Makalah Pengertian Tarikh Tasyri' - Sejarah Perkembangan Aturan Islam Di Dunia
A. Pengertian Tarikh Tasyri’
Sebagai mana telah kita pelajari sebelumnya dari mata kuliah tarikh tasyri’ ini. Tarikh berasal dari kata تأريخا، يورخ، ارخ yang berarti memilih waktu terjadinya peristiwa.
Sedangkan tasyri’ berasal dari kata شريعة، يشرع، شرع yang berarti menuju kesumber, syari’ah mempunyai arti umum yaitu sumber mata air dan juga jalan yang lurus.
Jadi yang dimaksud dengan tarikh tasyri’ ialah sejarah training atau pembentukan hukum. Tarikh tasyri’ akan mengkaji aturan hingga kiamat nanti.
B. Tarikh Tasyri’ Periode Modern
Pada umumnya, penetapan aturan dizaman sobat himgga kini tidaklah jauh berbeda. Jika para sobat menuntaskan suatu permasalahan aturan dengan al-qur’an, hadits, ijma’ dan juga qiyas juga seterusnya hingga masa imam mazhab dan taqlid. Pada masa periode modern tidak jauh berbeda dengan masa-masa yang telah terdahulu dalam memutuskan suatu hukum.
Dizaman serba modern ini, kemajuan pesat yang terjadi dalam bidang pengetahuan dan teknologi menjadikan perubahan-perubahan besar dalam segala bidang kehidupan manusia. Jika pada masa awal Islam berperang masih mengunakan pedang, kini sudah mengunakan senjata canggih. Begitu juga dengan trasportasi, pada awal mula Islam. Jelasnya dengan kemunculan ilmu pengetahuan dan teknologi banyak sekali muncul hal gres dalam kehidupan insan dan menjadikan perubahan-perubahan gres dalam masyarakat, baik perubahan struktur sosial dan munculnya masalah-masalah gres mirip perkara transfusi darah, bayi tabung dan lain-lainnya perlu diatur dan diselesaikan sesuai dengan kaidah islam. Agar agama Islam bisa menghadapi perkembangan zaman, maka aturan Islam perlu dikembangkan dan pemahaman wacana islam harus terus menerus diperbaharui dengan memperlihatkan penafsiran-penafsiran terhadap nash syara’ dengan cara menggali kemungkinan atau alternatif dalam syari’at yang diyakini bisa menjawab masalah-masalah baru. Jadi, pembaharuan aturan Islam dimaksudkan semoga aturan Islam tidak ketinggalan zaman dan bisa menjawab pertanyaan yang berkesinambungan di dalamnya.
Tasyri’ sempat redup pada masa periode taklid, tapi bukan berarti pada ketika itu tidak ditetapkannya segala aturan islam. Namun pada masa itu mereka hanya mengikutu dari aturan islam yang terdahulu (yang diterapkan oleh imam mazhab). Setelah itu, tepatnya pada periode ke-19 M penetapan akan aturan islam mulai bangkit. Masa itu yang disebut dengan masa periode kebangkitan dan seterusnya periode modern.[1]
C. Tanda-tanda Kebangkitan Tasyri’ Diera Modern
Tanda-tanda kebangkitan aturan islam pada masa modern sanggup kita lihat pada sistem berikut ini :
1. Sistem mempelajari dan menuliskan aturan islam
Kebangunan aturan islam pada masa modern banyak bergantung kepada cara mempelajarinya. Yakni mempelajari hukum-hukum syara’ dengan aneka macam pendapat wacana satu perkara dan alasannya masing-masing, serta aturan-aturan dasar yang menjadi pegangannya. Kemudian pendapat-pendapat tersebut diperbandingkan satu sama lain, untuk dipilih pendapat mana yang lebih benar dan diperbandingkan pula dengan aturan positif. Disana tidak hanya satu madzab yang dikaji dan dipelajai akan tetapi keempat aliran aturan ahlusunnah wal jama’ah. Memang para fuqaha masa-masa dulu sudah mengenal sistem perbandingan aturan dengan menyebutkan pendapat aneka macam ulama mujtahidin meskipun dalam bentuk yang sederhana. Akan tetapi sejak periode ke-4 Hijriah dengan mengecualikan karya Ibnu Rusyd yang sangat bernilai yaitu bidayatul mujtahid, perbandingan tersebut hanya bermaksud untuk mengadakan pembelaan terhadap pendapat imam yang dianutnya dan mengusahakan melemahkan pendapat imam yang lain. Oleh alasannya itu, maka tidak ada penguatan suatu pendapat atas pendapat lain alasannya kekuatan dalil itu sendiri. Selanjutnya kemungkinan untuk mencari pendapat yang lebih tepat dan lebih sesuai dengan rasa keadilan orang banyak tidak ada lagi. Karena penguatan salah satu pendapat dalam aturan islam hanya terjadi dalam lingkungan satu madzab.
Sistem perbandingan dalam pembahasan aturan pada masa modern, terlepas dari pendirian sesuatu aliran aturan tertentu, atau dari pembelaan terhadapnya. Kajian ini didasarkan pada kesungguhan dalam mempelajari aneka macam pendapat yang berkembang wacana satu persoalan, dengan menjelaskan pendapat setiap mazhab, kemudian mendiskusikannya dan barulah diketahui pendapat yang paling berpengaruh dalilnya dan bisa mewujudkan kemaslahatan yang menjadi tujuan syariat.
Dengan adanya perubahan-perubahan dalam sistem mempelajari dan menuliskan hukum-hukum islam mirip tersebut diatas, maka kita sanggup menyisihkan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam aturan islam selama ini dan memperlihatkan wajahnya yang sebenarnya, sebagaimana kita bisa menghadapi kehidupan ini dengan segala peristiwanya yang terjadi untuk menerapkan aturan islam atas peristiwa-peristiwa tersebut.
2. Kedudukan aturan islam dalam perundang-undangan
Usaha-usaha perundang-undangan negara sebenarnya sudah pernah dilakukan beratus-ratus tahun yang lalu, mirip yang pernah dibentuk oleh Ibnu Muqaffa’ pada periode ke-2 hijriyah, dimasa khalifah Abbasiyah. Ia pernah mengirim surat kepada khalifah Al-Mansur untuk menbuat undang-undang yang diambil dari Al-qur’an dan sunnah, dan apabila tidak ada nash dari keduanya sanggup diambil dari fikiran dengan syarat bisa mewujudkan rasa keadilan dan kepentingan orang banyak. Surat tersebut dikirim alasannya adanya perbedaan pendapat antara para fuqaha dan hakim dalam memutuskan suatu perkara yang sama. Akan tetapi surat tersebut tidak mendapatkan sambutan yang cukup pada masa itu alasannya para fuqaha tidak mau memaksa orang untuk mengikuti pendapat-pendapatnya, serta memperingatkan murid-muridnya untuk tidak berfanatik buta serta mengingatkan bahwa ijtihad-ijtihad yang dilakukan bisa kemasukan salah.[2]
Usaha lain telah dilakukan oleh khalifah Mansur dimana ia sedang pergi haji dan singgah dimadinah, kemudian ia meminta Imam Malaik untuk membuat ilmu fiqh dan menuliskan wacana buku-buku ilmu tersebut. Khalifah Harun ar-Rasyid pernah meminta semoga kitabnya al-Muwatta’ untuk disebar diseluruh negeri serta menjadi pedoman dalam peradilan dan fatwa, namun Imam Malik menolak alasannya dirinya tidak lebih berhak dari fuqaha-fuqaha sebelumnya maka dari itu pendapatnya tidak bisa dipaksakan untuk orang banyak. Dalam fatwa Imam Malik bersandar pada kitab Allah untuk pertama kalinya, kemudian kepada as-sunnah. Tetapi ia mendahulukan amalan penduduk Madinah dari pada hadis minggu kalau terbukti membedainnya.
Pada periode ke-11 hijriah, Sultan Muhammad alamkir(1038-1118), salah seorang raja India, membentuk suatu panitia yang terdiri dari ulama-ulama India terkenal dengan diketuai syekh Nazzan. Panitia tersebut diberi kiprah untuk membuat satu kitab yang menghimpun riwayat-riwayat yang disepakati oleh madzab Hanafi, kitab tersebut diberi nama: ‘’Al-Fatawi al-Hidayah’’.
Meskipun kitab tersebut bersifat setengah resmi, namun tidak mengikat para hakim dan pemberi fatwa. Dan dari segi penyusunan bab-babnya tidak memadai susunan buku undang-undang, melainkan merupakan kitab fiqh biasa yang berisi persoalan-persoalan yang benar-benar terjadi atau yang diperkirakan bisa terjadi. Sesudah menyebutkan aneka macam pendapat wacana suatu persoalan, kemudian diikuti oleh pilihan pahitnya terhadap pendapat yang dianggapnya kuat.[3]
Usaha nyata untuk menempatkan ketentuan-ketentuan aturan Islam dalam perundang-undangan Negara gres terwujud dengan munculnya buku ‘’Majalatul Ahkam al-Adliyyah’’ dan Qanunul ‘Ailaat (undang-undang) dari turki, yang menjadi tanda permulaan masa kebangkitan aturan islam.
D. Keadaan atau Kedudukan Tasyri’ Diera Modern
Pada ketika ini banyak pemandangan yang sering kita lihat tidak hanya dibarat, bahkan didunia muslim ketika ini telah banyak mengalami perubahan dari segala bidang. Baik itu yang berasal dari dunia muslim itu sendiri maupun dari luar. Diera modern yang banyak mengalami perubahan dan perlu adanya pembaharuan aturan islam. Namun dalam pembaharuan aturan islam tidak boleh merubah aturan islam yang ada, artinya kita hanya boleh memutuskan aturan gres yang belum ada pada masa Rasul dan sahabat, sedangkan aturan yang telah ada tidak boleh dirubah ataupun diperbaharui. Pembaharuan aturan islam terdiri dari dua kata, yaitu ‘’pembaharuan’’ yang berarti modernisasi, atau suatu upaya yang dilakukan untuk mengadakan atau membuat suatu yang baru, dan ‘’hukum islam’’ yakni koleksi daya upayapara andal aturan untuk menerapkan syariat atas kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini aturan islam lebih didekatkan dengan fiqih, bukan syariat.[4]
Dari hal diatas, kita sanggup menyimpulkan bahwa aturan islam itu harus dinamis, sehingga tidak luput dari perubahan. Untuk melaksanakan suatu pembaharuan aturan islam zaman modern yang penuh dengan anggapan ataupun kesalah pahaman wacana pemahaman yang harusnya tidak dipermasalahkan lagi dalam agama kita ini maka harus ditempuh melalui metode.
E. Pembaharuan Tasyri’ (hukum) Pada Periode Modern
Pembaharuan aturan islam di dunia islam pada periode modern secara garis besar sanggup dikategorikan menjadi tiga pola. Pola pertama adalah rujukan pembaharuan yang berorientasi pada peradaban Barat. Pada dasarnya rujukan ini berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kemajuan yang telah dicapai dunia Barat merupakan hasil perkembangan ilmu penegetahuan dan teknologi modern. Pola kedua adalah pembaharuan pada sumber Islam murni. Pola pembaharuan ini berpandangan bahwa sesungguhnya islam sendiri merupakn sumber peradaban serta ilmu pengetahuan modern. Islam sendiri merupakan fatwa yang pada hakikatnya mengandung potensi membawa kemajuan budaya dan kesejahteraan hidup bagi umat manusia, dan hal ini telah dibuktikan pada masa kejayaan peradaban islam. Pola ketiga adalah rujukan pembaharuan yang beroirientasi pada nasionalisme. Pada dasarnya wangsit nasionalisme berasal dari dunia Barat, yangt memandang bahwa setiap bangsa mempunyai potensi sendiri yang memungkinkan berkembang sistem dan lingkunag budaya yang lebih maju, baik dari sisi potensi sumber daya manusia, kesejarahan, maupun potensi lingkungan.
Ibrahim Husen spesialis aturan islam mengajukan beberapa metode untuk pembaharuan aturan islam (tasyri’) pada periode modern, antara lain:
1. Pemahaman atau pengkajian terhadap Al-qur’an
Untuk mengadakan pembaharuan aturan islam, hal ini dilakukan dengan direkontruksi dengan jalan mengartikan al-qur’an dalam konteks dan jiwanya. Pemahaman melalui konteks beerarti mengetahui asbab an-nuzul . sedangkan pemahaman melalui jiwanya berarti memperhatikan makna subtansi ayat tersebut. Perlu ditekankan bahwa al-qur’an ialah sumber aturan yang pertama dan utama sebagaimana yang diungkapkan Allah dalam surat an-Nisa ayat 105:
2. Pemahaman terhadap hadits (sunnah)
Sunah ialah sumber kedua dalam syariah maupun fiqh. Ia juga memperlihatkan dasar bagi munculnya aturan baru. Pemahaman gres terhadap sunah, sanggup dilakukan dengan mengklasifikasi sunah, sebagaimana Rasulullah dalam rangka memutuskan suatu aturan dan bagaimana pula dilakukan selaku insan biasa sebagai sifat basyariyah. Sunah gres sanggup dijadikan pegangan wajib apabila dilakukan dalam rangka memutuskan hukum. Sedangkan yang dilakukan sebagaimana insan biasa tidak wajib diikuti, mirip kesukaann Rasulullah kepada makanan yang manis, pakaian yang beerwarna hijau dan sebagainya. Disamping itu sebagaimana Al-qur’an, sunah juga harus difahami dari segi jiwa dan semangat atau subtansi yang terkandung didalamnya.
3. Pendekatan ta’aqquli (rasional)
Ulama’ zaman dahulu mendapatkan rukun islam dilakukan dengan taabbudi yang mendapatkan aturan islam apa adanya tanpa komentar, sehingga kwalitas illat aturan dan tinjauan filosofinya banyak tidak terungkap. Oleh alasannya itu pendekatan ta’aqquli harus di tekankan dalam rangka pembaharuan aturan islam (ta’abbudi dan ta’aqquli). Dengan pendekatan ini illat aturan hikmahat-tashih sanggup dicerna umat islam terutama dalam perkara kemasyarakatan.
4. Penekanan zawajir (zawajir dan jawabir) dalam pidana
Dalam perkara aturan pidana ada unsur zawajir dan jawabir. Jawabir artinya dengan aturan itu dosa atau kesalahan pelaku pidana akan diampuni dosanya oleh Allah. Dengan memperhatikan jawabir ini aturan pidana harus dilakukan sesuai dengan nash, mirip pencuri yang harus dihukumi dengan potong tangan, pezina muhsan yang dirajam, dan pezina ghairu muhsan yang didera. Sedangkan zawajir ialah aturan yang bertujuan untuk membuat jera pelaku pidana sehingga tidak menggulanginya lagi. Dalam pembaharuan aturan islam mengenai pidana, yang harus ditekankan ialah zawahir dengan demikian aturan pidana tidak terikat pada apa yang tertera dalam nash.
5. Masalah ijma’
Pemahaman yang terlalu luas terhadap ijma’ dan keterkaitan kepada ijma’ harus dirubah dengan mendapatkan ijma’ sharih, yang terjadi dikalangan sobat (ijma’ sahabat) saja, sebagaimana yang dikemukakan oleh syafi’i kemungkinan terjadinya ijma’ sobat sangatlah sulit, sedangkan ijma’ sukuti masih diperselisihkan. Disamping itu ijma’’ yang dipedomani haruslah mempunyai sandaran qath’i yang pada hakikatnya kekuatan hukumnya bukan kepada ijma’ sendiri, tetapi pada dalil yang menjadi sandarannaya.
6. Masalik al-‘illat (cara penetapan illat)
Kaidah-kaidah yang dirumuskan untuk mendeteksi illat aturan yang biasa dibicarakan dalam kaitan dengan kias. Dalam kaidah pokok dikatakkan bahawa ‘’hukum beredar sesuai dengan illatnya’’. Ini ditempuh dengan merumuskan kaidah dan mencari serta menguji illat yang benar-benar baru.
7. Masalah mursalah
Dimana ada kemaslahatan disana ada aturan Allah SWT ialah ungkapan yang terkenal dikalangan para ulama. Dalam hal ini perkara mursalah dijadikan sebagai dalil aturan dan menurut ini, sanggup ditetapkan aturan bagi banyak perkara yang gres yang tidak disinggung oleh Al-qur’an dan sunah.
8. Sadd az-zari’ah
Sadd az-zari’ah berarti sarana yang membawa kehal yang haram. Pada dasarnya sarana itu hukumnya mubah, akan tetapi alasannya sanggup membawa kepada yang maksiat atau haram, maka sarana itu diharamkan. Dalam rangka pembaharuan aturan islam sarana ini digalakkan.
9. Irtijab akhalf ad-dararain
Dalam pembaharuan aturan islam kaidah ini sangat efektif untuk pemecahan perkara baru. Umpamanya perang dibulan muharram hukumnya haram, tetapi alasannya pihak musuh menyerang, maka boleh dibalas dengan menurut kaidah tersebut, alasannya serangan musuh sanggup menggangu eksistensi agama islam.
10. Keputusan waliyy al-amr
Atau disebut juga ulil amri yaitu semua pemerintah atau penguasa, mulai dari tingkat yang terendah hingga tingkat yang tertingi. Segala peraturan undang-undang wajib ditaati selagi tidak bertentangan dengan agama. Hukum yang tidak dihentikan dan tidak diperintahkan hukumnya mubah. Contohnya, pemerintah atas dasar perkara mursalah memutuskan bahwa pembatasan umur calon mempelai laki-laki dan peremuan yaitu perkawinan hanya diizinkan kalau pihak laki-laki sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 tahun.[5]
Pembaharuan aturan islam dimaksudkan semoga fatwa islam tetap ada dan diterima oleh masyarakat modern. Untuk mengembalikan aktualitas aturan islam atau menjembatani fatwa teoritas dalam kitab-kitab fiqih hasil pemikiran mujtahid dengan kebutuhan masa kini. Tujuan diadakannya pembaharuan dalam aturan islam yaitu Memberikan kebijakan, Membuat atura tambahan, Talfiq (meramu) dan Melakukan reinterpretasi dan reformulasi.[6]
F. Para Ulama Pada Masa Periode Modern
Adapun beberapa ulama (mujtahid) pada masa periode modern adalah:
1. Sultan Mahmud II (1758-1838), dari turki.
2. Rasyid Ridha( 1865-1935 ).
3. Muhammad Abduh (1849- 1905 ).
4. Jamaluddin Al-Afghani ( 1839-1897).
5. At-Tahtawi (1801-1873 ).
6. Muhammad Ali pasya ( 1795- 1849 ).
G. Mengulas sedikit hasil dari diskusi kelompok
Sebagaimana kita telah mengetahui dari diskusi yang telah lalu, bergotong-royong awal mulanya berdiri tasyri’ (periode kebangkitan) ialah pada periode 13 M, hingga periode 18 M. Dan kemudian dari periode 19 M hingga dengan kini itu ialah yang disebut dengan periode modern. Tidak jauh berbeda para ulama dalam memutuskan aturan diperiode kebangkitan dengan periode modern. Karena intinya para ulama memilih aturan itu dari Al-qur’an dan sunnah, begitu juga dengan qiyas dan juga ijma’. Dan kemudian mereka berijtihad apabila tidak menemukan nashnya.
Pada periode modern ini, tidak semua ulama mempunyai pendapat yang sama. Karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat beberapa ulama berbeda pendapat anatara satu sama lain. Di Indonesia misalnya, penetapan 1 syawal dan 1 ramadhan sering kali berbeda penetapan antara kalangan Ahlussunnah waljama’ah dengan kalangan Muhammaddiyah. Begitu juga dalam hal lain sebagainya. Jadi, salah satu jalan untuk meyakini perbedaan tersebut ialah dengan cara kepercayaan.
Jadi setiap ada permasalahan aturan islam yang timbul pada zaman modern ini, para ulama harus paham betul atas permasalah tersebut, dan melaksanakan ijtihad atas permasalahan tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dizaman modern mirip ini telah mengalami aneka macam kemajuan dibeberapa bidang, hal tersebut mengakibatkan perlu adanya pembaharuan dibidang tasyri’ (hukum) Islam, supaya aturan Islam tidak ketinggalan zaman. Tanda-tanda kebagkitan aturan Islam dimasa ini sanggup kita lihat pada tiga sistem yaitu: sistem mempelajari dan menuliskan aturan Islam, kedudukan aturan Islam dan evaluasi orang-orang orientalis terhadap aturan Islam.
Dalam pembaharuan aturan islam tidak boleh merubah aturan islam yang ada, artinya kita hanya boleh memutuskan aturan gres yang belum ada pada masa Rasul dan sahabat, sedangkan aturan yang telah ada tidak boleh dirubah ataupun diperbaharui. Tujuan diadakannya pembaharuan dalam aturan islam yaitu Memberikan kebijakan, Membuat atura tambahan, Talfiq (meramu) dan Melakukan reinterpretasi dan reformulasi.
B. Saran
Sekian makalah dari saya, semoga sanggup bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan saran dari anda sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Belum ada Komentar untuk "Makalah Pengertian Tarikh Tasyri' - Sejarah Perkembangan Aturan Islam Di Dunia"
Posting Komentar