Makalah Tafsir Ahkam Mu’Amalah - Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam
2.1 PRINSIP – PRINSIP DASAR EKONOM ISLAM
2.1.1 Pengertian Ekonomi Islam
Menurut Prof. Dr. Ahmad Muhammad ‘Assal & Prof. Dr. Fathi Ahmad Abdul Karaim ialah : Sesungguhnya ekonomi Islam ialah potongan integral dari sistem Islam yang sempurna. Apabila ekonomi konvensional dengan alasannya ialah situasi kelahirannya terpisah secara tepat dari agama. Maka keistimewaan terpenting ekonomi Islam ialah keterkaitannya secara tepat dengan Islam itu sendiri, yaitu aqidah dan syariah.[1]
Apabila ekonomi Islam menjadi potongan dari Islam yang sempurna, maka mustahil memisahkannya dari sistem aturan Islam yang lain dari aqidah, ibadah dan akhlak.[2]
Berdasarkan ini, maka dihentikan kita mempelajari ekonomi Islam secara berdiri sendiri yang terpisah dari aqidah Islam dan syariahnya, lantaran sistem ekonomi Islam potongan dari syariah Islam. Dengan demikian ia terkait secara fundamental dengan aqidah.[3]
Sedangkan berdasarkan Muhammad Rawwas Qal’ah Ekonomi Islam ialah Sesungguhnya ekonomi Islam ialah aturan Tuhan. Setiap ketaatan terhadap aturan ini merupakan ketaatan kepada Allah Swt. Setiap ketaatan kepada Allah ialah ibadah. Kaprikornus menerapkan sistem ekonomi Islam ialah ibadah.[4]
2.1.2 Prinsip – Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam itu secara garis besar sanggup diuraikan sebagai berikut: Ekonomi Islam mempunyai sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani. Disebut ekonomi Rabbani lantaran sarat dengan isyarat dan nilai-nilai Ilahiah. Dikatakan ekonomi Insani lantaran system ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia.
Keimanan sangat penting dalam ekonomi Islam lantaran secara eksklusif akan mensugesti cara pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup, selera dan preferensi manusia. Dalam ekonomi Islam sumber daya insani menjadi faktor terpenting. Manusia menjadi sentra sirkulasi manfaat ekonomi dari banyak sekali sumber daya yang ada.
Dalam Ekonomi Islam, banyak sekali jenis sumber daya dipandang sebagai pertolongan atau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan secara bersama di dunia yaitu untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Namun yang terpenting ialah bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggung-jawabkannya di alam abadi nanti.
Tujuan ekonomi islam ialah bahwa setiap kegiatan insan didasarkan kepada dedikasi kepada Allah dan dalam rangka melaksanakan kiprah dari Allah untuk memakmurkan bumi, maka dalam berekonomi umat islam harus mengutamakan keharmonisan dan pelestarian alam.
Secara umum prinsip-prinsip ekonomi menjadi 2 kelompok besar. Masing-masing kelompok besar ini membentuk suatu bangunan yang akan menjadi prinsip ekonomi islam.
v Berdasarkan pada definisi dan ruang lingkup ekonomi islam, maka terdapat banyak sekali prinsip yang harus dipegang teguh dalam menjalankan ekonomi islam. Bagian bangunan pertama ekonomi islam didasarkan atas lima nilai universal yakni: tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah), dan ma’ad (hasil).[5]
1. Tauhid
Tauhid merupakan fondasi fatwa islam. Isi tauhid itu sendiri terang terpampang pada dua kalimat syahadat yang menyatakan bahwa: “Tiada yang kuasa selain Allah dan Muhammad ialah utusan Allah”. Dengan tauhid, insan menyaksikan bahwa tiada satupun yang layak disembah selain Allah, tidak ada pemilik langit, bumi dan isinya, selain daripada Allah. Kaprikornus Allah ialah pencipta alam semesta dan isinya sekaligus pemiliknya, termasuk pemilik insan dan seluruh sumber daya yang ada. Karena itu segala kegiatan insan tak terkecuali kegiatan ekonomi dibingkai dengan kerangka hubungan dengan Allah. Dan segala sesuatu yang kita perbuat di dunia nantinya akan dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT. Sehingga termasuk didalamnya kegiatan ekonomi dan bisnis nantinya akan dipertanggungjawabkan juga. Dengan tauhid yang benar, pelaku ekonomi mengakibatkan landasan ketauhidan dalam setiap aktivitasnya. Dengan tauhid yang benar pula, pelaku ekonomi melaksanakan kegiatan ekonomi dengan senantiasa mengingat bahwa pertanggungjawaban yang hakiki ialah pertanggungjawaban akhirat. Dengan pondasi yang kokoh ini, dibutuhkan supaya setiap pelaku ekonomi sanggup memahami dan melaksanakan islam secara benar, kemudian meyakini bahwa ekonomi islam tidak terlepas dari islam itu sendiri.
2. ‘Adl
Dalam islam didefinisikan sebagai “tidak menzalami dan tidak dizalimi”. Implikasi (keterlibatan masalah) ekonomi dari nilai ini ialah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain atau merusak alam.
3. Nubuwwah
Nubuwwah merupakan perwujudan dari rahman, rahim dan kebijaksanaan Allah. Manusia tidak dibiarkan begitu saja didunia tanpa mendapat bimbingan. Karena itulah diutus para nabi dan rasul untuk memberikan petunjuk dari Allah kepada insan perihal bagaimana hidup yang baik dan benar didunia. Sebagaimana di dalam Al Qur’an juga sudah di jelaskan yaitu Telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik. Rasul merupakan “manusia model” Model percontohan ideal bagi umat manusia. Maha Suci Allah yang telah membuat para Nabi supaya senantiasa memberi kita pedoman dan bimbingan untuk senantiasa selamat menjalani perahu dunia menuju kampung alam abadi untuk diteladani manusia, balasannya Rasulullah mempunyai sifat-sifat utama yaitu siddiq (benar, jujur), amanah (kepercayaan), tabligh (keterbukaan/menyampaikan), dan fatanah (kecerdasan).
Sifat nabi di atas menjadi contoh bagi kegiatan ekonomi. Sifat di atas juga sangat manusiawi sehingga dalam pelaksanaanya sangat faktual untuk dilakukan. Juga sifat di atas ialah lambang profesionalitas, prestatif, dan kontributif dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi.
4. Khilafah
Khilafah artinya insan mempunyai misi untuk menjadi pemimpin dan pemakmur bumi. Nilai mendasari prinsip kehidupan kolektif manusia, fungsi dan kiprah utamanya ialah supaya menjaga keteraturan interaksi (mu’amalah) antar kelompok termasuk bidang ekonomi, dan memastikan bahwa perekonomian suatu negara berjalan dengan baik tanpa distorsi dan telah sesuai dengan syariah.
5. Ma’ad
Ma’ad secara harfiah berarti kemballi. Maksudnya insan akan kembali pada Tuhan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, lantaran kehidupan insan bukan hanya berlangsung didunia saja melainkan terus berlajut diakhirat.[6]
Dan bisa juga di artikan sebagai hasil atau imbalan, sesuai dengan kata Imam Ghazali bahwa motif para pelaku ekonomi ialah untuk mendapat keuntungan/profit/laba. Dalam islam, ada laba/keuntungan di dunia dan ada laba/keuntungan di akhirat. Oleh lantaran itu pencapaian ialah suatu hal yang mutlak
v Bagian kedua, Kelima nilai yang telah diuraikan di atas menjadi dasar wangsit untuk menyusun teori-teori ekonomi. Dari kelima nilai ini kita sanggup menurunkan tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri sistem ekonomi islam yang juga menjadi tiang ekonomi islam. Prinsip derivatif tersebut ialah sebagai berikut:
· Multitype Ownership (kepemilikan multijenis)
Nilai tauhid dan nilai adil melahirkan konsep multitype ownership. Dalam islam, berlaku prinsip kepemilikan multijenis, yakni mengakui majemuk bentuk kepemilikan baik oleh swasta, negara atau campuran. Prinsip ini ialah terjemahan dari nilai tauhid: pemilik primer langit, bumi dan seisinya ialah Allah, sedangkan insan diberi amanah untuk mengelolanya. Dan untuk menjamin adanya keadilan, maka cabang-cabang produksi yang strategis sanggup dikuasai oleh negara.
· Freedom to Act (kebebasan untuk bergerak/usaha)
Ketika menjelaskan nilai nubuwwah, kita sudah hingga pada kesimpulan bahwa penerapan nilai ini akan melahirkan pribadi-pribadi yang profesional dalam segala bidang, termasuk bidang ekonomi dan bisnis. Keempat nilai nubuwwah ini bila digabungkan dengan nilai keadilan dan nilai khilafah akan melahirkan konsep freedom to act pada setiap muslim. Freedom to act bagi setiap individu akan membuat prosedur pasar dalam perekonomian lantaran setiap individu bebas untuk bemuamalah. Pemerintah akan bertindak sebagai wasit yang adil dan mengawasi pelaku-pelaku ekonomi serta memastikan bahwa tidak terjadi distorsi dalam pasar dan menjamin tidak dilanggarnya syariah.
· Social Justice (keadilan sosial)
Gabungan nilai khilafah dan nilai ma’ad melahirkan prinsip keadilan sosial. Dalam islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan membuat keseimbangan sosial antara yang kaya dan yang miskin.[7]
Teori ekonomi islam dan sistemnya belumlah cukup tanpa adanya insan yang menerapkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Dengan kata lain, adanya insan yang berakhlak ialah hal mutlak dalam ekonomi. Kinerja suatu bisnis atau ekonomi tidaklah bergantung kepada teori dan sistemnya saja, melainkan pada man behind the gun-nya. Oleh lantaran itu etika menjadi potongan ketiga dan merupakan atap yang menaungi ekonomi islam.
2.2 TAFSIRAN QUR’AN
2.2.1 Tafsiran Alqur’an Surat
Surat al jum’ah ayat 10
A.
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kau di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kau beruntung.(QS: Al-Jumuah Ayat: 10)
B. Kosakata
لِلصَّلاةِ : shalat فَانْتَشِرُوا : Maka bertebaranlah kamu
الأرْضِ فِي : Di muka bumi وَابْتَغُوا : Dan carilah
للَّهِ افَضْلِ مِنْ Karunia Allah اللَّهَ وَاذْكُرُوا Dan ingatlah Allah
كَثِيرًا Banyak-banyak لَعَلَّكُمْ Supaya kamu
تُفْلِحُونَ Beruntung
C. Makna mufradat serta I’rab nya
الصَّلَاةُ قُضِيَتِ ( ditunaikan akan shalat) , قُضِيَتِ merupakan fi’il madhi yang dibinakan bagi majhul ( tidak di ketahuikan) asal katanya adalah قضي , الصَّلَاةُ( shalat), ia merupakan isem bagi قُضِيَتِ , الصَّلَاةُ maksud kata-katanya ini ialah shalat jum’at, kenapa berhunbungan dengan kata – kata قُضِيَتِ, lantaran tidak di ketahui shalat apa, dan di ketahui nya lantaran ada ال pada kata – kata shalatu, al ال if lam itu ialah ال ma’rifah ( yang di tujukan pada shalat jum’at), فَانْتَشِرُوا, merupakan fi’il amar, atas wazan انتشر, berfaedah mutawa’ah, yaitu hasil bekas sesuatu dari fi’il muta’adi maksudnya setelah shalat boleh bertebaran di muka bumi, berdasarkan tafsir jalalain perintah ini memperlihatkan pengertian ibahah (boleh), وَابْتَغُوا : Dan carilah, ابتغوا ialah fi’il amar ( perintah) supaya kita di mencari akan karunia Allah, misalnya menyerupai mencari rezeki tetapi wajib dengan cara yang halal,dan faedah nya juga mutawa’ah, اللَّهَ وَاذْكُرُوا Dan ingatlah Allah, اذكروا juga fi’il amar ( berupa perintah) memperlihatkan akan dalam kita bertebaran, kita mencari rezeki di wajibkan atas kita selalu mengingat akan Allah, كَثِيرًا, bila kita I’rab ia ialah ke hal, dengan arti, hal keadaan sebanyak-banyaknya, لَعَلَّكُمْ, kata-kata لعل berdasarkan ilmu nahwu memili faedah taraji yaitu mengharap sesuatu yang kemungkinan terjadi, تُفْلِحُونَ (kamu beruntung), ia merupakan fi’il mudhari’ asal kata nya yaitu افلح
D. Asbabun Nuzul
Diriwayatkan dalam sebuah hadits ,Ketika Rasul sedang berkhutbah jumat, tiba-tiba datanglah para pedagang dengan membawa dagangannya. Dan para sobat yang sedang mendengarkan khutbah itu berdiri mengerumuni para pedagang yang gres tiba tersebut. Melihat bencana itu turunlah Q.S al-jumuah ayat 9-10.
E. Munasabah
Pada ayat ini, Allah SWT menunjukan bahwa setelah selesai melaksanakan shalat Jumat boleh bertebaran di muka bumi melaksanakan urusan duniawi, berusaha mencari rezeki yang halal, setelah menunaikan yang bermanfaat untuk akhirat.
Pada ayat ini, Allah SWT menunjukan bahwa setelah shalat. Hendaklah mengingat Allah sebanyak-banyaknya di dalam mengerjakan usahanya dengan menghindarkan diri dari kecurangan, penyelewengan dan lain-lainnya, lantaran Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, yang tersembunyi apalagi yang nampak nyata, sebagaimana firman Allah SWT: Yang Mengetahui yang mistik dan yang nyata. Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S At Taghabun: 18) Dengan demikian tercapailah kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat.
F. Tafsir
Dalam ayat ini (surah Al-Jumu’ah(62) ayat:10), Allah menegaskan bahwa ketika shalat Jum’at telah ditunaikan, maka insan diperintahkan untuk segera kembali melaksanakan aktivitasnya masing-masing dalam rangka mencari karunia Allah baik berupa rezeki harta maupun ilmu pengetahuan. Jadi, pelajar dan guru kembali ke kelasnya, para pegawai kembali ke kantornya, para pekerja kembali ke pabriknya, para petani kembali ke sawahnya, dan begitu pula yang lainnya. Hal ini merupakan perintah Allah supaya insan mempunyai etos kerja yang tinggi, disiplin yang berpengaruh dan bisa menghargai waktu. Kemudian setelah insan mendapat karunia Allah maka janganlah lupa “wadzkurulloha katsiro” harus kembali mengingat Allah, lantaran semua karunia yang telah didapat itu semata-mata lantaran kemurahan Allah dan harus dikembalikan kepada Allah dengan cara syukur kepadanya supaya kita senantiasa beruntung. Kedua ayat di atas juga memperlihatkan bahwa insan harus berilmu mempergunakan waktu dan mengaturnya sedemikian rupa, sehingga tidak ada waktu yang terbuang percuma. Dengan demikian etos kerja yang tinggi akan terwujud dalam diri seseorang.
Menurut kami Jika Surah al-Jumu’ah [62] ayat 9–10 dikaitkan dengan tema PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM, penjelasannya sebagai berikut.
Hendaknya bersegeralah memenuhi panggilan Allah dengan menunaikan ibadah salat jum’at bagi pria walaupun sedang melaksanakan aktifitas perniagaan yang sangat menarik keuntungan bisnisnya, kecuali berhalangan menyerupai sakit atau dalam perjalanan jauh. Hal ini memperlihatkan bahwa urusan alam abadi lebih penting dari pada urusan dunia. Karena alam abadi lebih infinit sedangkan dunia sementara.begitulah pondasi tauhid sebagaimana sesuai dengan prinsip yang tadi sudah dijelaskan.
Namun demikian setelah menunaikan ibadah salat jum’at dihentikan mengabaikan urusan dunia, bersegeralah, bergegas untuk mencari nafkah demi kepentingan hidup diri dan keluarganya dan dihentikan malas, lantaran karunia Allah yang terbentang dijagat raya ini diperuntukkan bagi insan yang harus diusahakan. Ayat ini mengajarkan kita untuk bekerja keras dalam meraih kebahagiaan dunia. Dan Ini memperlihatkan bahwa Islam ialah agama yang tidak hanya memikirkan alam abadi saja tapi dunia juga penting. Dunia juga sangat menunjang kehidupan akhirat, lantaran dengan kelebihan rizki kita bisa bersadaqah dan itu ialah investasi akhirat. Tentang kerja keras dan keseimbangan dunia dan alam abadi sesuai sabda Rasulullah SAW. : “Bekerjalah untuk (kebutuhan) duniamu seperti kau akan hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seperti kau akan mati esok pagi” (H.R. Ibnu Azakir) begitulah prinsip Freedom to Act (kebebasan untuk bergerak/usaha)
Pada kesempatan lain Rasulullah sering memotivasi umatnya untuk senantiasa meningkatkan etos kerja sebagaiamana dalam beberapa sabdanya di bawah ini: ” Yang sangat angker atas umatku ialah banyak makan, usang tidur serta malas. Pengangguran hanya akan mengakibatkan seorang insan menjuadi keras hati.”(HR. Al-Syihab)
“Sesungghnya Allah menyayangi hamba yang berkarya. Dan barang siapa yang bekerja keras untuk keluarganya maka ia menyerupai pejuang di jalan Allah azza wajalla.”(HR. Ahmad)
“Tidaklah seseorang makan makanan yang lebih baik daripada hasil keterampilan tangannya sendiri.”(HR. Bukhari)
Untuk tercapai kebahagiaan dunia dan alam abadi kita diperintahkan untuk banyak berzikir dan berdo’a supaya sukses dalam meraih cita-cita, ingatlah Allah banyak-banyak supaya kau beruntung.
Selain itu Para fukaha (ahli fikih) mengakibatkan ayat dalam Surah al-Jumuah ini sebagai dalil perihal aturan melaksanakan salat Jumat. Salat Jumat hukumnya ialah wajib bagi setiap muslim sehingga ketika seseorang sedang berjual beli, dianjurkan untuk meninggalkan sejenak dan segera menunaikan salat Jumat. Jika Surah al-Jumu’ah [62] ayat 9–10 dikaitkan dengan prinsip ekonomi islam,dalam contoh bekerja penjelasannya sebagai berikut,
a. Perlunya Keseimbangan antara Urusan Dunia dan Akhirat
Pada ketika kita menuntaskan pekerjaan jenis apa pun yang menyangkut urusan duniawi, tetap diharuskan meninggalkannya jika mendengar panggilan azan. Perintah ini memperlihatkan pentingnya menyeimbangkan urusan duniawi dan ukhrawi. Kita dibolehkan mengejar kehidupan duniawi, tetapi tidak boleh terlena sehingga lupa pada kehidupan akhirat. Hal ini lantaran kerja kita telah diniatkan untuk mencari rida Allah sehingga kalau ada panggilan untuk ibadah kepada-Nya, tidak boleh enggan mengerjakan. Jika salat telah dikerjakan, kita pun diperbolehkan untuk kembali melanjutkan aktivitas.
Ada juga pesan yang sangat terkenal dari Abdullah bin Umar r.a. yang Artinya: ”Bekerjalah untuk kepentingan duniamu seperti kau akan hidup selamanya dan bekerjalah untuk kepentingan akhiratmu seolah-olah kau akan mati besok.” (H.R. Baihaqi) Bekerja dengan sungguh-sungguh dan profesional dalam ajaran Islam sangat diutamakan. Demikian juga khusyuk dalam ibadah sangat penting supaya sanggup membekas pada amaliah sehari-hari, termasuk dalam bekerja. (prinsip tauhid/ilahiah)
b. Bekerja Harus Selalu Ingat Allah
Dalam bekerja kita, harus mengingat Allah sehingga tidak akan terperosok untuk melaksanakan perbuatan yang tidak diridai oleh-Nya. Kita dibolehkan mencari karunia Allah sebanyak mungkin, asal dilakukan dengan cara yang benar. Dengan demikian, Allah pun akan meluaskan rezeki kepada kita dan memperlihatkan keberuntungan yang berlipat ganda.(prinsip tauhid,adil ma’ad)
c. Meningkatkan Produktivitas Kerja
Setelah mengerjakan salat Jumat, kita diperbolehkan untuk melanjutkan kegiatan kerja lainnya. Melakukan ibadah tidak berarti menghambat produktivitas kerja. Guna mendukung produktivitas kerja, ada hal-hal tertentu yang penting untuk diperhatikan.
1. Bersikap rajin, ulet, dan tidak gampang putus asa.(prinsip ma’ad)
2. Meningkatkan penemuan dan kreativitas.
3. Mau berguru dari pengalaman sehingga sanggup berbuat lebih baik pada masa datang.(prinsip keadilan social)
4. Memaksimalkan kemampuan diri yang ada dan selalu optimis.
5. Berdoa dan bertawakal kepada Allah.( Freedom to Act (kebebasan untuk bergerak/usaha)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang sanggup kami ambil pada makalah ini yaitu,
Secara umum prinsip-prinsip ekonomi menjadi 2 kelompok besar. Masing-masing kelompok besar ini membentuk suatu bangunan yang akan menjadi prinsip ekonomi islam.
Bagian pertama (nilai universal) yang menjadi teori dari ekonomi islam dan menjadi landasan ekonomi islam yaitu:
· Tauhid (keesaan Tuhan
· ‘Adl (keadilan)
· Nubuwwah (kenabian
· khilafah (pemerintahan).
· Ma’ad (hasil)
Dengan prinsip-prinsip utama di atas maka sistem ekonomi islam sanggup dibangun dengan sangat kokoh.Bagian kedua (prinsip-prinsip derivative) ini merupakan prinsip-prinsip sistem ekonomi islam yang juga menjadi tiang ekonomi islam yaitu:
· Multitype Ownership
· Freedom to act (Kebebasan bertindak atau berusaha)
· Social Justice (Keadilan Sosial)
Kita sebagai insan kita harus mempriolitaskan hak hak kita sebagai hamba kepada sang khalik dan ketika kasus problem ibadah kita telah selesai maka di situlah kita menjalankan hubungan dengan sesama insan untuk mencari rezeki sebanyak mungkin, dengan cara yang halal, dan senang tiasa mempunyai rasa disiplin, menghargai waktu dam etos kerja yang tinggi, dan setelah kita mendapat rezeki janganlah lupa untuk kembali bersyukur dan mengingat Allah lantaran sungguh rezeki yang diperoleh itu semua datangnya dari Allah SWT.
B. Saran
Dalam makalah kami ini, masih banyak hal yang harus diperbaiki dan dikoreksi, materi-materi yang disajikan pun masih belum lengkap. Untuk itu kami sangat mengharapkan bantuan positif untuk kemajuan kita bersama, lantaran kami tidak menunggu tepat untuk melaksanakan sesuatu, tapi kami melaksanakan sesuatu untuk menuju kesempurnaan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Mujahidin, Akhmad. 2007. Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Supadie, Didiek Ahmad.2013. Ekonomi Syari’ah. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra
Antonio Muhammad Syafi’I.Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.2001.
Dr. Yusuf Qhardawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam
[1] Prof. Dr. Ahmad Muhammad ‘Assal & Prof.Dr. Fathi Ahmad Abdul Karim, An-Nizham al-Iqtishadi fil Islam, Cairo, 1977, hlm.17-18.
[3] Prof. Dr. Ahmad Muhammad ‘Assal & Prof.Dr. Fathi Ahmad Abdul Karim, An-Nizham al-Iqtishadi fil Islam, Cairo, 1977, hlm.17
[6] Didiek Ahmad Supadie, Ekonomi Syari’ah, hlm. 50-51
Belum ada Komentar untuk "Makalah Tafsir Ahkam Mu’Amalah - Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam"
Posting Komentar