Pengertian Tasawuf Akhlaki

BAB II
Tasawuf Akhlaki
Dalam kaitan ini pula,menurut Amin Syukur,ada dua aliran dalam tasawuf.Pertama,aliran tasawuf sunni,yaitu bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan Al-Quran dan Al-hadist secara ketat,serta mengaitkan ahwal (keadaan) dan maqamat (tingkatan rohaniah) mereka kedua sumber tersebut.[1] Kedua,aliran tasawuf falsafi,yaitu tasawuf yang bercampur dengan pemikiran filsafat kompromi,dalam pemakaian terma-terma filsafat yang maknanya di sesuaikan dengan tasawuf.Oleh alasannya yaitu it, tasawuf yang berbau filsafat ini tidak sepenihnya sanggup di katakana tasawuf,dan juga tidak sepenuhnya sanggup di katakan sebagai filsafat.[2]
A.    AJARAN TASAWUF AKHLAKI
Bagian terpenting dari tujuan tasawuf yaitu memperoleh relasi eksklusif dengan tuhan, sehingga merasa dan sadar berada di ‘’hadirat’’tuhan.keberadaan di ‘’hadiarat’’tuahan itu di rasakan sebagai kenikmatan dan kebahagian yang hakiki.[3]Bagi kaum sufi,pengalaman Nabi dalam isra``Mi`raj,misalnya, merupakan sebuah rujukan puncak pengalaman rohani.Ia pengalaman rohani tertinggi yang hanya di punyanyi oleh seorang Nabi.Kaum sufi berusaha menggandakan dan mengulangi pengalaman rohani Nabi iti dalam dimensi, skala, dan format sepadan dengan kemampuannya.’’Pertemuan’’dengan ilahi merupakan puncak kebahagiaan yang di lukiskan dalam sebuah hadist sebagai’’sesuatu yang tak pernah di lihat oleh mata’’.[4]
Semua sufi beropini bahwa satu-satunya jalan yang sanggup menghantarkan seseorang ke hadhirat Allah hanyalah dengan kesuciaan jiwa.Karena jiwa insan merupakan refleksi atau pancaran dari pada zat Dalam tasawuf Akhlaqi,system pelatihan budbahasa di susun sebagai berikut.
1.Takhalli
       Takhalli merupakan langkah pertama yang harus di jalani oleh seorang sufi.Takhalli yaitu perjuangan mengosongkan diri dari prilaku atau budbahasa tercela.Salah satu budbahasa tercela yang paling banyak membawa imbas terhadap timbulnya  budbahasa buruk lainnya yaitu ketergantunga pada kelezatan duniawi.Hal ini ini sanggup di capai denga jalan menjauhakan diri dari kemaksiatan dalam segala bentuknya dan berusaha melenyapkan dorongan hawa nafsu.
Dalam menanamkan rasa beni terhadap kehidupan duniawi  serta mematiaknan hawa nafsu, para sufi berbeda pendapat. Sekolompok sufi yang moderat beropini bahwa rasa kebencian terhadap kehidupan duniawi  cukup sekedar tidak melupakan tujuan hidupnya dan tidak meninggalkan duniawi sama sekali.Demikian pula ,dengan pematian hawa nafsu itu, cukup dengan sekedar’’di kuasai’’ melalui pengaturan disiplin kehidupan .
Sementara itu,kelompok sufi yang ekstrem berkeyakinan bahwa kehidupan duniawi benar-benar sebagai ‘’’racun pembunuh’’ kelangsugan harapan sufi. Persoalan duniawi yaitu penghalang perjalanan, alasannya yaitu nya nafsu yang bertebdensi duniawi harus dimatikan supaya insan bebas berjalan menuju yujuan, yaitu memperoleh kebahagiaan spiritual yang hakiki. Bagi mereka, cara memperoleh keridhaan Tuhan tidak sama dengan cara memperoleh kenikmatan material. Pengingkaran ego dengan cara meresapkan didi pada kemauan Tuhan yaitu perbuatan utama.[5]



2. Tahalli
       Tahalli yaitu upaya mengisi atau menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan budbahasa terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaun sufi sehabis jiwa dikosongkan dari akhlak-akhlak jelek. Pada tahap tahalli, kaum sufi berusaha supaya setiap gerak sikap selalu berjalan diatas ketentuan agama, baik kewajiban yang bersifat luar maupun yang bersifat dalam. Aspek luar yaitu kewajiban-kewajiban yang bersifat formal, menyerupai shalat, puasa, dan haji, sedangkan aspek dalam menyerupai iman, ketaatan, dan kecintaan kepada Tuhan.
       Dengan demikian, tahap tahalli merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan. Sebab, apabila salah satu kebiasaan telah dilepaskan tapi tidak segera ada pengganti nya, kekosongan itu sanggup mengakibatkan frustasai. Oleh alasannya yaitu itu, ketika kebiasaan usang ditinngalkan, harus segera di isi dengan satu kebiasaan gres yang baik. Jiwa manusia, menyerupai kata Al-Ghazali, sanggup diubah,dilatih, dikuasai, dan dibuat dengan kehendak insan itu sendiri .
       Sikap mental dan perbuatan bail yang sangat penting diisikan kedalam jiwa insan dan dibiasakan dalam perbuatan dalam rangka pembentukan insan padipurna, antara lain sebagai berikut:
A.    Taubat
       Menurut Qamar Kailani dalam bukunya Fi At-Tasawuf Islam, taubat yaitu rasa penyesalan yang sungguh-sungguh dalam hati dengan disertai permohonan ampun serta meninggalkan segala perbuatan yang mengakibatkan dosa. Sementara itu, Al- Ghazali mengklasifikasikan taubat kepada tiga tingkatan:
·         Meninngalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih kepada kebaikan alasannya yaitu takut kepada siksa Allah.
·         Beralih dari satu situasi yang sudah baik menuju ke situasi yang lebih baik lagi. Dalam tasawuf, keadaan ini sering disebut inabah.
·         Rasa penyesalan yang dilakukan semata mata alasannya yaitu ketaatan dan kecintaan kepada Allah. Hal ini disebut Aubah.
B.     Cemas dan Harap (khauf dan Raja’)
     Sikap mental rasa cemas (khauf) dan harap (raja’), merupaka salah satu pemikiran tasawuf yang selalu dikaitkan kepada Hasan Al Basri. Karena, secara historis memang dialah yang pertama kali memunculkan pemikiran ini sebagai cirri kehidupan sufi. Menurut Al Basri, yang dimaksud dengan cemas atau takut yaitu suatu perasaan yang timbul alasannya yaitu banyak berbuat salah dan sering lalai kepad Allah. Karena sering menyadari kekurang sempurnaan nya dalam mengabdi kepada Allah, timbillah rasa takut, khawatir jikalau Allah akan marah kepada nya.[6]
C.    Zuhud
            Secara umum, zuhud sanggup di artikan sebagai suatu sikap melepaskan diri dari sikap rasa ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat.
D.    Al-Faqru
Istilah Al-faqru bermakna sanggup menuntut lebih banyak dari apa yang telah dipunyai dan merasa puas dengan apa yang sudah di miliki sehingga tidak meminta sesuatu yang lain.[7]
E.        As-Sabru
Salah satu sikap mental yang mendasar bagi seorang sufi yaitu sabar. Sabar di artikan sebagi suatukeadaan jiwa yang kokoh, stabil, dan konsekuen dalam pendirian.
F.        Ridha
Istilah ridha mengandung pengertian mendapatkan dengn ikhlas dan hati terbuka terhadap apa saja yang tiba dari Allah, aik dalm mendapatkan serta melaksanakan ketentuan-katentuan agam maupun yang berkenaan dengn nasib dirinya.
G.      Muraqabah
Muraqabah mempunyai arti intropeksi atau selfcorrection. Dengan kalimat yang lebih popular sanggup di katakan bahwa muraqabah yaitu setiap ketika siap dan siaga meneliti diri sendiri.



3. Tajalli
            Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah di lalui pada fase tahalli, rangkaian pendidikan budbahasa disempurnakan pada fase tajalli. Kata tajalli bermakna terungkapnya nurghaib[8]. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan organ-organ badan yang telah terisi dengan butir-butir mutiara budbahasa dan terbias melaksanakan perbuatan luhur tidak berkurang, rasa ketuhanan perlu di hayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran optimum dan rasa kecintaan yang mendalam dngan sendirinya akan menumbuhkan akan rasa rindu kepadanya.
            Para sufi sependapat bahwa tingkat kesempurnaan kesucuan jiwa hanya sanggup di tempuh dengan satu jalan, yaitu cinta kepada Allah dan memperdalam rasa kecintaan itu. Dengan kesucian jiwa jalan unuk mencapai Tuhan akan terbuka tanpa jalan ini, tidak ada kemungkinan terlaksananya tujuan dan perbuatan yang dilakukan pun tiak dianngap sebagai perbuatan yang baik.[9]

B.       Ciri-ciri Tasawuf Akhlaki
1.      Melandaskan diri pada Al-Quran dan Assunnah.
2.      Tidak memakai terminologi-terminologi filsafat sebagai mana terdapat pada ungkapan-ungkapan syatahat.
3.      Lebih bersifat mengajarkan dualism dalam relasi antara ilahi dan manusia.
4.      Kesinambungan antara hakikat dan syariat.
5.      Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlak, dan pengobatan jiwa dengan cara riyadah dan langkah takhalli, tahalli, dan tajalli.






C.      Tokoh-tokoh Tasawuf Akhlaki
Berikut ni yaitu rujukan para sufi beserta ajarannya yang termasuk dalam tasawuf akhlaqi.
1.      Hasan Al-Bashri
Nama lengkapnya hasan al-bashri yaitu Abu sa'id al hasan bin yasar. Ia yaitu seorang yang masyhur dikalangan tabi'in, ia lahir di madinah pada tahun 21 H/632 M dan wafat pada tahun 110 H/ 728 M. Abu Naim Al-Ashbahani menyimpulkan pandangan tasawuf hasan al bashri sebagai berikut, " takut (khouf) dan pengharapan (raja') tidak akan dirundung kemuraman dan keluhan,tidak pernah tidur senang alasannya yaitu selalu mengingat Allah.[10] "Pandangan tasawufnya yang lain yaitu usulan kepada setiap orang untuk senantiasa bersedihhati dan takut jikalau tidak bisa melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Sa'roni berkata, "demikian takutnya sehingga seolah-olah ia merasa bahwa neraka itu hanya dijadikan untuknya (hasan al-basri).
2.      Al-Muhasibi
Al-haris bin Asad Al Muhasibi, dia lahir pada tahun 165 H di Bashroh, wafat pada tahun 243 H/857 M. Beliau menempuh jalan tasawuf alasannya yaitu hendak keluar dari keraguan yang dihadapinya tatkala ia mengamati madzhab-madzhab yang dianut umat Islam, ada sekelompok orang yang tahu perihal keakhiratan. Sbagian besar dari mereka yaitu orang-orang yang mencari ilmu karana kesombongan yang motivasi perihal keduniaan. Pandangan al muhasibi perihal ma'rifat sangatlah berhati-hati terutama dalam menjelaskan batasan agama dan tidak mendalami batin agama yanf sanggup mengaburkan pengertian lahirnya dan mengakibatkan keraguan.
Dalam pemikiran Al-Muhasibi, khauf dan roja' menempati posisi penting dalam perjalanan seorang membersihkan jiwa, dia jaga menyampaikan bahwa khauf dan roja' sanggup dilakukan tepat bila berpegang teguh pada Al-quran dan As-sunnah, dan al muhasibi menyampaikan bahwa ma'rifat harus ditempuh melalui jalan tasawuf yang mendasarkan pada kitab dan sunnah .
3.      Al-Qusyairi
Nama lengkap Al-qusyairi yaitu 'abdul karim bin hawazin lahir tahun 376 di istiwa,kawasan Nisyafu yang merupakan salih satu pusat ilmu pengetahuan pada massanya. Beliu juga orang yang bisa mengompromikan syari'at dengan hakikat, beliu wafat tahun 465 H. Seandainya karya Al-quroisyi dikaji secara mendalam akan tampak terang bagaimana Al-quroisyi cenderung mengembalikan tasawuf ke landasan doktrin-doktrin ahlus Sunnah yaitu dengan mengikuti para sufi sunni masa ketiga dan keempat hijriyah.Ma'rifat berdasarkan Al-quroisyi yaitu seorang yang sudah mengenal Allah dan pengamalannya itu sudah pada keyakinan yang berpengaruh .
4.      Al-Ghazali
Nama lengkapnya yaitu Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta'us Ath-Thusi Asy-Syafi'i Al-Ghozali.beliau dilahirkan di khurrosan,Iran pada tahun 450 H/1058 M, dan menghebuskan nafasnya pada tanggal 19 Desember 1111 Masehi.Didalam tasawufnya, Al-Ghozali menentukan tasawuf sunni yang berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah Nabi ditambah dengan iktikad Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.
Menurut Al-Ghozali, jalan menuju tasawuf sanggup dicapai dengan cara mematahkan hambatan-hambatan jiwa, serta membersihkan diri dari moral yang tercela, sehingga kalbu terlepas dari segala sesuatu selain Allah dan selalu mengingat Allah .[11]











[1]. Amin Syukur,Rasionalisme dalam tasawuf,IAIN WALI SONGO,SEMARANG,1994,hlm.22
[2] .Ibid,hlm,26-27.
[3] .Usman said,et.al,pengantar ilmu tasawuf,medan,proyek pelatihan perguruan tinggi tonggi institute    agama islam Negeri sumatera Utara,1981,hlm,96
[4] .Nurcholish Majdjid,pengalaman gaib kaum sufi,dalam Tabloid tekad,Nomor18/tahun11, 6-12 Maret 2000,hlm,11

                                                                                                                                                                                                                                                                       
[5]. Said, Pengantar....., hlm. 101.
[6] . R.A. Nicholson, Seperti di Kutip Said, Pengantar....., hlm.
[7] Alkalabazi, Taàruf fi mazhab at`tasawufi, isa albab al halabi, msir,1960, hlm. 105
[8] Kamar Kailani, fi attasawuf fi al-islam, dar al-maàrif, Kairo, 1969, hlm. 27.
[9] M.M. Syarif, History of Muslim philosophy, Vol. II, Otto Harrazpwitz, Wiesbaden, 1963, hlm. 199.
[10] Hamka, Tasawuf: Perkembangan dan Pemurniannya, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1986, hlm. 76.
[11] Al Subqi, Thabaqat As Syafi’iyat Al kubra, Al Mustafa Babi Al Halabi, Juz 4, Mesir, hlm. 102.

Belum ada Komentar untuk "Pengertian Tasawuf Akhlaki"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel