Makalah Dampak-Dampak Yang Terjadi Jawaban Putusnya Ikatan Perkawinan
A. Pengertian Batalnya Perkawinan
Batal ialah rusaknya aturan yang ditetapkan tehadap suatu amalan seseorang. Karena tidak memenuhi syarat dan rukunnyanya yang telah ditetapkan oleh syarak. Itu, tidak boleh atau diharamkan oleh agama. Jadi, secara umum, batalnya perkawinan ialah “rusak atau tidak sahnya perkawinan lantaran tidak memenuhi salah satu syarat atau diharamkan oleh agama.”
Contoh perkawinan yang batal(tidak sah), yaitu perkawinan yang dilangsungkan tanpa calon mempelai pria atau calon mempelai perempuan. Perkawinan semacam ini batal (tidak sah), lantaran tidak terpenuhi salah satu rukunnya, yaitu tanpa calon mempelai pria atau tanpa calon mempelai perempuan.
Contoh lain, perkawinan yang saksinya orang gila, atau perkawinan yang walinya bukan muslim atau masih kanak-kanak, atau saudara kandung perempuan.Batalnya perkawinan atau putusnya perkawinan disebut juga dengan fasakh. Fasakh artinya putus atau batal. [1]
B. Akibat Hukum Fasakh
Kata fasakh nikah adalah penghapusan perkawinan oleh istri lantaran antara suami istri terdapat cacat atau penyakut yang tidak sanggup disembuhkan, atau si suami tidak sanggup memberi belanja/nafkah, menganiaya, murtad dan sebagainya.[2] Maksud dengan fasakh nikah adalah menetapkan atau membatalkan ikatan korelasi antara suami istri.
Fasakh bisa terjadi lantaran tidak terpenuhinya syarat-syarat ketika berlangsung komitmen nikah, atau lantaran hal-hal lain yang tiba kemudian dan membatalkan kelangsungan pekawinan.
1. Fasakh (batalnya perkawinan) lantaran syarat-syarat yang tidak terpenuhi ketika komitmen nikah.
a. Setelah komitmen nikah, ternayata diketahui bahwa istrinya, ialah saudara kandung atau saudara sesusunan pihak suami.
b. Suami istri masih kecil, dan diadakannya pernikahan oleh selain ayah atau datuknya, kemudian sehabis dewasa, ia berhak meneruskan ikatan perkawinannya yang dahulu atau mengakhirinya. Cara menyerupai ini disebut khiyar baligh. Jika yang dipilih mengakhiri ikatan suami istri, maka hal ini disebut fasakh baligh.
2. Fasakh lantaran hal-hal yang tiba sehabis akad
a. Bila salah seorang dari suami murtad atau keluar dari agama Islam dan tidak mau kembali sama sekali, maka akadnya batal (fasakh) karena kemurtadan yang terjadi belakangan.
b. Jika suami, yang tadinya kafir masuk Islam, tetapi istri masih tetap dalam kekafirannya, yaitu tetap menjadi musyrik, maka akdnya batal (fasakh). Lain halnya kalau istri ialah mahir kitab. Maka, akadnya tetap sah menyerupai semula. Sebab perkawinannya dengan mahir kitab dari semula dipandang sah.[3]
Selain hal-hal tersebut ada juga hal-hal lain yang mengakibatkan terjadinya fasakh, yaitu sebagai berikut :
1. Karena ada balak (penyakit belang kulit). Dalam kaitan ini, Rasulullah bersabda :
عن كعب بن زيد رضى الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه وسلم تزوج امرأة من بني غفا ر فلما دخل عليها فوضع ثوبه ووقعد عل الفراس ابصر بكشحها بياضا فانحا زعنالفراش ثم قا ل خذ ى عليك ثيا بك ولم يأ خذ مماانا هاشيأ . (رواه احمد والبيحقى
“dari Ka’ab bin Zaid r.a bahwasannya Rasulullah saw. Pernah menikahi seorang perempuan Bani Gifa. Maka, tatkala bagaimana akan bersetubuh dan perempuan itu telah meletakkan kainnya dan ia duduk di atas pelaminan, terlihatlah putih (balak) di lambungnya, kemudian dia berpaling (pergi dari pelaminan itu) seraya berkata: ambillah kainmu, tutuplah badanmu, dan dia tidak menyuruh mengambil kembali barang yang telah diberikan kepada perempuan itu.” (HR Ahmad dan Baihaqi)[4]
2. Karena gila
3. Karena penyakit kusta
Berkenaan dengan hal itu, Umar berkata :
“Dari Umar r.a. berkata: Bilamana seorang pria menikahi seorang perempuan, yang pada perempuan itu terdapat gejala ajaib atau berpenyakit kusta, kemudian disetubuhinya perempuan itu, maka ia berhak mendapat maharnya dengan penuh. Dengan demikian, suami berhak menagih kepada walinya.”(HR Malik dan Syafi’i)
4. Karena ada penyakit menular, menyerupai sipilis, TBC, dan lain sebagainya.
Dijelaskan dalam suatu riwayat.
“dari Sa’id bin Musayyab r.a. ia berkata : “Barangsiapa diantara pria yang menikah dengan seorang perempuan, dan pada pria itu gejala gila, atau gejala yang membahayakan, gotong royong perempuan itu boleh menentukan kalau mau ia tetap(dalam perkawinannya) dan kalau ia berkehendak cerai maka si perempuan itu boleh bercerai.”(HR Malik)
5. Karena ada daging tumbuh pada kemaluan perempuan yang menghambat maksud perkawinan (bersetubuh)
Dari Ali r.a berkata: “laki-laki mana saja yang menikahi seorang perempuan dan ia telah menggauli perempuan itu dengan mendapati perempuan tersebut berpenyakit balak, maka perempuan tersebut berhak mendapat maharnya lantaran ia telah digauli. Bagi si suami berhak menuntut kepada orang yang telah menipunya. Dan kalau si suami mendapati istrinya terkena qara(daging yang menyumbat lubang kemaluan) suami boleh memilih: kalau ia telah menggauli istrinya itu, istri berhak mendapat maharnya atas pengahalang kemaluan istrinya itu.” (HR Said bin Mansur)
C. Akibat Thalaq
Pisahnya suami istri lantaran talak sanggup mengurangi bilangan talak. Jika suami mentalak istrinya dengan talak raj’i kemudian rujuk lagi diwaktu idahnya, atau komitmen lagi sehabis idahnya dengan komitmen baru, maka perbuatannya dihitung satu kali talak dan ia masih ada kesempatan suami istri lantaran fasakh, maka hal itu tidak berarti mengurangi sisa talak istri lantaran fasakh, apabila terjasdinya fasakh lantaran khiyar balig, kemudian kedua orang istri tersebut kawin dengan komitmen gres lagi, maka suami tetap punya kesempatan tiga kali talak.
Golongan hanafi ingin menciptakan rumusan umum guna membedakan pengertian pisahnya suami istri lantaran talak dan lantaran fasakh. Kata mereka “Pisahnya suami istri lantaran suami dan sama sekali tidak ada imbas istri disebut talak. Dan setiap perpisahan suami istri lantaran istri, bukan lantaran suami, atau lantaran suami, tapi dengan imbas istri disebut fasakh.”
D. Akibat Khulu’
Menurut bahasa, kata khulu’ berasal dari khala’ ats-tsauba idzaa azzalaba yang artinya melepaskan pakaian, lantaran istri ialah pakaian suami dan suami ialah pakaian istri. Allah SWT berfirman, “Mereka itu ialah pakaian bagimu dan kau pun pakaian bagi mereka”. (Al-Baqarah:187). Para pakar fiqh memberi definisi bahwa khulu’ ialah seorang suami menceraikan istrinya dengan imbalan mengambil sesuatu darinya. Dan khulu’ disebut juga fidya atau if fah (tebusan).
Dasar-dasar Khuluk
Syari’at khuluk didasarkan kepada firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 229 yang berbunyi :
“tidak halal bagi kau mengambil kembali sesuatu dari apa yang telah kau berikan kepada mereka, kecuali kau keduanya khawatir tidak akan sanggup menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kau khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak sanggup menjalankan hokum-hukkum Allah. Maka tidak ada dosa atas keduanya perihal bayaran yang di berikan istri untuk menebus dirinya. Itulah hokum-hukum Allah maka janganlah kau melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hokum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Kemudian Hadits Rasul “Dari ibnu Abbas r.a “Bahwa Isteri Tsabit bin Qais bin Syammas mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata ; “Wahai Rasulullah, saya tidak membenci Tsabit dalam agama dan akhlaknya. Aku hanya takut kufur”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda : “Maukah kau mengembalikankepadanya kebunnya?”. Ia menjawab, “Ya”, maka ia mengembalikan kepadanya dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya, dan Tsabit punmenceraikannya” (HR Al-Bukhari)
Begitu juga telah terjadi Kesepakatan Ulama (ijma,Ulama) pada problem tersebut, sebagaimana di nukilkan Ibnu Qodhomah, ibu Taimiyah, Ibnu Hajar, Asy-Syaukani, dan syeikh Abdullah al-bassam, Muhammad Bin Ali. Asy-Syaukani menyatakan, para ulama berijma’ perihal syari’at Al-Khulu, kecuali seorang tabi’in berjulukan Bakr bin Abdillah Al-Muzani dan telah terjadi ijma’ sehabis dia perihal persyariatan Khuluk.
A. Hukum Khuluk
Para ulama fiqh melaksanakan pembagian terstruktur mengenai mengenai aturan Khuluk sebagai berikut :
· Makruh
Ini merupakan hokum asal khuluk dimana suami membenci istrinya lantaran jelek akhlaknya dan ia berupaya biar istri menggugat cerai melalui khuluk, maka berdasarkan para ulama makruh bagi suami menuntut tebusan dari istri.
· Mubah
Bahwa perceraian melalui jalan khuluk oleh isri di bolehkan tidak dikenai dosa bagi pelakunya. Dengan ketentuan bahwa istri sangat membenci suaminya, dan dikhawatirkan istri tidak sanggup menunaikan hak suaminya sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT.
· Haram
Hal ini sanggup terjadi dari dua pihak. Pertama dari pihak pihak suami, dimana suami sengaja menyusahkan istri dan tidak mau berkomunikasi dengan istri, sengaja tidak menunjukkan hak-hak istri, dengan tujuan biar istri merasa tertekan seolah menyerupai di terror yang alhasil istri tidak tahan dan menggugat suami melalui tebusan/iwadh. Dan apabila suami menceraikan istri, maka suami tidak berhak mengambil tersebut. Kecuali istri melaksanakan perbuatan keji menyerupai berzina atau melaksanakan perbuatan maksiat maka suami daoat menciptakan suatu kondisi yang menyusahkan istri biar membayar tebusan melalui jalan khuluk. Sebagaimana firman Allah dalam surah an-Nisa ayat 12 yang berbunyi : janganlah kau menyusahkan mereka lantaran hendak mengambil kembali sebagian kecil dari apa yang telah kau berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melaksanakan perbuatan keji yang nyata.
· Sunnat
Apabila suami berlaku Mufarrith(meremehkan) hak-hak Allah, menyerupai suami meremehkan shalat, puasa dan meremehkan ajaran-ajaran agama, maka disunnahkan istri menggugat istri menggugat cerai suami melalui jalan khuluk.
· Wajib
Dimana suami mempunyai keyakinan atau perbuatan yang sanggup mempengaruhi aqidah istri keluar dari islam. Sementara istri tidak bisa menandakan perbuatan suami tersebut di depan pengadilan. Atau istri bisa menandakan keyakinan dan perbuatan suami di atas tetapi pengadilan belum memvonis suami murtad sehingga tidak bisa bercerai, maka dalam keadaan demikian wajib bagi istri menggugat melalui jalan khuluk, lantaran seorang muslimah tidak selaknya menjadi istri dari suami yang mempunyai keyakinan dan perbuatan kufur.
B. Rukun Dan Syarat Khuluk
Menurut ulama fiqh khusus Syafiyyah menjelaskan rukun khuluk itu ada lima perkara:
(1). Al-Mujib (2) Al-Qabil (3) Mua’wad(4) ‘Iwadh (5) Shighah
Pertama, Al-Mujib (Suami)
Yang dimaksud dengan Al-Mujib ialah pernyataan khuluk dari suami contohnya :”aku ceraikan engkau atau saya mengkhuluk engkau dengan uang Rp. Satu Juta Rupiah”. Ataupun suami menjawab pertanyaan istri, contohnya istri berkata :”Ceraikan saya dengan Satu Juta Rupiah”. Lalu suami menjawab “Aku ceraikan engkau dengan satu juta rupiah’. Dan syarat dari almujib hendaklah seorang suami itu yang baligh cerdik dan bisa menciptakan pilihan (tidak dipaksa). Dengan demikian maka tidak sah khuluk seorang kanak-kanak, orang ajaib dan orang yang dipaksa. Adapun orang yang muflis dan safih (orang yang tidak boleh menciptakan keputusan sendiri dengan baik mengenai hartanya) maka khuluk dari keduanya ini ialah sah.
Oleh itu wajiblah istri membayar bayaran ganti, dan mestilah diserahkan bayaran ganti itu kepada wali bagi suami yang safih. Adalah tidak harus diserahkan bayaran ganti tersebut kepada suami yang safih, lantaran ditakuti ia tidak sanggup mengurus harta tersebut kecuali sehabis mendapat izin dari walinya, maka bolehlah diserahkan bayaran ganti itu kepada suami yang safih tersebut.
Kedua, Al-Mukhtali/Istri
Adapun sebagai syarat dari Istri mesti seorang yang mukallaf, bila istri masih kanak-kanak atau masih mumayyiz maka khuluk tidak sah. Begitu juga istri dalam keadaan gila, dalam pengampuan (tidak cakap bertindak secara hukum) maka tidak sah khuluknya.
Ketiga : Al- Mua’wad /Tebusan
Al-Mua’wad ialah tebusan yang diberikan istri kepada suami sebagai iwadh. Yang dimaksudkan di sini ialah hak suami atas isteri dalam perkawinan, di mana seorang isteri itu ialah di bawah kuasa suaminya. Jika berlaku khuluk wajiblah bagi isteri membayar bayaran ganti kepada suaminya untuk menebus hak suami itu dalam perkawinan lantaran khuluk itu ialah atas kehendak isteri. Adapun sebagai syaratnya bahwa tebusan diberikan dalam keadaan suami istri masih terikat tali perkawinan.
Rukun Keempat : Al-‘Iwadh
Al-‘iwadh ialah bayaran ganti yang diambil oleh suami dari isterinya sebagai tebusannya dalam menuntut khulu’. Apakah dalam bentuk mahar yang diberikan oleh suami semasa pernikahan menyerupai Kasus Tsabit Bin Qois, sebagaimana hadis rasul yang berbunyi:
Maksudnya: “Bersabda Rasulallah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Tsabit: “Terimalah kembali kebun itu dan ceraikanlah ia dengan satu talak”. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari)
Atau dalam bentuk harta atau uang, sama nilainya sedikit atau lebih dari mahar yang diberikan dikala komitmen nikah. Bisa juga dalam bentuk hutang ataupun manfaat. Oleh itu setiap apa yang bisa dijadikan mahar, maka boleh dijadikan sebagai bayaran ganti rugi atau tebusan dalam khuluk.
Adapun syarat-syarat iwadh yaitu :
1. Hendaklah ia berharga atau bernilai berdasarkan pandangan syara’.
2. Hendaklah harta itu diketahui atau dimaklumi.
3. Hendaklah harta itu boleh diserahkan kepada orang lain.
4. Dapat dimiliki sepenuhnya.
d. Status aturan Khuluk
Dalam problem ini , para ulama terbagi menjadi tiga pendapat :
Pendapat Pertama, Khuluk ialah talak Bain, ini pendapat mazhab Abu Hanifah, Malik dan Syafi,i dalam qoul jadid.Pendapat Kedua, Khuluk ialah talak Raj’i , ini pendapat Ibnu Hazm.Pendapat Ketiga, Khuluk ialah fasakh (Penghapusan komitmen Nikah) dan bukan talak. Ini pendapat Ibnu Abbas, Syafi,i , Ishaq bin Rahuyah dan Daud Azzahiri. Menurut mereka seaindainya suami melaksanakan khuluk sepuluh kalipun, ia masih boleh menikahi mantan istrinya dengan pernikahan gres sebelum menikah dengan yang lainnya.
E. Akibat Sumpah Li’an
Pengertian li’an
Li’an ialah saling menjauh, yakni suami-istri saling menjauh sehabis terjadi li’an selamanya. Li’an ialah sumpah suami bahwa istrinya telah berzina(berselingkuh) dengan orang lain dan anak yang dilahirkan istrinya tanggapan zina(jika ada) bukanlah anaknya.
a. Hukum Li’an
Jika seseorang menuduh istrinya berzina tanpa bukti, maka ia telah melaksanakan qadzaf dan berhak mendapat hokum had berupa 80 kali cambukan. Allah ta’ala berfirman :
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka cambuklah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali cambukan” (QS. An Nuur : 4)
Had tersebut tidak berlaku kalau dia membawa 4 orang saksi sebagai bukti. Allah Ta’ala berfirman :
وَاللَّاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ
“Dan (terhadap) para perempuan yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kau (yang menyaksikannya)” (QS. An Nisaa : 15)
Jika dia tidak mempunyai bukti sementara dia :
- Yakin istrinya telah berzina lantaran melihatnya dengan mata kepalanya sendiri, atau istrinya mengaku sendiri, atau mendapat kabar dari sejumlah orang yang mencapai derajat mutawatir.
- Punya dugaan sangat besar lengan berkuasa bahwa istrinya telah berzina lantaran adanya banyak sekali macam indikasi yang mengarah ke sana (semisal mendapati istrinya dan orang ketiga tidur bersama dalam 1 selimut) dan tersebarnya gosip di masyarakat bahwa istrinya telah berzina atau adanya gosip dari orang yang terpercaya bahwa istrinya telah berzina.
maka dia boleh melaksanakan li’an. Allah Ta’ala berfirman :
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ . وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ . وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ . وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ
“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, gotong royong dia ialah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la’nat Allah atasnya, kalau dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari eksekusi oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah gotong royong suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. dan (sumpah) yang kelima: bahwa murka Allah atasnya kalau suaminya itu termasuk orang-orang yang benar” (QS. An Nuur : 6-9)
Akan tetapi, yang lebih utama ialah tidak melaksanakan li’an (ingat : li’an hukumnya boleh, bukan dianjurkan) lantaran dia telah menutupi malu istrinya dan termasuk memaafkan kesalahan. Jika dia membenci istrinya, ceraikan saja. Jika masih cinta, maka maafkan kesalahannya.
b. Sumpah Li’an
Jika amarah sudah di ubun-ubun tanggapan perselingkuhan, dan ia yakin istrinya telah berzina, maka boleh bagi suami melaksanakan li’an di hadapan hakim atau di hadapan jama’ah di masjid dan menyebutkan sumpah sebagai berikut :
أَشْهَدُ بِاللهِ إِنَّنِي لَمِنَ الصَّادِقِيْنَ فِيْمَا رَمَيْتُ بِهِ زَوْجَتِيْ فُلَانَةَ مِنَ الزِّنَا, وَ أَنَّ هَذَا الوَلَدَ مِنَ الزِّنَا وَ لَيْسَ مِنِّيْ (أربع مرات)
“Aku bersaksi –demi Allah- sungguh saya benar-benar orang yang jujur dengan tuduhanku bahwa istriku –fulanah (sebutkan namanya)- telah berzina, dan anak ini ialah anak zina dan bukan anakku” (sebanyak 4x)
Kemudian ia berkata sehabis hakim menasihatinya (semisal dengan mengingatkan bahwa adzab di dunia itu lebih ringan daripada adzab di akhirat) :
وَ عَلَيَّ لَعْنَةُ اللهِ إِنْ كُنْتُ مِنَ الكَاذِبِيْنَ
“Dan saya berhak mendapat laknat Allah kalau saya berdusta”
Reaksi Istri
Jika istri tidak terima tuduhannya, maka istri bisa juga melaksanakan li’an dengan menjawab :
أَشْهَدُ بِاللهِ أَنَّ فُلَانًا هَذَا لَمِنَ الكَاذِبِيْنَ فِيْمَا رَمَانِي بِهِ مِنَ الزِّنَا (أربع مرات)
“Aku bersaksi –demi Allah- bahwa fulan (sebutkan nama suami) ialah pendusta dengan apa yang tuduhannya bahwa saya telah berzina” (sebanyak 4x)
Kemudian ia berkata sehabis hakim menasihatinya (semisal dengan mengingatkan bahwa adzab di dunia itu lebih ringan daripada adzab di akhirat) :
وَ عَلَيَّ غَضَبُ اللهِ إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِيْنَ
“Dan saya berhak mendapat murka Allah kalau dia ialah orang yang jujur (dengan tuduhannya)”
Selesailah korelasi mereka berdua selamanya sehabis itu.
Dampak Hukum Dari Li’an
Jika seorang suami melaksanakan li’an, maka akan menjadikan 5 hal sebagai berikut :
- Suami tidak dikenai aturan had atas perbuatannya yang menuduh istrinya berzina
- Istri dikenai aturan had, yakni dirajam hingga mati kalau si istri tidak melaksanakan li’an balasan
- Keduanya resmi bercerai
- Jika ada anak, maka anak tersebut tidak sah dinisbatkan ke diri suami dan bukan tanggungan suami
- Keduanya tidak sanggup rujuk selamanya
Jika istrinya melahirkan seorang anak tanggapan zina, maka si suami wajib menyampaikan bahwa anak tersebut bukan anaknya lantaran tidak boleh menisbatkan anak orang lain kepada dirinya sendiri. Ini ialah perbuatan yang haram dan terdapat ancaman dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi orang yang melakukannya.
Jika keduanya melaksanakan li’an
Jika keduanya melaksanakan li’an, maka bisa dipastikan ada salah seorang diantara mereka yang berdusta. Jika si suami yang berdusta, dia berhak mendapat laknat Allah ‘Azza wa Jalla. Sedangkan kalau si istri yang berdusta, dia berhak mendapat murka Allah ‘Azza wa Jalla.
Laknat ialah dijauhkan dari rahmat. Orang yang dimurkai oleh Allah ‘Azza wa Jalla lebih jelek nasibnya daripada orang yang dilaknat oleh Allah ‘Azza wa Jalla (walaupun keduanya sama-sama buruk, na’udzu billahi min dzalik).
Maka dustanya istri lebih jelek daripada dustanya suami lantaran kalau si suami berdusta, maka dia hanya berdusta dalam satu perkara, yakni dalam tuduhannya kepada si istri. Adapun kalau si istri yang berdusta, maka dia sudah berzina, berdusta pula dalam sumpahnya. Inilah sisi yang menciptakan eksekusi terhadap kedustaan istri lebih parah daripada kedustaan suami.
Daftar pustaka
Ramulyo, Mohammad Idris. 1996. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Muhammad Uwidah, Syakh Kamil. 1998. Fiqih Wanita. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Muh. Azam, Abdul Aziz., Sayyid hawas, Abdul Wahab. 2009. Fiqih Munakahat. Jakarta.
Belum ada Komentar untuk "Makalah Dampak-Dampak Yang Terjadi Jawaban Putusnya Ikatan Perkawinan"
Posting Komentar