Makalah Pancasila (Pengertian, Sejarah Dan Makna Yang Terkandung Dalam Pancasila)
2.1 Pengertian Pancasila dan Sejarah Lahirnya Pancasila
Secara Etimologi kata “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana) yaitu panca yang berarti “lima” dan sila yang berarti “dasar”. Makara secara harfiah, “Pancasila” sanggup diartikan sebagai “lima dasar” Istilah Pancasila telah dikenal semenjak zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dimana sila-sila yang terdapat dalam Pancasila itu sudah diterapkan dalam kehidupan masyarakat maupun kerajaan meskipun sila-sila tersebut belum dirumuskan secara konkrit. Menurut kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular, Pancasila berarti “berbatu sendi yang lima” atau “pelaksanaan kesusilaan yang lima”.
Didalam pemerintahan, Istilah pancasila pertama kali dikenal di dalam pidato Ir. Soekarno sebagai anggota Doktrit zu Tyunbi Tjosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) 1 juni 1945 di Jakarta, tubuh ini kemudian setelah mengalami penambahan anggota menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dari uraian tersebut dinyatakan: Panca ialah Lima, Sila ialah Asas atau Dasar. Untuk Lebih terperinci dikutip potongan pidato ia tersebut :
“ . . . . namanya bukan panca Dharma, tetapi nama ini dengan petunjuk seorang sahabat kita mahir bahasa namanya ialah Pantja Sila, Sila artinya asas atau dasar, dan diatas kelima dasar itu mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.
2.1.1 Pengertian Pancasila Menurut Para Ahli
Selain pengertian Menurut bahasa dan istilah, para mahir juga memperlihatkan pengertian mereka wacana pancasila. Berikut pengertian pancasila berdasarkan beberapa ahli,
a. Muhammad Yamin. Pancasila berasal dari kata Panca yang berarti lima dan Sila yang berarti sendi, atas, dasar atau peraturan tingkah laris yang penting dan baik. Dengan demikian Pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan wacana tingkah laris yang penting dan baik.
b. Notonegoro. Pancasila ialah dasar falsafah negara indonesia, sehingga sanggup diambil kesimpulan bahwa Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.
c. Ir. Soekarno. Pancasila ialah isi jiwa bangsa Indonesia yang bebuyutan sekian kala lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan Barat. Dengan demikian, Pancasila tidak saja falsafah negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia
2.1.2 Sejarah Lahirnya Pancasila
Dalam rapat BPUPKI pada tanggal 1 juni 1945, Bung Karno menyatakan antara lain:”Saya mengakui, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk di kursi sekolah H.B.S. di Surabaya, saya dipengaruhi seorang sosialis yang berjulukan A. Baars , yang memberi pelajaran kepada saya, “jangan berpaham kebangsaan, tetapi berpahamlah rasa kemanusiaan seluruh dunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun”. Itu terjadi pada tahun 1917. akan tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya, ia ialah Dr. Sun Yat Sen Di dalam tulisannya “San Min Cu I” atau “The THREE people’s Principles”, saya mendapat pelajaran yang membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh A. Baars itu.
Ketika membicarakan prinsip keadilan sosial, Bung Karno menyebutkan efek San Min Cu I karya Dr. Sun Yat Sen: ”Prinsip nomor 4 kini saya usulkan. Saya didalam tiga hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu kesejahteraan, prinsip: tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Saya katakan tadi prinsipnya San Min Cu I ialah “Mintsu, Min Chuan, Min Sheng” atau Nationalism, democracy, socialism. Maka prinsip kita harus sociale rechtvaardigheid .”
Pengaruh posmopolitanisme (internasionalisme) karya A. Baars dan San Min Cu I karya Dr. Sun Yat Sen yang diterima bung Karno pada tahun 1917 dan 1918 disaat ia menduduki kursi sekolah H.B.S. benar-benar mendalam. Hal ini sanggup dibuktikan pada ketika Konprensi Partai Indonesia (partindo) di Mataram pada tahun 1933, bung Karno memberikan gagasan wacana marhaennisme , yang pengertiannya ialah :
a. Sosio – nasionalisme, yang terdiri dari : Internasionalisme, Nasionalisme
b. Sosio – demokrasi, yang tersiri dari : Demokrasi, Keadilan sosial.
Makara marhaenisme berdasarkan Bung Karno yang dicetuskan pada tahun 1933 di Mataram yaitu : Internasionalisme ; Nasionalisme ; Demokrasi : Keadilan sosial .
Dan jikalau kita perhatikan dengan seksama, akan terperinci sekali bahwa 4 unsur marhainisme seluruhnya diambil dari Internasionalisme milik A. Baars dan Nasionalisme, Demokrasi serta keadilan sosial (sosialisme) seluruhnya diambil dari San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
Apabila kita teliti lebih mendalam, pancasila yang dicetuskan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 di sidang BPUPKI ialah sama dengan Marheinisme yang disampaikan dalam Konprensi Partindo di Mataram pada tahun 1933, yang seluruhnya diambil dari kosmopolitanisme milik A. Baars dan San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen. Di dalam pidato Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945 itu antara lain berbunyi :
”Saudara-saudara ! Dasar negara telah saya sebutkan, lima bilangannya. Inikah Panca Dharma ? Bukan !Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar…..Namanya bukan Panca Dharma, tetaoi….saya namakan ini dengan petunjuk seorang sahabat kita mahir bahasa…..namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi. Kelima sila tadi berurutan sebagai berikut:
a. Kebangsaan Idonesia;
b. Internasionalisme atau peri-kemanusiaan
c. Mufakat atau domokrasi
d. Kesejahteraan social
e. Ke-Tuhanan.
(Pidato Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945 dimuat dalam “20 tahun Indonesia Merdeka” Dep. Penerangan RI. 1965.)
Kelima sila dari Pancasila Bung Karno ini, kita cocokkan dengan marhaenisme Bung Karno ialah persis sama, hanya ada sedikit penambahan Ke Tuhanan. Untuk lebih jelasnya oke kita susun sebagai berikut:
a. Kebangsaan Indonesia berarti sama dengan nasionalisme dalam marhaenisme, juga sama dengan nasionalisme milik San Min Cu I milik Dr. Sun yat Sen, Cuma ditambah dengan kata-kata Indonesia.
b. Internasionalisme atau peri-kemanusiaan berarti sama dengan internasionalisme dalam marhaenisme, juga sama dengan internasionalisme (kosmopolitanisme) milik A. Baars.
c. Mufakat atau demokrasi berarti sama dengan demokrasi dalam marhaenisme, juga sama dengan demokrasi dalam San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
d. Kesejahteraan sosial berarti sama dengan keadilan sosial dalam marhaenisme, juga berarti sama dengan sosialisme dalam San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
e. Ke-Tuhanan yang diambil dari pendapat-pendapat para pemimpin Islam, yang berbicara lebih dahulu dari Bung Karno, di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 juni 1945.
Dengan cara mencocokkan menyerupai ini, berarti terlihat dengan terperinci bahwa Pancasila yang dicetuskan oleh Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945, yang merupakan”Rumus Pancasila I”, sehingga dijadikan Hari Lahirnya Pancasila, berasal dari 3 sumber yaitu:
a. Dari San Min Cu I Dr. Sun Yat Sen (Cina);
b. Dari internasionalisme (kosmopolitanisme A. Baars (Belanda
c. Dari umat Islam.
Jadi Pancasila 1 juni 1945, ialah bersumber dari : (1) Cina (2) Belanda dan (3) Islam. Dengan begitu bahwa pendapat yang menyatakan Pancasila itu digali dari bumi Indonesia sendiri atau dari peninggalan nenek moyang ialah sangat keliru dan salah.
Sebagaimana telah diketahui bahwa sebelum sidang pertama BPUPKI itu berakhir, dibentuklah satu panitia kecil untuk :
a. Merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar negara, berdasarkan pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945.
b. Menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamirkan Indonesia merdeka.
Dari dalam panitia kecil itu dipilih lagi 9 orang untuk menyelenggarakan kiprah itu. Rencana mereka itu disetujui pada tanggal 22 Juni 1945, yang kemudian diberikan nama dengan “Piagam Jakarta”. Dengan begitu, maka Pancasila berdasarkan Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan ini merupakan Rumus Pancasila II, berbeda dengan Rumus Pancasila I. Lebih jelasnya Rumus Pancasila II ini ialah sebagai berikut ;
1. Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kecerdikan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumus Pancasila II ini atau lebih dikenal dengan Pancasila berdasarkan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, baik mengenai sitimatikanya maupun redaksinya sangat berbeda dengan Rumus Pancasila I atau lebih dikenal dengan Pancasila Bung Karno tanggal 1 juni 1945. pada rumus pancasila I, Ke-Tuhanan yang berada pada sila kelima, sedangkan pada Rumus Pancasila II, ke-Tuhanan ada pada sila pertama, ditambah dengan anak kalimat “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Kemudian pada Rumus Pancasila I, kebangsaan Indonesia yang berada pada sila pertama, redaksinya bermetamorfosis Persatuan Indonesia pada Rumus Pancasila II, dan tempatnyapun berubah yaitu pada sila ketiga. Demikian juga pada Rumus Pancasila I . Internasionalisme atau peri kemanusiaan, yang berada pada sila kedua, redaksinya bermetamorfosis Kemanusiaan yang adil dan beradab. Selanjutnya pada Rumus Pancasila I, Mufakat atau Demokrasi, yang berbeda pada sila ketiga, redaksinya berubah sama sekali pada Rumus Pancasila II, yaitu menjadi Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kecerdikan dalam permusyawaratan perwakilan dan menempati sila keempat. Dan juga pada Rumus Pancasila I, kesejahteraan sosial yang berada pada sila keempat, baik redaksinya, maka Pancasila pada Rumus II ini, tentunya mempunyai pengertian yang jauh berbeda dengan Pancasila pada Rumus I. Rumus Pancasila II ini Jakarta tertanggal 22 Juni 1945, yang dikerjakan oleh panitia 9, maka pada rapat terakhir BPUPKI pada tanggal 17 Juni 1945 diterima.
Sehari setelah proklamasi, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, terjadilah rapat “Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia” (PPKI). Panitia ini dibuat sebelum proklamasi dan mulai aktif bekerja mulai tanggal 9 Agustus 1945 dengan beranggotakan 29 orang. Dengan mempergunakan rancangan yang telah dipersiapkan oleh BPUPKI, maka PPKI sanggup menyelesiakan program hari itu, yaittu:
a. Menetapkan Undang-Undang Dasar
b. Memilih Presidan dan Wapres dalam waktu rapat selama 3 jam.
Dengan demikian terpenuhilah keinginan Bung Karno yang diucapkan pada waktu membuka rapat itu sebagai ketua panitia dengan kata-kata sebagai berikut ; “Tuan-tuan sekalian tentu mengetahui dan mengakui, bahwa kita duduk di dalam suatu zaman yang beralih sebagai kilat cepatnya. Maka berafiliasi dengan itu saya minta kini kepada tuan-tuan sekalian, supaya kitapun bertindak di dalam sidang ini dengan kecepatan kilat.”
Sedangkan mengenai sifat dari Undang-Undang Dasarnya sendiri Bung Karno berkata: ”Tuan-tuan tentu mengerti bahwa ini ialah sekedar Undang-Undang Dasar sementara, Undang-Undang Dasar Kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutie grodwet. Nanti kita akan menciptakan undang-Undang Dasar yang lebih tepat dan lengkap. Harap diingat benar-benar oleh tuan-tuan, semoga kita ini harus bisa selesai dengan Undang-Undang Dasar itu.” Dalam beberapa menit saja, tanpa ada perdebatan yang substansil disahkan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, dengan beberapa perubahan, khususnya dalam rumus pancasila .
Adapun Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang didalamnya terdapat Rumus Pancasila II, yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, ialah sebagai berikut :
PEMBUKAAN
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh lantaran itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, lantaran tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri-keadilan. Dan usaha pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah hingga kepada ketika yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat Rahmat Alloh Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan bebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya”.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melasanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian awet dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam satu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada : Ke- Tuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kecerdikan dalam permusyawaratan perwakilan serta mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Dengan demikian disahkannya Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, maka Rumus Pancasila mengalami perubahan lagi, yaitu: Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kecerdikan dalam permusyawaratan perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perubahan esensial dari Rumus Pancasila II atau Pancasila berdasarkan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 dengan Rumus Pancasila III atau Pancasila berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar tanggal 18 Agustus 1945, yaitu pada sila pertama “Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,” diganti dengan “Ke-Tuhanan Yang Maha Esa” . perubahan ini ternyata dikemudian hal ini menumbuhkan benih kontradiksi perilaku dan pemikiran yang tak kunjung berhenti hingga hari ini. Sebab umat Islam menganggap bahwa pencoretan anak kalimat pada sila pertama Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, oleh PPKI ialah suatu pengkhianatan oleh golongan nasionalis dan kristen. Karena Rumus Pancasila II telah diterima secara bulat oleh BBUPKI pada tanggal 17 Juli 1945.
Selanjutnya melalui agresi militer Belanda ke-I dan ke- II , dan dibentuknya negara-negara potongan oleh Belanda, pemberontakan PKI di Madiun, statmen Roem Royen yang mengembalikan Bung Karno dan kawan-kawannya dari Bangka ke Jogjakarta, sedangkan Presiden darurat RI pada waktu itu ialah Mr. Syafruddin Prawiranegara, sampailah sejarah negara kita kepada konfrensi meja bulat di Den Haag (Nederland). Konfrensi ini berlangsung dari tanggal 23 Agustus 1949 hingga tanggal 2 November 1949. dengan ditandatanganinya “Piagam Persetujuan” antara delegasi Republik Indonesia dan delegasi pertemmuan untuk permusyawaratan federal (B.F.O.) mengenai “Konstitusi Republik Indinesia Serikat” (RIS) di Seyeningen pada tanggal 29 Oktober 1949, maka ikut berubahlah Rumus Pancasila III menjadi Rumus Pancasila IV. Rumus Pancasila IV ini termuat dalam muqadimah Undang-Undang Dasar Republik Indinesia Serikat (RIS), yang bunyinya sebagai berikut:
Mukadimah
Kami bangsa Indonesia semenjak berpuluh-puluh tahun lamanya bersatu padu dalam usaha kemerdekaan, dengan senantiasa berhati teguh berniat menduduki hak hidup sebagai bangsa yang merdeka berdaulat. Ini dengan berkat dan rahmat Tuhan telah sampailah kepada ringkatan sejarah yang berbahagia dan luhur.
Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam satu piagam negara yang berbentuk Republik Federasi berdasarkan pengukuhan “Ketuhanan Yang Maha Esa, Peri kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan keadilan sosial.”
Secara jelasnya Rumus Pancasila IV atau pancasila berdasarkan mukadimah Undang-Undang Dasar RIS tanggal 29 Oktober 1949, ialah sebagai berikut;
1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
2. Peri-Kemanusiaan
3. Kebangsaan.
4. Kerakyatan
5. Keadilan sosial.
Perubahan yang terjadi antara Rumus Pancasila III dengan Rumus Pancasila IV ialah perubahan redaksional yang sangat banyak, yang sudah barang tentu akan membawa jawaban pengertian pancasila itu menjadi berubah pula.
Republik Indinesia Serikat tidak berumur hingga 1 tahun. Pada tanggal 19 Mei 1950 ditanda tangani “Piagam Persetujuan” antara pemerintah RIS dan pemerintah RI. Dan pada tanggal 20 Juli 1950 dalam pernyataan bersama kedua pemerintah dinyatakan, antara lain menyetujui rencana Undang-Undang Dasar Sementara negara kesatuan Republik Indonesia menyerupai yang dilampirkan pada pernyataan bersama”. Pembukaan Undang-Undang Dasar Sementara negara kesatuan Repiblik Indonesia menyerupai yang dilampirkan pada pernyataan bersama. Pembukaan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, yang didalamnya terdapat rumus Pancasila, ialah sebagai berikut;
Mukadimah
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh lantaran itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, lantaran tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Dan usaha pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada ketika yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Dengan berkat dan rahmat Tuhan tercapailah tingkat sejarah yang berbahagia dan luhur.
Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk Republik Kesatuan, berdasarkan pengukuhan ketuhanan yang maha esa, peri kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian, dan kemerdekaan yang berdaulat sempurna”.
Rumus Pancasila dalam mukadimah Undang-Undang Dasar sementara ialah merupakan rumus pancasila V. dan ternyata antara Rumus Pancasila IV dan Rumus Pancasila V tidak ada perubahan baik sistimatikanya maupun redaksinya.
Tetapi setelah dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang menyatakan “Pembubaran kostituante dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar 1945”, Rumus Pancasila mengalami perubahan, baik redaksinya maupun pengertiannya secara esensial dan mendasar. Sebab setelah itu Bung Karno merumuskan Pancasila dengan memakai “ Teori Perasan” yaitu pancasila itu diperasnya menjadi tri sila ( tiga sila) : sosio nasionalisme (yang meliputi kebangsaan Indonesia dan peri kemanusiaan); Sosio demokrasi (yang meliputi demokrasi dan kesejahteraan sosial dan ketuhanan. Trisila ini diperas lagi menjadi Ekasila (satu sila); Ekasila itu tidak lain ialah gotong-royong. Dan gotong royong diwujudkan oleh Bung Karno dalam bentuk nasakom (nasional, agama dan komunis).
Teori perasan Bung Karno ni bukan masalah baru, tetapi itulah hakekat Pancasila yang ia lahirkan pada tanggal 1 Juni 1945; dan hal ini sanggup dilihat dari pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di depan BPUPKI, yang antara lain berbunyi, “Atau barang kali ada saudara-saudara yang tidak senang adas bilangan itu ? Saya boleh peras sehingga tinggal tiga saja. Saudara Tanya kepada saya apakah perasan tiga perasan itu ? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia, Weltanschaung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme; kebangsaan dan peri kemanusiaan, saya peras menjadi satu : itulah yang dahulu saya namakan socio-nationalisme. Dan demokresi yang bukan demokrasi barat, tetapi pilitiek economiche democratie, yaitu pilitieke democratie dengan sociale rechtvaardigheid, demikrasi dengan kesejahteraan saya peraskan pula menjadi satu. Inilah yang dulu saya namakan socio democratie”.
Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: socio nationalisme, socio democratie dan ketuhanan. Kalau tuan senang dengan simbul tiga ambillah yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua tuan-tuan senang kepada trisila ini, dan minta satu dasar saja ? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu ? Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan gotong-royong ! alangkah hebatnya ! negara gotong-royong.
Selain “teori perasan’ Pancasila, Bung Karno menjabarkan dan melengkapi Pancasila itu dengan Manifesto Politik ( Manipol ) dan USDEK ( Undang-Undang Dasar 45, Sosialisme Indonesis, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribaian Indonesia). Hal ini bisa kita jumpai di dalam “Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi”, ynag antara lain menyatakan : “Ada orang menanya : Kepada Manifesto Polotik ? Kan kita sudah mempunyai Pancasila? Manifesto Politik adalan pancaran dari Pancasila; USDEK ialah pemancaran dari pada Pancasila. Manifesto Politik, USDEK dan Pancasila ialah terjalin satu salam lain. Manifesto politik, USDEK dan pancasila tidak sanggup dipisahkan satu sama lain. Jika saya harus mengambil qiyas agama sekadar qiyas maka saya katakan : Pancasila ialah semacam Qur’annya dan Manifesto Politik dan USDEK ialah semacam Hadits-haditsnya. Awas saya tidak menyampaikan bahwa Pancasila ialah Qur’an dan Manifsesto Politik dan USDEK ialah hadits ! Qur’an dan Hadits shahih merupakan satu kesatuan, maka pancasila dan Manifesto politik dan USDEK ialah merupakan satu kesatuan. Teori perasan Pancasila yang dilengkapi dengan manifesto Politik dan USDEK ialah merupakan Rumus Pancasila VI.
Dengan Naskaom memberi peluang yang besar kepada golongan komunis menyerupai Partai Komunis Indonesia ( PKI ) untuk memasuki banyak sekali instansi sipil dan militer. Dominasi komunis di dalam pemerintahan dan banyak sekali sektor kehidupan, memperlihatkan kesempatan kepada mereka untuk melaksanakan perebutan kekuasaan dan perebutan kekuasaan; hingga timbullah Gerakan 30 September PKI.
Hadirnya G 30 S / PKI dari kandungan Nasakom, yang membawa runtuhnya rezim Orde Lama, berdasarkan regim Orde gres disebabkan oleh penyelewengan pancasila dari rel yang sebenarnya. Oleh lantaran itu rezim Orde Baru mencanangkan semboyan “Laksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45 secara murni dan konsekwen”.
Menurut Orde baru, khususnya angkatan ’66, bahwa penyelewengan Pancasila oleh rezim orde Lama disebabkan “belum jelasnya filsafat Pancasila dan belum adanya tafsiran yang terperinci”. Pendapat ini bisa dilihat dari kesimpulan “Simposium Kebangkitan Generasi ’66 Menjelajah Tracee baru”, yang diselenggarakan pada tanggal 6 mei 1966, bertempat di Universitas Indonesia; yang isinya antara lain sebagai berikut: Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang dasar ’45 pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: “Kedaulatan ialah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.” Dan juga terdapat dalam pasal 3 yang berbunyi: “MPR menetapkan undang-undang dasar dan garis-garis besar pada haluan negara.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:
1. Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kecerdikan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kecerdikan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kecerdikan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kecerdikan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kecerdikan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
2.2 Fungsi Pancasila Bagi Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
Fungsi dan peranan pancasila bagi kehidupan berbangsa dan bernegara sanggup diartikan sebagai lima dasar yang dijadikan dasar Negara serta pandangan atau pedoman hidup bangsa.Suatu bangsa tidak akan berdiri dengan kokoh tanpa ada suatu dasar negara yang berpengaruh dan tidak akan mengetahui kemana arah tujuan yang akan dicapai tanpa pandangan hidup. Dengan adanya dasar negara suatu negara tidak akan tergoyahkan dalam menghadapi suatu permasalahan yang tiba baik dari dalam maupun dari luar. Adapun fungsi dan peranan pancasila bagi bangsa Indonesia ialah sebagai berikut,
2.2.1 Pancasila sebagai Dasar Negara
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (Philosophische Grondslaag) Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara berarti bahwa Pancasila dijadikan dasar dalam berdirinya NKRI dan dipakai sebagai dasar dalam mengatur pemerintah negara atau penyelenggaraan Negara. Pengertian Pancasila sebagai dasar negara ini sesuai dengan suara pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, yang berbunyi “..….maka disusunlah Kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada…..”. Selanjutnya Pancasila sebagaimana termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat tersebut dijelaskan dalam wujud banyak sekali macam aturan-aturan dasar atau pokok menyerupai yang terdapat dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 dalam bentuk pasal-pasalnya yang kemudian dijabarkan dalam peraturan pelaksananya yaitu banyak sekali instrumen perundang-undangan sebagai aturan tertulis dan dalam wujud konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan sebagai aturan dasar tidak tertulis.
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memperlihatkan pengertian bahwa Negara Republik Indonesia ialah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan : “Negara Pancasila ialah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan menyebarkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), semoga masing-masing sanggup hidup layak sebagai manusia, menyebarkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
2.2.2 Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
Sebagaimana yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu ialah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita. Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan terperinci arah serta tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjung sebagai pandangan/filsafat hidup. Dalam pergaulan hidup terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Dengan demikian, pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia juga harus berdasarkan pada Bhineka Tunggal Ika yang merupakan asas pemersatu bangsa sehingga dilarang mematikan keanekaragaman. Hakekat Bhineka Tunggal Ika sebagai perumusan dalam salah satu klasifikasi arti dan makna Pancasila berdasarkan Notonegoro ialah bahwa perbedaan itu adala kodrat bawaan insan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, namun perbedaan itu bukan untuk dipertentangkan dan diperuncingkan melainkan perbedaan itu untuk dipersatuka, disintesakan dalam suatu sintesa yang positif dalam suatu negara kebersamaan Negara Perasatuan Indonesia
Proses perumusan pandangan hidup masyarakat dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup negara yang disebut sebagai ideologi negara. Transformasi pandangan hidup masyarakat menjadi pandangan hidup bangsa dan karenanya menjadi pandangan dasar negara juga terjadi pada pandangan hidup Pancasila. Pancasila sebelum dirumuskan menjadi dasar negara dan ideologi negara, nilai-nilainya telah terdapat pada bangsa Indonesia dalam adat istiadat, budaya serta dalam agama sebagai pandangan hidup masyarakat Indonesia. Dengan suatu pandangan hidup yang terperinci maka banga Indonesia akan mempunyai pegangan dan pedoman bagaimana mengenal dan memecahkan banyak sekali masalah politik, sosial budaya, ekonomi, hukum, dan persoalan lainnya dalam gerak masyarakat yang semakin maju. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka pandangan hidup tersebut dijunjung tinggi oleh warganya lantaran pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat.
Mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (falsafah hidup bangsa) berarti melaksanakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, menggunaka Pancasila sebagai petunjuk hidup sehari-hari, semoga hidup kita sanggup mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin. Salah satu bentuk pengalamannya ialah menjunjung tinggi Pancasila, mematuhi peraturan pemerintahan dan menerapkan suatu rujukan penerapan pancasila. Pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari-hari ini ialah sangat penting lantaran dengan demikian diharapkan adanya tata kehidupan yang serasi (harmonis). Bahwa pengalaman pancasila secara utuh (5 sila) tersebut ialah merupakan menjadi syarat penting bagi terwujudnya impian kehidupan berbangsa dan bernegara
2.2.3 Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pancasila sebagai ideologi negara, yang dimaksud dengan istilah Ideologi Negara ialah kesatuan gagasan-gagasan dasar yang sistematis dan menyeluruh wacana insan dan kehidupannya baik individual maupun sosial dalam kehidupan kenegaraan. Ideologi negara menyatakan suatu impian yang ingin dicapai sebagai titik tekanannya dan meliputi nilai-nilai yang menjadi dasar serta pedoman negara dan kehidupannya.Pancasila ialah ideologi negara yaitu gagasan mendasar mengenai bagaimana hidup bernegara milik seluruh bangsa Indonesia bukan ideologi milik negara atau rezim tertentu.Sebagai ideologi, yaitu selain kedudukannya sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila berkedudukan juga sebagai ideologi nasional Indonesia yang dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Sebagai ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila sebagai ikatan budaya (Cultural Bond) yang berkembangan secara alami dalam kehidupan masyarakat Indonesia bukan secara paksaan atau Pancasila ialah sesuatu yang sudah mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Sebuah ideologi sanggup bertahan atau pudar dalam menghadapi perubahan masyarakat tergantung daya tahan dari ideologi itu.
Menurut Alfian, kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi yang dimiliki oleh ideologi itu, yaitu dimensi realita, idealisme, dan fleksibelitas. Pancasila sebagai sebuah ideologi mempunyai tiga dimensi tersebut:
a. Dimensi realita, yaitu nilai-nilai dasar yang ada pada ideologi itu yang mencerminkan realita atau kenyataan yang hidup dalam masyarakat dimana ideologi itu lahir atau muncul untuk pertama kalinya paling tidak nilai dasar ideologi itu mencerminkan realita masyarakat pada awal kelahirannya.
b. Dimensi idealisme, ialah kadar atau kualitas ideologi yang terkandung dalam nilai dasar itu bisa memperlihatkan harapan kepada berbagai kelompok atau golongan masyarakat wacana masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari.
c. Dimensi fleksibelitas atau dimensi pengembangan, yaitu kemampuan ideologi dalam mempengaruhi dan sekaligus mengikuti keadaan dengan perkembangan masyarakatnya. Mempengaruhi artinya ikut mewarnai proses perkembangan zaman tanpa menghilangkan jati diri ideologi itu sendiri yang tercermin dalam nilai dasarnya. Mempengaruhi berarti pendukung ideologi itu berhasil menemukan tafsiran-tafsiran terhadap nilai dasar dari ideologi itu yang sesuai dengan realita - realita gres yang muncul di hadapan mereka sesuai perkembangan zaman.Dengan demikian, Pancasila merupakan sebuah ideologi yang tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat terbuka.Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila ialah bersifat aktual, dinamis, antisipatif, dan senantiasa bisa menyesuaikan dengan perkembangan jaman.Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar Pancasila namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih kongkrit, sehingga mempunyai kemampuan yang labih tajam untuk memecahkan masalah- masalah gres dan aktual. Sebagai ideologi terbuka, Pancasila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
• Nilai - nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari suatu kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri.
• Dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah.
• Milik seluruh rakyat Indonesia.
2.2.4 Pancasila sebagai Pandangan Hidup
Pancasila sebagai pandangan hidup, bagi rakyat Indonesia sangat penting artinya lantaran merupakan pegangan yang mantap, semoga tidek terombang ambing oleh keadaan apapun, bahkan dalam era globalisasi.
2.2.5 Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia
Lahirnya Pancasila bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia. Pancasila sendiri pada hakekatnya di gali dari kebudayaan Indonesia sendiri yang merupakan jiwa bangsa Indonesia, Pancasila memperlihatkan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak sanggup dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri khas yang sanggup membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain.
2.2.6 Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia.
Pancasila dalam pengertian ini ialah bahwa sikap, tingkah laku, dan perbuatan Bangsa Indonesia mempunyai ciri khas. Artinya, sanggup dibedakan dengan bangsa lain, dan kepribadian bangsa Indonesia ialah Pancasila. Oleh lantaran itu, Pancasila disebut juga sebagai kepribadian bangsa Indonesia.
2.2.7 Pancasila sebagai Cita-Cita dan Tujuan Nasional
Pancasila Pancasila sebagai impian dan tujuan nasional pancasila, sebagai impian dan tujuan nasional berarti bahwa impian luhur Bangsa Indonesia tegas termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan usaha jiwa proklamasi, yaitu Jiwa Pancasila. Dengan demikian, Pancasila merupakan Cita-Cita dan Tujuan Nasional Bangsa Indonesia (Alinea II dan IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945).
2.2.8 Pancasila sebagai Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia
Pancasila disahkan bersama-sama dengan disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. PPKI ini merupakan wakil-wakil dari seluruh rakyat Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur tersebut.
Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia menjelang dan setelah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekedar lantaran ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan impian bangsa Indonesia yang terpendam semenjak berabad-abad yang lalu, melainkan lantaran Pancasila itu telah bisa menunjukan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah usaha bangsa.
2.3 ISI YANG TERKANDUNG DALAM PANCASILA
2.3.1 Makna Sila-Sila Pancasila
1. Arti dan Makna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
a. Mengandung arti pengukuhan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa
b. Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah berdasarkan agamanya
c. Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
d. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
e. Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah berdasarkan agamanya masing-masing.
f. Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan perantara ketika terjadi konflik agama.
3 Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
a. Menempatan insan sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan.
b. Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.
c. Mewujudnya keadilan dan peradaban yang tidak lemah.
4 Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia
a. Nasionalisme.
b. Cinta bangsa dan tanah air.
c. Menggalang persatuan dan kesatuan atau kekusaan, keturunan dan perbedaaan warna kulit.
d. Menumbuhkan rasa senasib dan sepenaggungan.
5 Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
a. Hakikat sila ini ialah demokrasi.
b. Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru setelah itu diadakan tindakan bersama.
c. Dalam melaksanakan keputusan dibutuhkan kejujuran bersama.
6 Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.
b. Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama berdasarkan potensi masing-masing.
c. Melindungi yang lemah semoga kelompok warga masyarakat sanggup bekerja sesuai dengan bidangnya.
2.3.2 Sikap positif terhadap nilai-nilai pancasila
Nilai-nilai Pancasila telah diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia. Oleh lantaran itu, mengamalkan Pancasila merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia. Sikap positif dalam mengamalkan nilai-nilai pancasila sebagai berikut :
a. Menghormati anggota keluarga.
b. Menghormati orang yang lebih tua.
c. Membiasakan hidup hemat.
d. Tidak membeda-bedakan teman.
e. Membiasakan musyawarah untuk mufakat.
f. Menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing.
g. Membantu orang lain yang kesusahan sesuai dengan kemampuan sendiri
2.3.3 Nilai Yang Terkandung Dalam Pancasila
a. Nilai Dasar ialah merupakan nilai yang bersifat sangat abnormal umum, dan tidak terikat oleh ruang dan waktu.
b. Nilai Instrumental ialah merupakan klasifikasi nilai dasar yaitu isyarat kinerja untuk kurun waktu tertentu dan kondisi tertentu, sifatnya kontekstual, harus diubahsuaikan dengan tuntutan zaman. Seperti tertuang dalam UU dan peraturan serta kebijakan pemerintah lainnya.
c. Nilai praksis ialah nilai yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti kerukunan hidup beragama, silaturrahmi antar umat beragama, obrolan antar umat beragama, toleransi, dan saling menghormati antar umat beragama.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari klarifikasi diatas didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Pancasila merupakan lima dasar atau aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh warga Negara Indonesia.
2. Kedudukan dan fungsi Pancasila bagi Negara Indonesia ialah :
a. Sebagai dasar negara
b. Sebagai ideologi negara
c. Sebagai sumber dari segala sumber hokum
d. Sebagai pandangan hidup bangsa indonesia
e. Sebagai jiwa bangsa indonesia
f. Sebagai kepribadian bangsa indonesia
g. Sebagai impian dan tujuan nasional
h. Sebagai perjanjian luhur bangsa indonesia
3. Pengamalan butir-butir Pancasila dalam kehidupan sehari-hari meliputi :
a. Sila Pertama Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
b. Sila Kedua Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia.
c. Sila Ketiga Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
d. Sila Keempat Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
e. Sila Kelima Mengembangkan perilaku adil terhadap sesama
DAFTAR PUSTAKA
Syahar, H.Syaidus, Pancasila Sebagai Paham Kemasyarakatan Dan Kenegaraan Indonesia, Alumni, Bandung 1975.
Kaelan, 2003, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
Endang Saifuddin Anshari MA. Piagam Jakarta, 22 Juni 1945, Pustaka Bandung 1981
Sumarsono, S dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama 2004.
Soeprapto,M.Ed. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka dalam Menghadapi Liberalisasi Perdagangan Internasional. Jakarta: PT. Citraluhur Tata, 1996.
Kaelan. Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma 1996.
www.wikipedia.com
www.academia.edu
Belum ada Komentar untuk "Makalah Pancasila (Pengertian, Sejarah Dan Makna Yang Terkandung Dalam Pancasila)"
Posting Komentar