memperjelas mana yang benar dan salah, membedakan sesuatu yang spontan dan kreatif, serta tidak terlalu terikat pada konvensi sosial. Maslow melihat orang yang mengaktualisasikan diri mempunyai wawasan lebih baik terhadap realitas serta menciptakan individu sangat mendapatkan keadaan dirinya, orang lain, serta dunia.
Aktualisasi diri juga meningkatkan kemampuan menghadapi banyak masalah yang dikenal sebagai problem impulsif. Orang yang mengaktualisasikan diri menjadi sangat merdeka sekaligus merasa bahagia dengan lingkungan dan budaya di sekitarnya. Individu lebih fokus pada pengembangan diri sendiri serta menganggap lingkungan dan budaya sebagai potensi dan sumber daya batin.
Menurut Maslow orang yang mengaktualisasikan dirinya mempunyai sejumlah kualitas berikut.
a. Kebenaran
Orang itu jujur terhadap kebenaran. Ia mengorientasikan kenyataan hidupnya sesuai dengan kebenaran. Ia memperindah, membersihkan, serta memurnikan kebenaran secara penuh.
b. Kebaikan
Orang itu lebih mengedepankan prinsip kebaikan, kebajikan, serta kejujuran.
c. Keindahan
Orang itu menginginkan keindahan dalam segala hal, baik bersifat jasmani maupun rohani.
d. Keutuhan
Orang itu cenderung berpikir wacana kesatuan, integrasi, serta keterkaitan antara satu hal dengan yang lain. Sebagai contoh, ia menyukai organisasi yang terstruktur, tertib, sinergis, serta tidak terpisah satu sama lain.
e. Transendensi dikotomik
Orang itu mendapatkan segala hal yang bersifat dikotomi, sekalipun kontradiktif dan berlawanan. Ia juga suka mencari resolusi terhadap segala polarisasi dan ketegangan di antara dikotomi tersebut.
f. Gairah
Orang itu menganggap sesuatu yang diraihnya sebagai proses—bukan akhir—dan hanya spontanitas semata. Oleh alasannya ialah itu, ia senantiasa menciptakan hukum untuk dirinya sendiri biar potensi-potensinya berfungsi secara total.
g. Unik
Orang itu menginginkan hal istimewa dalam hidupnya yang sanggup membedakannya dengan orang lain. Ia selalu memikirkan sesuatu yang gres dan nonkomparatif.
h. Kesempurnaan
Orang itu tidak berlebihan ataupun merasa kekurangan. Segala sesuatu ia tempatkan secara tepat, benar, sesuai, serta adil (proporsional).
i. Kebutuhan
Apabila orang itu membutuhkan sesuatu, hal itu harus ibarat yang diinginkannya. Ia teguh terhadap kebutuhannya serta pantang berubah sedikit pun.
j. Penyelesaian
Apabila menghadapi masalah, orang itu berhasrat menuntaskan hingga ke akar-akarnya secara adil. Dengan demikian, masalah itu sanggup dituntaskan secara total.
k. Keadilan
Orang itu berorientasi pada keadilan dan kesesuaian. Ia bersikap netral dan pantang memihak salah satu kubu.
l. Tingkatan
Berkaitan dengan tingkatan (seperti jabatan, kedudukan, dan sebagainya, orang itu menempatkan diri secara absah dan benar sesuai hukum yang berlaku.
m. Kesederhanaan
Orang itu bersikap bersahaja (apa adanya) serta berbicara jujur (terus terang).
n. Kekayaan
Orang itu suka akan kompleksitas, diferensiasi, serta sesuatu yang rumit. Ia menjalani kesukaannya itu dengan penuh totalitas.
o. Upaya
Apabila berupaya, orang itu mencari jalan yang gampang dan mempunyai tingkat ketegangan minimal. Namun demikian, ia berjuang keras di dalam mengatasi segala kesulitan yang menghadang hidupnya.
p. Ceria
Orang itu mendambakan kehidupan yang ceria, penuh sukacita, serta menyukai hiburan.
q. Swasembada
Orang itu menyukai otonomi dan kemandirian. Ia menentukan segala hal secara mandiri.
2. Dinamika aktualisasi diri
Dasar teori Maslow wacana potensi insan sebagian besar berasal dari perkiraan pribadinya. Studi kasusnya ialah tokoh-tokoh yang diyakininya mengaktualisasikan dirinya, di antaranya Albert Einstein dan Henry David Thoreau. Akibatnya, Maslow beropini bahwa cara untuk memenuhi kebutuhan sosial sama pentingnya dengan kebutuhan individu. Oleh alasannya ialah itu, psikolog harus fokus pada pengalaman manusia. Adapun setiap individu harus berkonsentrasi terhadap pengalaman hidupnya sendiri.
Jika seseorang menginginkan terpenuhinya kehidupan sosial secara kooperatif, ia harus menetapkan korelasi bermakna dengan orang lain dan dunia yang lebih besar. Dengan kata lain, ia harus menetapkan korelasi yang bermakna dengan komponen realitas eksternal terpenting.
Sebab, hal itu berkaitan dengan aktualisasi dirinya. Sebaliknya, kalau seseorang hidup secara egois dan kompetitif maka ia akan menempatkan emosi dirinya bermusuhan dengan orang lain dan lingkungan. Sikap bermusuhan dengan komponen eksternal menjadikan korelasi kesadarannya menjadi terbatas serta hanya bersifat internal.
3. Metodologi
Maslow mendasarkan studinya pada karya dan goresan pena para tokoh yang memenuhi standar aktualisasi diri. Maslow memakai goresan pena dan prestasi Albert Einstein sebagai teladan aksara insan yang mengaktualisasikan dirinya. Orang-orang ibarat Ruth Benedict dan Max Wertheimer juga dipakai sebagai model aktualisasi diri individu oleh Maslow. Metodologi ini dipakai Maslow alasannya ialah dianggap lebih baik daripada metode-metode penelitian lain yang beberapa di antaranya cenderung problematik.
Dari perspektif ilmiah, Maslow menyebut ada banyak masalah dalam banyak sekali metodologi tertentu yang dipakai oleh para ilmuwan. Salah satunya ialah analisis biografi yang dianggap sangat subjektif alasannya ialah didasarkan sepenuhnya pada pendapat peneliti. Padahal, pendapat eksklusif selalu cenderung bias sehingga mengurangi validitas data yang diperoleh. Oleh alasannya ialah itu, definisi operasional wacana aktualisasi diri, tidak harus diterima secara bundar sebagai fakta ilmiah.
Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik hingga Modern. IrcisoD. Yogyakarta
Download
Baca Juga
1. Abraham Maslow. Biografi Psikolog
2. Abraham Maslow. Hierarki Kebutuhan
3. Abraham Maslow. Pengalaman Puncak
Menurut Maslow, insan tidak bereaksi terhadap situasi secara membabi buta, tetapi senantiasa berusaha mencapai sesuatu yang lebih besar. Untuk membuktikannya, Maslow mempelajari mental individu yang sehat, bukan orang-orang dengan masalah psikologis yang serius. Ia fokus pada aktualisasi diri insan sebagai petunjuk sindrom kepribadian koheren serta mewakili kesehatan psikologis yang berfungsi secara optimal.
Dengan mengaktualisasikan diri, seseorang bisa menikmati pengalaman puncak, yaitu titik tertinggi dalam hidup dikala individu selaras dengan diri sendiri dan lingkungannya. Dalam pandangan Maslow seseorang yang bisa mengaktualisasikan dirinya sanggup mempunyai banyak pengalaman puncak sepanjang hari. Sebaliknya, orang yang tidak bisa mengaktualisasikan diri jarang mempunyai pengalaman tersebut.
1. Kualitas aktualisasi diri
Maslow menyadari bahwa semua individu mempunyai ciri-ciri kepribadian yang hampir sama. Jika ciri-ciri itu dijadikan sebagai “pusat realitas”, maka setiap orang bisa membedakan antara orisinil dengan palsu. Ciri-ciri itu dijadikan sebagai “masalah pusat” sehingga seseorang yang memerlukan solusi terhadap masalah psikisnya bisa diidentifikasi dan ditangani. Semua individu ingin berada dalam perasaan nyaman serta mempunyai korelasi eksklusif yang sehat. Hampir semua individu lebih menentukan mempunyai keluarga dan teman dekat daripada sejumlah besar korelasi bersifat dangkal (tidak akrab).
Orang yang berupaya mengaktualisasikan diri cenderung berfokus pada masalah di luar, memperjelas mana yang benar dan salah, membedakan sesuatu yang spontan dan kreatif, serta tidak terlalu terikat pada konvensi sosial. Maslow melihat orang yang mengaktualisasikan diri mempunyai wawasan lebih baik terhadap realitas serta menciptakan individu sangat mendapatkan keadaan dirinya, orang lain, serta dunia.
Aktualisasi diri juga meningkatkan kemampuan menghadapi banyak masalah yang dikenal sebagai problem impulsif. Orang yang mengaktualisasikan diri menjadi sangat merdeka sekaligus merasa bahagia dengan lingkungan dan budaya di sekitarnya. Individu lebih fokus pada pengembangan diri sendiri serta menganggap lingkungan dan budaya sebagai potensi dan sumber daya batin.
Menurut Maslow orang yang mengaktualisasikan dirinya mempunyai sejumlah kualitas berikut.
a. Kebenaran
Orang itu jujur terhadap kebenaran. Ia mengorientasikan kenyataan hidupnya sesuai dengan kebenaran. Ia memperindah, membersihkan, serta memurnikan kebenaran secara penuh.
b. Kebaikan
Orang itu lebih mengedepankan prinsip kebaikan, kebajikan, serta kejujuran.
c. Keindahan
Orang itu menginginkan keindahan dalam segala hal, baik bersifat jasmani maupun rohani.
d. Keutuhan
Orang itu cenderung berpikir wacana kesatuan, integrasi, serta keterkaitan antara satu hal dengan yang lain. Sebagai contoh, ia menyukai organisasi yang terstruktur, tertib, sinergis, serta tidak terpisah satu sama lain.
e. Transendensi dikotomik
Orang itu mendapatkan segala hal yang bersifat dikotomi, sekalipun kontradiktif dan berlawanan. Ia juga suka mencari resolusi terhadap segala polarisasi dan ketegangan di antara dikotomi tersebut.
f. Gairah
Orang itu menganggap sesuatu yang diraihnya sebagai proses—bukan akhir—dan hanya spontanitas semata. Oleh alasannya ialah itu, ia senantiasa menciptakan hukum untuk dirinya sendiri biar potensi-potensinya berfungsi secara total.
g. Unik
Orang itu menginginkan hal istimewa dalam hidupnya yang sanggup membedakannya dengan orang lain. Ia selalu memikirkan sesuatu yang gres dan nonkomparatif.
h. Kesempurnaan
Orang itu tidak berlebihan ataupun merasa kekurangan. Segala sesuatu ia tempatkan secara tepat, benar, sesuai, serta adil (proporsional).
i. Kebutuhan
Apabila orang itu membutuhkan sesuatu, hal itu harus ibarat yang diinginkannya. Ia teguh terhadap kebutuhannya serta pantang berubah sedikit pun.
j. Penyelesaian
Apabila menghadapi masalah, orang itu berhasrat menuntaskan hingga ke akar-akarnya secara adil. Dengan demikian, masalah itu sanggup dituntaskan secara total.
k. Keadilan
Orang itu berorientasi pada keadilan dan kesesuaian. Ia bersikap netral dan pantang memihak salah satu kubu.
l. Tingkatan
Berkaitan dengan tingkatan (seperti jabatan, kedudukan, dan sebagainya, orang itu menempatkan diri secara absah dan benar sesuai hukum yang berlaku.
m. Kesederhanaan
Orang itu bersikap bersahaja (apa adanya) serta berbicara jujur (terus terang).
n. Kekayaan
Orang itu suka akan kompleksitas, diferensiasi, serta sesuatu yang rumit. Ia menjalani kesukaannya itu dengan penuh totalitas.
o. Upaya
Apabila berupaya, orang itu mencari jalan yang gampang dan mempunyai tingkat ketegangan minimal. Namun demikian, ia berjuang keras di dalam mengatasi segala kesulitan yang menghadang hidupnya.
p. Ceria
Orang itu mendambakan kehidupan yang ceria, penuh sukacita, serta menyukai hiburan.
q. Swasembada
Orang itu menyukai otonomi dan kemandirian. Ia menentukan segala hal secara mandiri.
2. Dinamika aktualisasi diri
Dasar teori Maslow wacana potensi insan sebagian besar berasal dari perkiraan pribadinya. Studi kasusnya ialah tokoh-tokoh yang diyakininya mengaktualisasikan dirinya, di antaranya Albert Einstein dan Henry David Thoreau. Akibatnya, Maslow beropini bahwa cara untuk memenuhi kebutuhan sosial sama pentingnya dengan kebutuhan individu. Oleh alasannya ialah itu, psikolog harus fokus pada pengalaman manusia. Adapun setiap individu harus berkonsentrasi terhadap pengalaman hidupnya sendiri.
Jika seseorang menginginkan terpenuhinya kehidupan sosial secara kooperatif, ia harus menetapkan korelasi bermakna dengan orang lain dan dunia yang lebih besar. Dengan kata lain, ia harus menetapkan korelasi yang bermakna dengan komponen realitas eksternal terpenting.
3. Metodologi
Maslow mendasarkan studinya pada karya dan goresan pena para tokoh yang memenuhi standar aktualisasi diri. Maslow memakai goresan pena dan prestasi Albert Einstein sebagai teladan aksara insan yang mengaktualisasikan dirinya. Orang-orang ibarat Ruth Benedict dan Max Wertheimer juga dipakai sebagai model aktualisasi diri individu oleh Maslow. Metodologi ini dipakai Maslow alasannya ialah dianggap lebih baik daripada metode-metode penelitian lain yang beberapa di antaranya cenderung problematik.
Dari perspektif ilmiah, Maslow menyebut ada banyak masalah dalam banyak sekali metodologi tertentu yang dipakai oleh para ilmuwan. Salah satunya ialah analisis biografi yang dianggap sangat subjektif alasannya ialah didasarkan sepenuhnya pada pendapat peneliti. Padahal, pendapat eksklusif selalu cenderung bias sehingga mengurangi validitas data yang diperoleh. Oleh alasannya ialah itu, definisi operasional wacana aktualisasi diri, tidak harus diterima secara bundar sebagai fakta ilmiah.
Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik hingga Modern. IrcisoD. Yogyakarta
Download
Baca Juga
1. Abraham Maslow. Biografi Psikolog
2. Abraham Maslow. Hierarki Kebutuhan
3. Abraham Maslow. Pengalaman Puncak
Belum ada Komentar untuk "Abraham Maslow. Teori Aktualisasi Diri Humanistik"
Posting Komentar