Download Makalah Sejarah Perkembangan Tasawuf Salafi (Akhlaqi) Dan Falsafi

Dalam sejarah perkembangannya, para andal membagi tasawuf menjadi dua arah perkembangan. Ada tasawuf yang mengarah pada teori-teori perilaku; ada pula tasawuf yang mengarah pada teori-teori yang begitu rumit dan memerlukan pemahaman yang lebih mendalam. Pada perkembangannya, tasawuf yang berorientasi ke arah pertama sering di sebut sebagai tasawuf Salafi. Tasawuf Akhlaki, tasawuf Sunni. Tasawuf jenis ini banyak dikembangkan oleh kaum salaf. Adapun tasawuf yang berorientasikan ke arah kedua disebut sebagai tasawuf falsafi. Tasawuf jenis kedua banyak dikembangkan para sufi yang berlatar belakang sebagai filosof, disamping sebagai sufi.
Pembagian dua jenis tasawuf di atas didasarkan atas kecendrunganajaran yang dikembangkan, yakni kecendrungan pada pemikiran. Dua kecendrungan ini terus berkembang hingga masing-masing memiliki jalan sendiri-sendiri, untuk melihat perkembangan tasawuf ke arah yang berbeda ini, perlu dilihat lebih jauh perihal gerak sejarah perkembangannya.

A.    SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF SALAFI (AKHLAQI) DAN FALSAFI
1.      Pengertian Tasawuf
Tasawuf pada prinsipnya yakni ilmu yang mempelajari perjuangan untuk membersihkan diri berjuang menahan hawa nafsu untuk mendekatkan diri kepada Allah.
a.       Tasawuf Salafi (Akhlaqi)
Tasawuf akhlaqi yakni tasawuf yang berkonstrasi pada teori-teori perilaku, akhlaq atau budi pekerti atau perbaikan akhlaq. Dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan, tasawuf menyerupai ini berupaya untuk menghindari akhlaq mazmunah dan mewujudkan akhlaq mahmudah. Tasawuf menyerupai ini dikembangkan oleh ulama’ ulama sufi.[1]

Dalam pandangan para sufi beropini bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang tidak baik diharapkan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriyah. Oleh sebab itu pada tahap-tahap awal memasuki kehidupan tasawuf, seseorang diharuskan melaksanakan amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat tujuannya yakni mengusai hawa nafsu, menekan hawa nafsu, hingga ke titik terendah dan -bila mungkin- mematikan hawa nafsu sama sekali oleh sebab itu dalam tasawuf akhlaqi memiliki tahap sistem training adab disusun sebagai berikut:

1. Takhalli
Takhalli merupakan langkah pertama yang harus di lakukan oleh seorang sufi.Takhalli yakni perjuangan mengosongkan diri dari sikap dan adab tercela. Salah satu dari adab tercela yang paling banyak mengakibatkan adab buruk antara lain yakni kecintaan yang berlebihan kepada urusan duniawi.

2. Tahalli
Tahalli yakni upaya mengisi dan menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan adab terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi sesudah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Dengan menjalankan ketentuan agama baik yang bersifat eksternal (luar) maupun internal (dalam). Yang disebut aspek luar yakni kewajiban-kewajiban yang bersifat formal menyerupai sholat, puasa, haji dll. Dan adapun yang bersifat dalam yakni menyerupai keimanan, ketaatan dan kecintaan kepada Tuhan.

3. Tajalli
Untuk pemantapan dan pendalaman bahan yang telah dilalui pada fase tahalli, maka rangkaian pendidikan adab selanjutnya yakni fase tajalli. Kata tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan organ-organ badan –yang telah terisi dengan butir-butir mutiara adab dan sudah terbiasa melaksanakan perbuatan-perbuatan yang luhur- tidak berkurang, maka, maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran optimum dan rasa kecintaan yang mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya.[2]
b.      Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi yakni tasawuf yang didasarkan kepada adonan teori-teori tasawuf dan filsafat atau yang bermakana gaib metafisis, aksara umum dari tasawuf ini sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Al-Taftazani bahwa tasawuf menyerupai ini: tidak sanggup dikatagorikan sebagai tasawuf dalam arti sesungguhnya, sebab teori-teorinya selalu dikemukakan dalam bahasa filsafat, juga tidak sanggup dikatakan sebagai filsafat dalam artian yang bergotong-royong sebab teori-teorinya juga didasarkan pada rasa. Hamka menegaskan juga bahwa tasawuf jenis tidak sepenuhnya sanggup dikatakan tasawuf dan begitu juga sebaliknya. Tasawuf menyerupai ini dikembangkan oleh ahli-ahli sufi sekaligus filosof. Oleh sebab itu, mereka gemar terhadap ide-ide spekulatif. Dari kegemaran berfilsafat itu, mereka bisa menampilkan argumen-argumen yang kaya dan luas perihal ide-ide ketuhanan.[3]

2.      Sejarah Perkembangan Tasawuf
a.       Abad I-II H
Disebut pula dengan fase asketisme (zuhud). Pada fase ini terdapat individu-individu dari kalangan muslim yang lebih memusatkan dirinya pada ibadah. Mereka menjalankan konsepsi asketis dalam hidupnya, yaitu tidak mementingkan makanan, pakaian, maupun daerah tinggal. Mereka lebih banyak bersedekah untuk hal-hal yang berkaitan dalam kehidupan akhirat, yang mengakibatkan mereka lebih memusatkan diri pada jalur kehidupan atau tingkah laris yang asketis. Tokoh yang sangat terkenal dari kalangan mereka yakni Hasan AL-Bashri (wafat pada 110 H) dan Rabiah Al-Adawiah (wafat pada 185 H). kedua tokoh ini sebagai zahid.
b.      Abad ke III H
Pada kala ketiga hijriah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan perihal jiwa dan tingkah laku. Perkembangan dan doktrin-doktrin dan tingkah laris sufi ditandai dengan upaya menegakkan moral ditengah terjadinya dekadensi moral yang berkembang ketika itu. Sehingga ditangan mereka, tasawuf pun menjelma ilmu moral keagamaan atau ilmu adab keagamaan. Pembahasan mereka perihal moral, akhirnya, mendorongnya untuk semakin mengkaji hal-hal yang berkaitan perihal akhlak.
Kajian yang berkenaan dengan adab ini menimbulkan tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan gampang dipraktekkan oleh semua orang. Kesederhanaannya dilihat dari fasilitas landasan- landasan atau alur befikirnya. Tasawuf pada alur yang sederhana ini kelihatannya banyak ditampilkan oleh kaum salaf. Perhatian mereka lebih tertuju pada realitas pengamalan Islam dalam praktek yang lebih menekankan sikap insan yang terpuji.
c.       Abad ke IV H
Abad ini di tandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat di bandingkan dengan pada kala ke tiga hijriah, sebab perjuangan maksimal para ulama tasawuf  untuk membuatkan pemikiran tasawufnya masing-masing. Akibatnya, kota Baghdad yang hanya satu-satunya kota yang terkenal sebagai sentra acara tasawuf yang paling besar sebelum masa iu, tersaingi oleh kota-kota besar lainnya.
Perkembangan tasawuf di banyak sekali negeri dan kota tidak mengurangi perkembangan tasawuf di kota Baghdad. Bahkan, penulisan kitab-kitab tasawuf disana mulai bermunculan, contohnya Qutubul Qultib Fi Mu’amalatil Mahbub, yang dikarang oleh Abu Thalib Al-Makky.
d.      Abad ke V H
Pada kala kelima hijriah muncullah Imam Al-Ghazali, yang sepenuhnya hanya mendapatkan taswuf berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah serta bertujuan asketisme, kehidupan sederhana, pelurusan jiwa, dan training moral. Pengetahuan perihal tasawuf berdasarkan tasawuf dikajinya dengan begitu mendalam. Di sisi lain, ia melancarkan kritikan tajam terhadap para filosof, kaum Mu’tazilah dan Batiniyah. Al-Ghazali berhasil mengenalkan prinsip-prinsip tasawuf yang moderat, yang seiring dengan aliran ahlu sunnah waljama’ah, dan bertentangan dengan tasawuf Al-Hajjaj dan Abu Yazid Al-Busthami, terutama mengenai soal aksara manusia.

e.       Abad ke VI H
Sejak kala keenam hijriah, sebagai akhir imbas keperibadian Al-Ghazali yang begitu besar, imbas tasawuf Sunni semakin meluas ke seluruh pelosok dunia Islam. Keadaan ini memberi peluang bagi munculnya para tokuoh sufi yang membuatkan tarikat-tarikat untuk mendidik para murid mereka, menyerupai Sayyid Ahmad Ar-Rifa’i (wafat pada tahun 570 H) dan Sayyid Abdul Qadir Al-Jailani (wafat pada tahun 651 H).[4]
B.     Tokoh-Tokoh Tasawuf dan Konsepnya
a.       Tokoh-tokoh tasawuf Salafi (Akhlaqi)
·         Hasan Al-Basri (21 H – 110 H)
Konsep tasawuf Hasan al-Basri yakni raja’ dan khauf yaitu, anjuran kepada setiap orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut jikalau tidak bisa melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
·         Al-Muhasibi (165 H – 243 H)
Konsep tasawuf Al-Muhasibi yakni makrifat yaitu harus di tempuh melalui jalan tasawuf yang mendasarkan pada kitab dan sunnah. Khauf dan raja’ yaitu pengetahuan perihal kesepakatan dan bahaya Allah sedangkan pangkal pengetahuan perihal keduanya yakni perenungan khauf dan raja’ sanggup dilakukan dengan tepat hanya dengan berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Wara’ yaitu ketakwaan.
·         Al-Qusyairi (376 H – 465 H)
Konsep tasawuf Al-Qusyairi yakni doktrin Al-Qur’an dan As-Sunnah yaitu tauhid merupakan pemisah hal yang usang dengan hal yang baru, landasan doktrin-doktrin mereka pun di dasarkan pada dalil dan bukti serta gamblang.
·         Al- Ghazali
Konsep tasawuf Al-Ghazali yakni doktrin Al-Qur’an dan As-Sunnah yaitu menjauhkan semua kecenderungan gnotis yang memengaruhi para filosof islam, sekte isma’iliyyah, aliran syiah, ikhwan ash-shafa dan menjauhkan tasawufnya dari paham ketuhanan Aristoteles menyerupai emanasi dan penyatuan sehingga tasawuf al-ghazali benar-benar bercorak islam dan lebih mengutamakan pendidikan moral. Makrifat yaitu mengetahui belakang layar Allah dan mengetahui peraturan-peraturan Tuhan perihal segala yang ada. As-sa’adah yaitu kelezatan dan kebahagiaan yang paling tinggi yakni melihat Allah kebahagiaan itu sesuai dengan tabiat sedangkan tabiat sesuatu itu sesuai dengan ciptaannya.[5]
b.      Tokoh-tokoh tasawuf falsafi
·         Ibnu’ Arabi (560 H – 638 H)
Konsep tasawuf Ibn ‘Arabi yakni wahdat al wujud yaitu wujud semua yang ada ini hanya satu dan wujud makhluk pada hakikatnya yakni wujud khaliq pula. Haqiqah muhammadiyah yaitu sebagai emanasi (pelimpahan) pertama dari wujud yang kuasa dan dari sini muncul segala yang wujud dengan proses tahapan-tahapannya. Wahdatul Adyan yaitu kesamaan agama, semua agama yakni tunggal dan semua itu kepunyaan Allah.
·         Al-Jili (767 H – 805 H)
Konsep tasawuf Al-Jili yakni insane kamil yaitu insan sempurna, bahwa perumpamaan relasi yang kuasa dengan insane kamil yakni bagaikan cermin dimana seseorang tidak akan sanggup melihat bentuk dirinya, kecuali melalui cermin itu. Maqamat al-martabah yaitu maqam yang harus di lalui seorang sufi yang menurutnya di sebut al-martabah (jenjang atau tingkat) tingkat-tingkat itu adalah: islam, iman, shalah, ihsan, syahadah, shiddiqiyah, qurbah.
·          Ibnu Sab’in (lahir tahun 614 H)
Konsep Ibn Sab’in yakni kesatuan mutlak yaitu wujud Allah semata, asal segala yang ada pada masa lalu, masa kini, maupun masa depan. Penolakan terhadap logika aristoteles yaitu realitas-realitas logika dalam jiwa insan bersifat alamiah dan keenam kata logika (genus, species, difference, proper, accident, person) yang member kesan adanya wujud yang jamak sekedar delusi belaka.[6]



      





BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Sejarah perkembangan tasawuf terbagi kepada tiga aliran Tasawuf, aliran pertama yakni aliran Tasawuf Salafi [Akhlaqi], aliran kedua yakni aliran tasawuf Falsafi, dan aliran ketiga yakni aliran Tasawuf Syi’i. Tasawuf aliran pertama mengalami Bereberapa fase yakni Pada kala kesatu dan kedua hijriyah disebut dengan fase asketisme [Zuhud], Abad ketiga hijriyah fase terlihatnya perkembangan tasawuf yang pesat, Abad keempat hijriyah fase kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dibandingkan dengan kala ketiga hijriyah, Abad kelima hijriyah fase kemunculan imam Al-Ghazali, fase yang cenderung mengadakan pembaharuan, yakni dengan mengembalikan ke landasan Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan Abad keenam hijriyah fase imbas tasawuf Sunni semakin luas ke seluruh pelosok dunia Islam. Aliran kedua yakni aliran Tasawuf Falsafi disebut pula dengan Tasawuf nazhari, yakni tasawuf yang ajaran-ajarannya memedukan antara visi mistis dan visi rasional sedbagai pengasasnya. Dan Aliran ketiga yakni aliran Tasawuf Syi’iatau Syi’ah didasarkan atas ketajaman pemahaman kaum sufi dalam menganalisis kedekatan insan dengan Tuhan.
B. SARAN
Setelah klarifikasi dalam makalah ini, sebagai insan biasa penulis memohon maaf apabila terjadi kesalahan dalam pembagian terstruktur mengenai duduk perkara atau penyimpangan-penyimpangannya. Penulis mendapatkan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan dalam penulisan makalah selanjutnya.




DAFTAR PUSTAKA
Anwar ,Rosihan.Solihin, Mukhtar. 2006.Ilmu Tasawuf.Bandung:CV PUSTAKA SETIA
Sireger,Rivay.2002.Tasawuf. Jakarta:Rajawali après
Hamka.1986.Tasawuf Perkembangan dan pemurniaanya.Jakarta: PT.CITRA SERUMPUN PADI
Nata,Abudin. 2003.Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada








[1]Abu Al-Wafa’ Al-Ghanimi At-Taftazani, At-Tashawwuf Al-islam, hlm, 140. Dan  Abdul Azis Dahlan, Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi: Tinjauan Filosofis, dalam jurnal ulumul qur’an, vol. ll, 1991/1411 H. , L-Saf, Jakarta, hlm. 28-32

[2] Rosihon Anwar, amukhtar Solihin, ilmu Tasawuf. h.56-58
[3] Taftazani, op.cit., h. 188
[4] Solihin dan Rosihin Anwar, Ilmu Tasawuf, pustaka setia, Bandung, 2008, hlm. 62-67
[5] Ibid, hlm. 123-144
[6] Ibid, hlm. 175-201

Belum ada Komentar untuk "Download Makalah Sejarah Perkembangan Tasawuf Salafi (Akhlaqi) Dan Falsafi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel