Makalah Karakteristik Dan Rancang Berdiri Ekonomi Syariah

       2.1       Pengertian Sistem Keuangan Islam
            Definisi sistem ekonomi Islam berdasarkan Taqiyyuddin an-Nabhani ialah kegiatan mengatur urusan harta kekayaan, baik yang menyangkut kepemilikan, pengembangan maupun distribusi. Dengan kata lain, definisi ini memandang acara ekonomi sebagai sesuatu yang harus oleh syariah baik dalam segi kepemilikan, cara kepemilikan, metode pengembangan kekayaan dan cara menjaga keseimbangan ekonomi dalam masyarakat.[1]

       2.2       Karakteristik Sistem Ekonomi Islam
            Ada beberapa hal yang mendorong perlunya mempelajari karakteristik ekonomi Islam (Yafie, 2003, 27)[2] :
a.       Meluruskan kekeliruan pandangan yang menilai ekonomi Kapitalis (memberikan penghargaan terhadap prinsip hak milik) dan Sosialis (memberikan penghargaan terhadap persamaan dan keadilan) tidak bertentangan dengan metode ekonomi Islam.
b.      Membantu para ekonomi muslim yang telah berkecimpungan dalam teori ekonomi konvensional dalam memahami ekonomi Islam.
c.       Membantu para peminat studi fiqh muamalah dalam melaksanakan studi perbandingan antara ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional.
Sumber karakteristik Ekonomi Islam ialah Islam yang mencakup tiga asas. Ketiga asas secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi Islam, yaitu asas akidah, asas budbahasa dan asas muamalah (hukum).
Beberapa karakteristik ekonomi Islam dalam Al-Mawsu’ah Al-ilmiyah wa al-amaliyah al-Islamiyah[3] :
1.      Harta Kepunyaan Allah dan Manusia Merupakan Khalifah Atas Harta
            Karakteristik pertama terdiri dari dua bagian, yaitu:
Pertama,semua harta benda  maupun alat  produksi ialah milik Allah, firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 284:
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan kalau kau melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kau menyembunyikan, pasti Allah akan membuat perhitungan dengan kau perihal perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah MahaKuasa atas segala sesuatu”.
Kedua, manusia ialah khalifah atas harta miliknya. Hal ini dijelaskan dalam QS. Al-Hadiid ayat 7:
“Berimanlah kau kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kau menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kau dan menfkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar”.
            Selain itu terdapat sabda Rasulullah SAW. yang juga mengemukakan kiprah insan sebagai khalifah, “Dunia ini hijau dan manis. Allah telah menjadikan kamukhalifah di dunia. Karena itu hendaklah kau membahas cara berbuat mengenai harta di dunia ini”.
            Dari pernyataan diatas sanggup disimpulkan bahwa semua harta yang ada di tangan insan pada hakikatnya kepunyaan Allah, alasannya ialah Dia-lah yang menciptakannya. Akan tetapi, Allah  memperlihatkan hak kepada kau (manusia) untuk memanfaatkannya.
            Sesungguhnya Islam sangat menghormati hak milik pribadi, baik itu terhadap barang-barang konsumsi maupun barang-barang modal. Namun pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain. Jadi, kepemilikan dalam Islam tidak mutlak, alasannya ialah pemilik tolong-menolong ialah Allah SWT.
            Dalam firman Allah SWT. QS. An-Najm ayat 31:
            “Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi jawaban kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi jawaban kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga)”.
            Berdasarkan ayat di atas, terlihat terang perbedaan antara status kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi yang lainnya. Dalam Islam kepemilikan langsung sangat dihormati walaupun hakikatnya tidak mutlak dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain dan tentu saja tidak bertentangan dengan pedoman Islam.
2.      Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah (Hukum) dan Moral
Hubungan ekonomi Islam dengan iktikad dan syariah tersebut memungkinkan acara ekonomi dalam Islam menjadi ibadah. Bukti korelasi ekonomi dan moral dalam Islam:
·         Larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang sanggup menjadikan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat. Rasulullah SAW. bersabda: “Tidak boleh merugikan diri sendiri dan juga orang lain”(HR. Ahmad).
·         Larangan melaksanakan penipuan dalam transaksi .  Rasulullah SAW. bersabda: “Orang-orang yang menipu kita bukan termasuk golongan kita”.
·         Larangan menimbun emas atau perak atau sarana-sarana moneter lainnya, sehingga mencegah peredaran uang, alasannya ialah uang sangat diharapkan buat mewujudkan kemakmuran perekonomian dalam masyarakat. Dalam firman Allah QS.  At-Taubah ayat 34:
“Hai orang-orang yang beriman, tolong-menolong sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Kristen benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil  dan mereka menghalang-halangi insan dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah. Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa merka akan mendapatkan) siksa yang pedih”.
·         Larangan melaksanakan pemborosan, alasannya ialah akan menghancurkan individu dalam masyarakat.
3.      Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan
Beberapa andal Barat mempunyai tafsiran tersendiri terhadap Islam. Mereka menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang menjaga diri., tetapi tetap toleran (membuka diri). Selain itu para andal tersebut menyatakan Islam ialah agama yang mempunyai unsure keagamaan (mementingkan segi akhirat) dan sekuleritas (segi dunia).
Sesungguhnya Islam tidak memisahkan antara kehidupan dunia dengan akhirat. Setiap acara insan di dunia akan berdampak pada kehidupan di akhirat. Sehingga, acara keduniaan tidak boleh mengorbankan kehidupan akhirat. Hal ini ditegaskan Allah  di dalam ayat-ayat berikut :
·         QS. Al-Qashash ayat 7:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kau melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat oke (kepada orang lain) sebagaiman Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kau berbuat kerusakan si muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
·         QS. Al-Baqarah ayat 201:
“Dan diatara mereka ada orang yang berdoa : Ya Tuahn kami, berilahh kami kebaikan di dunia dan kebaikan di darul abadi dan peliharalah kami dari siksa neraka”.
4.      Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan Kepentingan Umum
Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam ialah Islam tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu termasuk dalam bidang hak milik.
Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang untuk mensejahterakan dirinya, tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat secara umum. Prinsip ini difirmankan Allah dalam ayat-ayat berikut:
·         QS. Al-Hasyr ayat 7:
“Apa saja harta rampasan yang diberikan Allah kepada rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka ialah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, belum dewasa yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertkwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”.
·         QS. Al-Maa’mun ayat 1-3:
1.      Tahukah kau (orang) yang mendustakan agama?
2.      Itulah orang yangmenghardik anak yatim
3.      Dan tidak  menganjurkan memeberi makan orang miskin
·         QS. Al-Ma’arij ayat 24-25:
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bab tertentu.”.
“Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”.
Dari ayat-ayat diatas sanggup disimpulkan bahwa kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh setiap individu untuk mensejahterahkan dirinya, tidak boleh mengabaikan kepentingan orang banyak. Prinsip ini harus tercermin pada setiap kebijakan individu maupun lembaga, dikala melaksanakan kegiatan ekonomi.
5.      Kebebasan Individu Dijamin dalam Islam
Individu-individu dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk beraktivitas baik secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan tersebut tidak boleh melanggar aturan-aturan yang telah digariskan Allah dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Dengan demikian kebebasan tidak bersifat mutlak. Firman Allah dalam QS. AL-Baqarah ayat 188 menyebutkan: “Dan janganlah sebagian kau memakan harta sebagian yang lain di antara kau dengan jalan yang batil dan (janganlah) kau membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kau sanggup memakan sebgaian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kau mengetahui”.
Prinsip kebebasan ini sangat berbeda dengan prinsip kebebasan sistem ekonomi Kapitalis maupun Sosialis. Dalam Kapitalis, kebebasan individu dalam berekonomi tidak dibatasi norma-norma ukhrawi, sehingga tidak ada urusan halal atau haram. Sementara dalam Sosialis justru tidak ada kebebasan, alasannya ialah seluruh acara ekonomi masyarakat diatur dan ditujukan hanya untuk negara.
6.      Negara Diberi Wewenang Turut Campur dalam Perekonomian
Islam memperkenankan negara untuk mengatur dilema perekonomian semoga kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun sosial sanggup terpenuhi secara proporsional. Dalam Islam, negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari ketidakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang ataupun dari Negara lain.
 Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang meninggalkan beban, hendaklah beliau tiba kepada-Ku; alasannya ialah akulah maula (pelindung)nya”. (Al-Mustadrak oleh Al-Hakim)
“Siapa yang meninggalkan keturunan (yang tersia-sia), anak (dia datang) kepada-Ku dan (menjadi) tanggung jawab-Ku”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Peran negara dalam perekonomian pada sistem Islam ini terang berbeda dengan sistem kapitalis yang sangat membatasi kiprah negara. Sebaliknya juga, berbeda dengan sistem sosialis yang memperlihatkan kewenangan negara untuk mendominasi perekonomian secara mutlak.
7.      Bimbingan Konsumsi
Dalam hal bimbingan konsumsi Allah berfirman dalam QS. Al-A’raaf ayat 31:
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang  yang berlebih-lebihan”.
Ada pula larangan untuk bermewah-mewahan dan bersikap besar kepala terhadap aturan alasannya ialah kekayaan, menyerupai firman Allah dalam QS. Al-Israa ayat 16:
“Dan kalau kami hendak membinasakan suatu negeri. Maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup glamor di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melaksanakan kedurhanakan dalam negeri itu. Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami). Kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”.
8.      Petunjuk Investasi
Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-mawsu’ah Al-ilmiyah wa al-amaliyah al-Islamiyah memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan Islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu :
·         Proyek yang baik berdasarkan Islam
·         Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat
·         Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan
·         Memelihara dan menumbuhkembangkan harta
·         Melindungi kepentingan anggota masyarakat
9.      Zakat
Zakat ialah salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak terdapat dalam perekonomian lain. Sistem perekonomian di luar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta, semoga menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki dan dendam.
10.  Larangan Riba
Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnyayang normal yaitu sebagai fasilitas transaksi dan alat evaluasi barang. Diantara factor yang menyelewengkan uang dari bidangnya yang normal ialah bunga (riba).

       2.3       Rancang Bangun Sistem Ekonomi Islam
            Ekonomi dalam Islam berdasarkan H. Halide beropini bahwa yang disimpulkan dari al-Qur’an dan Sunnah yang ada urusannya dengan ekonomi. Maka ekonomi Islam ialah sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari pedoman Islam yang sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah.
            Ekonomi Islam mempunyai beberapa elemen kunci dalam rancangan berdiri sistem ekonomi Islam ada 5, diantaranya:
1.      Kepemilikan dalam Islam
Kemilikan dalam Islam, maksudnya kepemilikan mutlak dari keseluruhannya ialah Allah SWT, sedangkan yang mengemban amanah ialah manusia. Dari kepmilikan insan sendiri dibagi menjadi beberapa , yaitu:
a.       Hak milik individual ( Milkiyah fardhiah / private ownership)
b.      Hak milik umum ( Milkiyah ‘ amah / public ownership)
c.       Hak milik negara (Milkiyah daulah / state ownership)
2.      Mashlahah sebagai intensifnya ekonomi
Di dalam Islam diakui 2 macam intensif yaitu material dan non material, kedua hal ini pelaksanaanya tergantung dari manusianya sendiri memenuhi kegiatan sosial atau kegiatan kunci guna melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Tetapi secara garis besar, intensif dikategorikan menjadi 2 jenisnya, yaitu intensif yang akan diterima di dunia dan di akhirat
3.      Musyawarah sebagai prinsip pengembangan keputusan
Pengambilan dalam ekonomi Islam berdasarkan pada prosedur pasar, namun guna bertujuan memberi peluang bunyi kebersamaan dan menjunjung nilai kebaikan maka mengunakan sistem musyawarah serta perjanjian antara beberapa pihak yang bersangkutan untuk mendapat kesepakatan dan kemaslahatan bersama. Musyawarah sendiri merupakan kombinasi antara proses sentralisai dan desentralisasi yang dikendalikan oleh nilai-nilai mashlahah.
4.      Pasar yang adil sebagai modal koordinasi
Maksudnya dalam Islam intensif individualistis diakomodasi sebatas tidak bertentangan dengan kepentingan suci (ibadah). Sehingga prosedur pasar tidak sanggup memenuhi intensif tersebut. Kebutuhan individu yang harmoni dengan moralitas Islam akan terwujud dalam suatu meknisme pasar yang mengedepankan moralitas dan kerjasama.
5.      Pelaku ekonomi dalam Islam
Pelaku ekonomi dalam system ini dibagi menjadi 3 pelaku ekonomi, yaitu:
a.       Pasar dalam ekonomi, artinya pasar merupakan daerah terjadinya transaksi yang dimana pembeli dan penjual melaksanakan pertukaran barang atau sering disebut perdagangan. Yang sering dinamai korelasi jual-beli, sewa , dan hutang piutang. Dalam pasar ekonomi Islam ini korelasi perdagangannya dijadikan wahana perniagaan yang sah atau legal (halal) dan baik (thayyib) semoga pengalokasian dan pendistribusian dana teralokasi sesuai dengan hokum Islam serta sesuai dengan pedoman Allah sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
b.      Pemerintah mempunyai kedudukan dan peranan penting dalam ekonomi Islam. Pada dasarnya, peranan pemerintah merupakan derivasi dari konsep kekhalifahan dan konsekuensi adanya kewajiban-kewajiban kolektif fard al-kifayah untuk merealisasikan falah. Peran pemerintah dalam dasar ini secra garis besar sanggup diklasifikasikan menjadi 3 bagian, yaitu:
·         Peran yang berkaitan dengan implementasi nilai dan moral Islam
·         Peran yang berkaitan dengan menyempurnakan prosedur pasar market imperfection
·         Peran yang berkaitan dengan kegagalan pasar market failures
c.       Peran Masyarakat dalam Ekonomi Islam
Kewajiban merealisasikan falah intinya merupakan kiprah seluruh economic agents, termasuk masyarakat. Pemerintah dan masyarakat intinya ialah dua instuisi yang mempunyai fungsi untuk merealisasikan segala kewajiban kolektif untuk mewujudkan falah.
Peranan masyarakat juga muncul alasannya ialah adanya konsep hak milik public dalam ekonomi Islam, menyerupai waqf. Kekayaan waqf  adalah kekayaan masyarakat secara keseluruhan dan berlaku sepanjang masa karenanya waqf  merupakan hak milik masyarakat yang tidak tegantung kepada pemerintah yang berkuasa.





BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
            Sistem ekonomi Islam merupakan acara ekonomi yang mengatur urusan harta kekayaan, baik yang menyangkut kepemilikan, pengembangan dan menjaga keseimbangan ekonomi di masyarakat. Hal itu berlandaskan dengan al-Qur’an dan Sunnah. Sumber karakteristik ekonomi Islam ialah Islam yang mencakup 3 asas, yaitu: asas akidah menyangkut pertanggungjawaban di akhirat, asas akhlak menyangkut sikap dalam proses kegiatan ekonomi, dan asas muamalah (hukum) bahwa untuk melindungi nilai moral dalam berekonomi.  Dalam Al-mawsu’ah Al-ilmiyah wa Al-amaliyah Al-islamiyah terdapat 10 karakteristik  ekonomi Islam yang berarti kegiatan ekonomi menyangkut di darul abadi dan kiprah pemerintah sangatlah penting. Ekonomi Islam mempunyai beberapa elemen kunci, dalam rancangan berdiri sistem ekonomi ada 5, yaitu: kepemilikan dalam Islam, mashlahah sebagai intensifnya ekonomi, musyawarah sebagai prinsip pengembangan keputusan, pasar yang adil sebagai koordinasi, pelaku ekonomi dalam Islam.




DAFTAR PUSTAKA

Yusanto M. Ismail dan Yunus M. Arif. 2001. Pengantar Ekonomi Islam. Bogor: Al Azhar       Press

Mustafa Edwin. dkk. . 2006. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana





[1] M. Ismail Yusanto dan M. Arif Yunus, 2001, Pengantar Ekonomi Islam, (Bogor : Al Azhar Press), hlm.,17
[2] Mustafa Edwin. dkk., 2006, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta : Kencana), hlm., 17-18.
[3] Ibid., hlm., 18-32.

Belum ada Komentar untuk "Makalah Karakteristik Dan Rancang Berdiri Ekonomi Syariah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel