Tokoh Tari Nusantara Dan Pemikirannya

Tokoh Tari Nusantara Dan Pemikirannya


Perlu diketahui bahwa tidak tiruana tokoh tari memiliki konsep atau pemikiran yang menonjol di bidang tari, spesialuntuk ada beberapa saja yang sanggup dikemukakan di sini. Untuk peluang ini spesialuntuk dua tokoh yang akan dikemukakan, yaitu sebagai diberikut.

S.D. Humardani (1923-1983)

Pendapat Gendhon Humardani yang pantas direnungkan yaitu “Bila tidak ingin seni tradisi spesialuntuk dianggap sebagai kiangenan (hiburan) saja, maka yang tradisi itu cukup raganya, tetapi jiwanya harus modern!”.



S.D. Humardani atau lebih dikenal dengan panggilan Gendhon Humardani ialah tokoh terkemuka di bidang tan tradisi. Berbagai julukan didiberikan kepadanya, ibarat “Sang Pendobrak Seni Tradisi”, “Sang Gladiator”, “Begawan Seni Tradisi”, dan “Budayawan”. Semua gelar tersebut didiberikan alasannya yaitu sifat kenasnya dalam melatih tan mahasiswa ASKI (sekarang STSI) Surakarta. Gendhon pernah berguru tan modern (modern dance) di Martha Graham School Amerika, dan rajin menghadiri tes-tes perkumpulan balet “The New York City Ballet” pada tahun 1960.

Beberapa karyanya yang layak dicatat antara lain: pemadatan tan bedaya, serimpi, dan gambyong. Selain itu, ia juga mengadakan perubahan garap tarian lepas yang sudah ada supaya lebih dinamis, ibarat tari Prawiro Watang (karya S.Maridi), Jaranan (tan rakyat), Srikandi-Cakil (tradisi), Adaninggar-Kelaswara (tradisi), Srikandi-Anoman (baru), dan Kiana-Sembunglangu (tradisi). Demikian juga sendratari tidak luput dari garapan tangan cuek Gendhon, contohnya sendratari Ranggalawe Gugur yang pernah di pentaskan di BBC Prom’s Royal Albert Hall, London (1979), sendratari Babad Pajang (1982), serta komposisi gres “Sketsa III” (karya I Nyoman Chaya dan kawan-kawan) yang dipentaskan di ekspo IKI (1983). Karya besarnya yang tidak kalah penting untuk dikemukakan yaitu keberhasilannya mencetak kader-kader muda yang populer di dunia tan Indonesia, ibarat A. Tasman, Suprapto Suryodarmo, Sunarno, Wahyu Santosa Prabawa, Nora Kustantina Dewi, Rusini, F. Han Mulyatno, S. Haryono, Daryono, S. Pamardi, dan Srihadi.

Tjetje Somantri (1891-1963)

Nama ash Tjetje Somantri yaitu R. Rusdi Somantri, tokoh terkemuka yang menjadi pengubah peta tari Sunda. NarnaTjetje didiberikan oleh pamannya yang menjadi pengasuhnya semenjak kecil. Sejak mudaTjetje Somantri sudah sangat tertarik pada seni tan, lebih-lebih tan tayub yang memang menjadi semacam andalan untuk berpamer oleh kaum menak (ningrat Sunda) pada waktu km. Kemampuan menaninya sungguh hebat sehingga tidaklah mengherankan jikalau jadinya ia bisa membuat beberapa karya monumental yang masih digemari sampai ketika ini. Beberapa tan ciptaannya antara lain: Tari Dewi, Anjasmara, Topeng Menakjingga, Kendit Birayung, Sulintang, Dewi Serang, Komala Gilang Kusuma, Nyamba, Ratu Graeni, Srigati, Rineka Sari, Kukupu, Sekar Putri, Merak, Golek Rineka, Sekar Arum, dan Renggarini. Konon ada lebih dan 40 karya tan yang sudah dihasilkan.

Pada waktu Konferensi Asia Afrika di Bandung, Bung Karno sangat terpesona pada tari-tarian karya Tjetje Somantri yang dibawakan gadis-gadis manis anakdidiknya. Sejak ketika itu, setiap pemerintah mengadakan perjamuan untuk mendapatkan tamu negara, pastilah tari-tarian karya Tjetje Somantri yang ditampilkan.

Demikian juga apabila pemerintah Indonesia mengirim misi kesenian ke luar negeni, tentu Tjetje Somantri tidak ketinggalan. Bahkan karya-karya Tjetje Somantri menjadi materi pelajaran penting di lembaga-lembaga pendidikan tari, ibarat Konservatori Tan (KONRI) dan Akademi Seni Tan Indonesia (ASTI) di Bandung, Yogyakarta, dan Denpasar, Konservatori Karawitan (KOKAR), serta Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) Surakarta dan Padang Panjang. Dua anakdidiknya yang berhasil di tingkat nasional yaitu Irawati Durban Ardjo dan Yuyun Kusumadinata.
Sumber Pustaka: Yudhistira

Belum ada Komentar untuk "Tokoh Tari Nusantara Dan Pemikirannya"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel